FYI.

This story is over 5 years old.

media sosial

Curhat 'Mimin' Akun Medsos Yang Kenyang Dicaci Maki Netizen

Di Indonesia, ada kebiasaan aneh pembaca menyalahkan admin akun portal media saat muncul berita yang tak mereka suka. Pekerjaan mimin rupanya mengundang stres tingkat tinggi.
Ilustrasi oleh Bambang Noer Ramadan.

Jika kalian sedang sial, media sosial bisa menjelma serupa sarang ular. Ular-ularnya adalah para misoginis, rasis, homofobik, pseudocendekia, grammar nazi, social justice warrior, polisi moral, polisi skena, polisi spoiler—wah, banyak sekali polisinya! Kalau salah-salah gerak, kita bisa dipatok. Satu twit bisa berujung twitwar, dan orang-orang bisa saling mendebat pada kolom komentar postingan Facebook tiga hari tiga malam. Kalau sudah begini, biasanya kita disarankan menghapus satu twit biang kerok (atau akun Twitternya sekalian), bisa juga menonaktifkan notifikasi Facebook. Atau lebih gampang lagi: jauh-jauh dari media sosial sekalian. Enggak usah dibuka, apalagi digubris. Mudah bagi kebanyakan orang menuruti saran itu. Toh yang diunggah adalah konten pribadi, ke akun pribadi, dan atas keinginan sendiri. Tapi, kayak apa keseharian para administrator akun medsos profesional, yang pekerjaan sehari-harinya mantengin dan melempar isu ke dunia maya? Padahal mereka diupah untuk berurusan dengan netizen tercinta, sekurang-kurangnya delapan jam sehari. Jujur aja, menurut saya sih surem. Soalnya, netizen sering lupa ada manusia di balik jabatan "mimin." Apalagi mimin akun medsos perusahaan media yang banyak memasok berita atau artikel informatif kepada netizen se-Indonesia. Kalau kalian jeli memperhatikan, pengguna Internet di negara ini hobi banget menyalahkan mimin akun media. Artikel ada salah ketik? Mimin yang dimintai pertanggungjawaban. Muncul liputan soal Ahok? Miminnya pasti kafir. Portal media mengunggah artikel terjemahan? Miminnya dibilang nipu, mereka kira kejadiannya di Indonesia. Tradisi nyalahin 'mimin'—panggilan ini muncul pertama kali sebagai sapaan bagi pengelola forum KasakKusuk alias KasKus yang legendaris—memang unik di Indonesia. Alur perbincangan dunia maya sampai sekarang diasumsikan masih sama seperti saat forum-forum dimoderasi sosok berjuluk mimin. Sulit mencari pembanding tren sejenis di negara lain. Anggaplah netizen pantas jengkel karena substansi liputannya memang kurang akurat atau salah data. Sayang bukan redaksi atau jurnalisnya yang diprotes, tapi malah 'mimin'-nya. Mimin dianggap setara reporter, redaktur, hingga pemilik media sekaligus. Ga kaget deh misalnya suatu saat ada survei, profesi mimin portal berita disebut salah satu pekerjaan paling bikin stres di Indonesia. Yang bilang mimin kerjanya enak cuma maen Fb, IG, ama Twitter seharian doang, mending mulutnya dicabein. Dalam rangka mengintip sisi lain kehidupan admin, VICE Indonesia ngobrol-ngobrol bersama lima pengelola media sosial portal berita online, yang cukup rutin menjadi sasaran kemurkaan netizen (termasuk Mimin VICE Indonesia, hehe). Mereka menceritakan suka duka berurusan sekaligus mengelola engagement netizen yang buas. Kali ini ngeluhnya gantian dulu ya warganet (duh, belum biasa pakai sebutan ini). Sekarang giliran para mimin bersuara.

Iklan

Echa, mimin VICE Indonesia

VICE Indonesia: Apa komentar terparah yang pernah ditujukan pada admin VICE?
Echa: VICE (Indonesia) selalu dapat label macam-macam: kafir, pendukung LGBT, media propaganda, dan sok hipster. Tapi yang bikin geli dan eneg adalah, karena banyak orang ngomel-ngomel soal artikel, padahal belum baca. Cuma terpengaruh judul. Terus, apa perasaanmu sebagai admin tiap baca postingan emosi kayak gitu?
Karena sudah tahunan menghadapi makhluk-makhluk semacam ini di Twitter atau FB, sekarang sih gue sudah bisa ngetawain aja. Selama mereka ngeklik artikelnya atau, even better share ke orang lain, I'm OK with any abuse. Adakah pesan yang mau kamu sampaikan ke netizen tercinta?
As simple as, tolonglah itu artikelnya dibaca dulu sebelum ngomel-ngomel enggak jelas di Facebook. :))

Asti, mimin Republika.co.id

VICE Indonesia: Sebagai mimin Republika Online, kamu sering dapat cercaan netizen?
Asti: Pokoknya kalau sudah masuk masa pilkada atau pemilu, mimin sudah hafal dan masang tameng supaya enggak terlalu baper menghadapi pendukung-pendukung calon. Dari yang sopan sampai yang kata-katanya nyakitin hati, kalau ada artikel yang enggak sesuai sama pendapat mereka. Apa komentar terparah yang pernah ditujukan pada mimin di kantormu?
Waktu itu banyak komentar yang men-judge mimin mendukung pihak politik tertentu. Pada satu waktu, mimin dituduh mendukung pihak Y dan pada postingan artikel yang sama, di komentar-komentar selanjutnya, mimin dituduh mendukung pihak X (lawannya Y). Ini menunjukkan banyak orang hanya membaca artikel yang mereka suka dan seenaknya nge- judge pendirian mimin/portal berita hanya berdasarkan yang mereka baca. Padahal ada artikel lain yang mengimbangi artikel tersebut :"( Apa semua caci maki selalu gara-gara berita?
Selain itu, biasanya heboh soal pengumuman pemenang lomba berhadiah. Kalau pengumumannya terlambat, pasti mimin yang disalahin, padahal mimin mah cuma mengikuti prosedur dari panitia lomba aja T^T Pernah juga mimin dibilang enggak adil memilih pemenang, padahal mah jurinya bukan mimin! Ada pesan yang mau kamu sampaikan ke netizen tercinta?
Yuk mulai jadi pembaca dan komentator cerdas. Kalau menemukan artikel yang enggak sesuai sama pendapat pribadi, jangan emosi dulu… coba cari artikel lain yang juga jadi penyeimbang. Selalu ingat bahwa setiap artikel berita itu ada sumbernya, jadi jangan salahkan reporter atau bahkan mimin (T^T) kalau ada berita yang kurang berkenan. Dan setiap kali berkomentar, jangan lupa kalau komentar kamu akan dibaca banyak orang dan selalu dinilai sama orang lain. Jaga perkataan, jangan emosian, dan suka baper.

Yudi, mimin Merdeka.com

VICE Indonesia: Apa komentar terparah yang pernah ditujukan kepada mimin Merdeka?
Yudi: Mungkin yang paling membekas saat dituduh penjilat salah satu tokoh politik, karena pemberitaannya dianggap tidak berimbang. Pas lagi panas-panasnya Pilkada DKI Jakarta kemarin sampai diancam mau dilacak, rumah mau dibakar. Hahaha. Duh, serem dong. Terus responsmu gimana?
Pas dulu awal-awal masuk Merdeka sih takut, ya, tapi lama kelamaan jadi geli sendiri. (Komentar seperti itu) jadi bahan guyonan sesama rekan kerja. Pernah waktu itu saya balesin, tapi malah bikin emosi. Kadang mendingan dicuekin, didemin aja. Atau, ya, saya kepoin aja akun si netizen (yang komentar), malah bisa bikin ketawa. Ada yang mau kamu sampaikan ke netizen tercinta?
Jangan galak-galak ya, Netz, mimin cuma cari duit :(

Annisa, mimin Tribunnews.com

VICE Indonesia: Apa komentar terparah yang pernah ditujukan kepada mimin Tribunnews.com?
Annisa: Pernah di suatu tempat hiburan malam ada razia narkoba. Kebetulan ada pasangan seleb yang lagi di TKP, jadi mereka ikut diperiksa. Nah, reporter kami ada di TKP untuk meliput. Jadilah berita soal pasangan seleb itu diperiksa saat razia narkoba tayang di Tribunnews. Si seleb ini kemudian marah-marah di Instagramnya soal berita itu. Langsung, para fans artis itu nyerbu IG Tribunnews. Sekali-kalinya lihat Instagram Tribunnews rame komen ya saat itu doang. Awalnya seneng tuh, 'wah konten kami dapat engagement bagus nih'. Eh pas dibuka, isi komentarnya hujatan semua. Bukan cuma penghuni kebun binatang yang keluar, mereka sampai nyumpahin miminnya cepet mati, masuk neraka… neraka jahanam pula… neraka paling dalam kan tuh. Ada pengalaman buruk lainnya selama jadi mimin portal berita?
Selain itu biasanya pas ada kuis. Peserta kuis terus-terusan mengirim pesan dan sampai menyerang akun pribadi. Intinya sih, nanyain kapan pengumuman pemenang kuis. Privasimu terancam dong?
Makanya sekarang di media sosial pribadiku, kecuali Linkedin, aku enggak mencantumkan perusahaan tempatku kerja. Biar enggak diteror. Apa yang mau kamu sampaikan ke netizen tercinta?
Bagaimanapun terima kasih sudah ada feedback dari pembaca, tapi plis jangan nyumpahin cepet mati, hidup mimin belum makmur :(

Fifa, mimin Tirto.id

VICE Indonesia: Apa komentar terparah yang pernah ditujukan kepada mimin Tirto? Dan gimana responsmu sebagai admin?
Fifa: 'Admin kafir,' 'komunis,' dan 'admin agamanya apa?' udah jadi makanan sehari-hari. Tapi yang escalating, pernah ada pembaca nyumpahin nyokap gua disalatin jenazah. Ada juga yang nyumpahin, 'kalau nanti admin punya anak semoga anaknya jadi LGBT'—yang ini mencerahkan hari gua btw, gua ngakak di depan laptop. Artinya, kerja sebagai mimin portal berita sebenarnya bikin stres ya?
Gua mencoba profesional aja, sih. Tapi gua juga manusia, hati gua bukan dari batako. Ada saat-saat di mana gua punya bad day, entah saat sakit atau lagi ada masalah apaan gitu ya, jujur, kadang masuk ke hati. Apalagi saat lu udah nyoba buat kerja sebaik mungkin: Lu hadir, lu bacain berpuluh-puluh berita, mencoba tetap di tengah—karena yang lu sajiin berdasarkan angka dan fakta—dan lu harus menghindari typo… tapi ujung-ujungnya 'SEMUA SALAH ADMIN' atau 'SEMUA HOAX' Andai mereka tahu betapa banyak usaha dari temen-temen gua di lapangan dan khususnya mereka dari tim riset.

Menurutmu tekanan terhadap admin ini ada hubungannya sama rendahnya minat baca di Indonesia ga sih?
Awalnya, gua merasa lyfe surem bener, kok mereka enggak bisa bedain admin medsos dan penulis artikelnya. I'm just the messenger here, don't kill the messenger. Tapi gua paham, sih, pada akhirnya medsos sebuah media adalah 'muka depannya' lah. Kerjaan kami adalah 'nyuapin' berita ke pembaca. Enggak semua pembaca punya kemauan membaca tulisan panjang. Yang mereka tau, apa yang dilempar di medsos, ya itu kerjaannya admin. Anggep aja mereka butuh buang sampah ke kolom komentar, yang penting mereka mau berpendapat. Bebaskeun weh. Tapi hikmahnya: masih ada beberapa feedback penting dari pembaca.

Gimana caramu merespons komentar-komentar kejam dari netizen?
Akhirnya cuma dua sikap gua: mengasihani atau ya memaklumi, karena mungkin memang belum tau info lengkapnya. Kalau udah mentok, ya, gua menggunakan skill yang gua banggakan dalam hidup ini: the power of bomat, alias bodoamat. At the end of the day, my work doesn't define me.

Apa yang mau kamu sampaikan ke netizen tercinta?
Hewlaw people, yux chills and sebats dulu bang