Echa, mimin VICE Indonesia
Echa: VICE (Indonesia) selalu dapat label macam-macam: kafir, pendukung LGBT, media propaganda, dan sok hipster. Tapi yang bikin geli dan eneg adalah, karena banyak orang ngomel-ngomel soal artikel, padahal belum baca. Cuma terpengaruh judul. Terus, apa perasaanmu sebagai admin tiap baca postingan emosi kayak gitu?
Karena sudah tahunan menghadapi makhluk-makhluk semacam ini di Twitter atau FB, sekarang sih gue sudah bisa ngetawain aja. Selama mereka ngeklik artikelnya atau, even better share ke orang lain, I'm OK with any abuse. Adakah pesan yang mau kamu sampaikan ke netizen tercinta?
As simple as, tolonglah itu artikelnya dibaca dulu sebelum ngomel-ngomel enggak jelas di Facebook. :))
Asti, mimin Republika.co.id
Asti: Pokoknya kalau sudah masuk masa pilkada atau pemilu, mimin sudah hafal dan masang tameng supaya enggak terlalu baper menghadapi pendukung-pendukung calon. Dari yang sopan sampai yang kata-katanya nyakitin hati, kalau ada artikel yang enggak sesuai sama pendapat mereka. Apa komentar terparah yang pernah ditujukan pada mimin di kantormu?
Waktu itu banyak komentar yang men-judge mimin mendukung pihak politik tertentu. Pada satu waktu, mimin dituduh mendukung pihak Y dan pada postingan artikel yang sama, di komentar-komentar selanjutnya, mimin dituduh mendukung pihak X (lawannya Y). Ini menunjukkan banyak orang hanya membaca artikel yang mereka suka dan seenaknya nge- judge pendirian mimin/portal berita hanya berdasarkan yang mereka baca. Padahal ada artikel lain yang mengimbangi artikel tersebut :"( Apa semua caci maki selalu gara-gara berita?
Selain itu, biasanya heboh soal pengumuman pemenang lomba berhadiah. Kalau pengumumannya terlambat, pasti mimin yang disalahin, padahal mimin mah cuma mengikuti prosedur dari panitia lomba aja T^T Pernah juga mimin dibilang enggak adil memilih pemenang, padahal mah jurinya bukan mimin! Ada pesan yang mau kamu sampaikan ke netizen tercinta?
Yuk mulai jadi pembaca dan komentator cerdas. Kalau menemukan artikel yang enggak sesuai sama pendapat pribadi, jangan emosi dulu… coba cari artikel lain yang juga jadi penyeimbang. Selalu ingat bahwa setiap artikel berita itu ada sumbernya, jadi jangan salahkan reporter atau bahkan mimin (T^T) kalau ada berita yang kurang berkenan. Dan setiap kali berkomentar, jangan lupa kalau komentar kamu akan dibaca banyak orang dan selalu dinilai sama orang lain. Jaga perkataan, jangan emosian, dan suka baper.
Yudi, mimin Merdeka.com
Yudi: Mungkin yang paling membekas saat dituduh penjilat salah satu tokoh politik, karena pemberitaannya dianggap tidak berimbang. Pas lagi panas-panasnya Pilkada DKI Jakarta kemarin sampai diancam mau dilacak, rumah mau dibakar. Hahaha. Duh, serem dong. Terus responsmu gimana?
Pas dulu awal-awal masuk Merdeka sih takut, ya, tapi lama kelamaan jadi geli sendiri. (Komentar seperti itu) jadi bahan guyonan sesama rekan kerja. Pernah waktu itu saya balesin, tapi malah bikin emosi. Kadang mendingan dicuekin, didemin aja. Atau, ya, saya kepoin aja akun si netizen (yang komentar), malah bisa bikin ketawa. Ada yang mau kamu sampaikan ke netizen tercinta?
Jangan galak-galak ya, Netz, mimin cuma cari duit :(
Annisa, mimin Tribunnews.com
Annisa: Pernah di suatu tempat hiburan malam ada razia narkoba. Kebetulan ada pasangan seleb yang lagi di TKP, jadi mereka ikut diperiksa. Nah, reporter kami ada di TKP untuk meliput. Jadilah berita soal pasangan seleb itu diperiksa saat razia narkoba tayang di Tribunnews. Si seleb ini kemudian marah-marah di Instagramnya soal berita itu. Langsung, para fans artis itu nyerbu IG Tribunnews. Sekali-kalinya lihat Instagram Tribunnews rame komen ya saat itu doang. Awalnya seneng tuh, 'wah konten kami dapat engagement bagus nih'. Eh pas dibuka, isi komentarnya hujatan semua. Bukan cuma penghuni kebun binatang yang keluar, mereka sampai nyumpahin miminnya cepet mati, masuk neraka… neraka jahanam pula… neraka paling dalam kan tuh. Ada pengalaman buruk lainnya selama jadi mimin portal berita?
Selain itu biasanya pas ada kuis. Peserta kuis terus-terusan mengirim pesan dan sampai menyerang akun pribadi. Intinya sih, nanyain kapan pengumuman pemenang kuis. Privasimu terancam dong?
Makanya sekarang di media sosial pribadiku, kecuali Linkedin, aku enggak mencantumkan perusahaan tempatku kerja. Biar enggak diteror. Apa yang mau kamu sampaikan ke netizen tercinta?
Bagaimanapun terima kasih sudah ada feedback dari pembaca, tapi plis jangan nyumpahin cepet mati, hidup mimin belum makmur :(
Fifa, mimin Tirto.id
Fifa: 'Admin kafir,' 'komunis,' dan 'admin agamanya apa?' udah jadi makanan sehari-hari. Tapi yang escalating, pernah ada pembaca nyumpahin nyokap gua disalatin jenazah. Ada juga yang nyumpahin, 'kalau nanti admin punya anak semoga anaknya jadi LGBT'—yang ini mencerahkan hari gua btw, gua ngakak di depan laptop. Artinya, kerja sebagai mimin portal berita sebenarnya bikin stres ya?
Gua mencoba profesional aja, sih. Tapi gua juga manusia, hati gua bukan dari batako. Ada saat-saat di mana gua punya bad day, entah saat sakit atau lagi ada masalah apaan gitu ya, jujur, kadang masuk ke hati. Apalagi saat lu udah nyoba buat kerja sebaik mungkin: Lu hadir, lu bacain berpuluh-puluh berita, mencoba tetap di tengah—karena yang lu sajiin berdasarkan angka dan fakta—dan lu harus menghindari typo… tapi ujung-ujungnya 'SEMUA SALAH ADMIN' atau 'SEMUA HOAX
Menurutmu tekanan terhadap admin ini ada hubungannya sama rendahnya minat baca di Indonesia ga sih?
Awalnya, gua merasa lyfe surem bener, kok mereka enggak bisa bedain admin medsos dan penulis artikelnya. I'm just the messenger here, don't kill the messenger. Tapi gua paham, sih, pada akhirnya medsos sebuah media adalah 'muka depannya' lah. Kerjaan kami adalah 'nyuapin' berita ke pembaca. Enggak semua pembaca punya kemauan membaca tulisan panjang. Yang mereka tau, apa yang dilempar di medsos, ya itu kerjaannya admin. Anggep aja mereka butuh buang sampah ke kolom komentar, yang penting mereka mau berpendapat. Bebaskeun weh. Tapi hikmahnya: masih ada beberapa feedback penting dari pembaca.
Gimana caramu merespons komentar-komentar kejam dari netizen?
Akhirnya cuma dua sikap gua: mengasihani atau ya memaklumi, karena mungkin memang belum tau info lengkapnya. Kalau udah mentok, ya, gua menggunakan skill yang gua banggakan dalam hidup ini: the power of bomat, alias bodoamat. At the end of the day, my work doesn't define me.
Hewlaw people, yux chills and sebats dulu bang