Dari dulu, segala sesuatu yang dilarang justru menerbitkan ketertarikan. Itu yang terjadi dengan kancah rock dan metal di Cina. Pasca Unjuk Rasa Mahasiswa di Lapangan Tiananmen pada 1989 direspon dengan kekerasan oleh militer Tiongkok, skena kedua musik itu seperti terpaksa angslup ke bawah tanah oleh pemerintah Negeri Tirai Bambu, yang takut dua jenis musik ini akan memercikan semangat perlawanan di kalangan remaja.
Iklan
Ironisnya, tindakan ini justru menciptakan situasi buah simalakama. Lewat rock dan metal lah, generasi muda Tiongkok menemukan kanal untuk mengeluarkan kemarahan mereka—dan mendapati diri mereka semakin membenci pihak berwenang yang selalu berusaha memberangus skena musik bawah tanah. Jauh dari impian untuk masuk Rock ‘n’ Roll, anak-anak muda rela melakoni hidup-hidup pas-pasan dan bekerja serabutan untuk mencukupi kehidupan mereka sebagai musisi muda.
Fotografer Yang Zhang genap berusia 20 tahun pada 1996. Di tahun yang sama, dia pindah ke Beijing. Semasa kuliah, Zhang menghabiskan waktunya memotret band-band yang dia tonton dan memulai karir fotografinya di episentum kancah musik bawah tanah Tiongkok, seperti yang dia ceritakan pada i-D baru-baru ini dalam pameran karya fotografi dan filmnya— EVOLUTION: About the Survival and Growth of Underground Musicians in China, yang dikurasi oleh Xiaojuan Xie.Dari pemeran tersebut, kita bisa sampai satu kesimpulan mencengangkan: skena musik bawah tanah di Cina dibangun dengan peluh dan darah sebab pelakunya belajar bermain musik dengan bayangan yang tak lengkap seputar sound musik rock dan metal."Ada seorang lelaki jangkung yang datang jauh-jauh ke Biejing untuk mencari guru gitar,” kata Zhang ke i-D dengan bantuan penerjemah. “Di pertengahan tahun ‘80an, kami tak cuma kesulitan menyimak musik rock dan metal dari luar Cina, tapi juga tak bisa memukan bahan kursus gitar listrik. Yang lebih umum terdengar adalah materi ajar kursus gitar (klasik) Spanyol.”
Iklan
Akhirnya, lelaki jangkung itu bertemu dengan pemain gitar kenamaan asal Beijing bernama Wu Ding dan diajak untuk tinggal di rumah mentor barunya itu zonder bayar. Setelah sekian hari tinggal di rumah Wu, lelaki itu mulai terobsesi dengan score gitar dari Jepang yang ditempelkan di pintu rumah Wu. "Setelah merasa cukup belajar, lelaki ini memutuskan pulang ke kampung halamannya dan meninggalkan uang sebesar 200 RMB—lumayan besar untuk ukuran tahun itu—sebagai hadiah untuk Wu yang kala itu sedang bekerja,” kata Zhang. “Tapi, lelaki ini sudah kadung cinta dengan notasi gitar Jepang di rumah Wu. Tak tanggung-tanggung, panel pintu yang ditempeli score gitar itu ikut diangkut pulang oleh lelaki ini."Dua tahun berselang, Wu dan lelaki itu mendirikan Tang Dynasty—band yang merombak total wajah skena musik rock dan metal di Cina. Adapun si lelaki jangkung tadi—Liu Yijun Liu, atau "Tang Dynasty Lao Wu"—kini dikenal sebagai guitar hero pertama di daratan Cina.
Mayoritas karya dalam pameran EVOLUTION adalah foto-foto yang diambil Zhang di tahun-tahun awal band semacam Tang Dynasty and Miserable Faith—biasanya disebut era Pasca-Revolusi—saat para musisi bawah tanah masih enggan menunjukkan kehidupan mereka. Akan tetapi siapa sangka, di saat yang sama, musik rock dan metal tak cuma mampir ke kuping-kuping para mahasiswa yang geram dan induk semang mereka. Sejatinya, kata Zhang, kalangan elit Tiongkok diam-diam mendengarkan rock dan metal.
Iklan
"Kadang penduduk Cina yang pulang dari jalan-jalan keluar negeri membawa pulang kaset atau sejenisnya,” terang Zhang. Penerjemah yang mendampingi Zhang lekas menambahkan bahwa mereka ini bukan mahasiswa yang baru kelar menjalani program pertukaran pelajar. "Cuma mereka yang tajir dan punya status sosial tinggi bisa bermusik. Mereka juga kerap menyetel album-album rock."
Sebagian besar band yang tumbuh pada era pasca-revolusi memang pada akhirnya jadi band besar dan menuai ketenaran. Syahdan, foto-foto dokumentasi perjalanan mereka yang dijeprpet Zhang menjadi rekaman kegigihan dan semangat mereka. Zhang akhirnya bisa membawa foto-foto dan filmnya ke Amerika Serikat setelah sebelumnya paling mentok cuma bisa dipamerkan di Shanghai pada tahun ‘90an. Zhang memamerkan karyanya bersama penayangan film dokumenter terbaru China Youth Today (2015 — 2017), yang mendokumentasikan teman-temannya dari skena rock dan metal China yang kini sudah menjadi suami dan ayah. Baru-baru ini, teman-teman Zhang itu membentuk sebuah band baru bernama Fathers.Sejumlah foto di EVOLUTION mengabadikan memori yang sangat disukai Zhang. Dalam beberapa foto itu, Zhang memotret teman-temannya bergaya bak Alien Ant Farm—dengan rambut spike dan dicat serta mengenakan celana baggy gombrong. Salah satu foto tersebut diambil secara spontan dalam sebuah tur di Shanghai. Saat itu, teman-temannya itu sedang jalan-jalan di kawasan yang cukup tinggii. Tiba-tiba Zhang “iseng” menyuruh mereka terjun ke dalam sebuah danau beku tak jauh dari tempat mereka berada.
Iklan
"Di tempat yang tinggi, kalian akan merasa seperti di surga dan merasa senang serta puas,” ucap Zhang dengan serius. “Band kawan-kawan saya ini punya lagu instrumental panjang tanpa lirik. Lagu itu menggambarkan rasa tenang, mirip seperti kondisi langit hari itu."
Sampai sekarang di Cina, musik rock masih termajinalkan dan hanya hidup di skena-skena bawah tanah. Pangkal masalahnya: musik rock tak diakui keberadaannya oleh pemerintah Tiongkok. “Musik rock masih memiliki jiwa revolusioner karena tak berhenti mengkritik pemerintah Cina dan segala yang jelek di negara ini," ungkap Zhang.
Artikel ini pertama kali tayang di i-D