FYI.

This story is over 5 years old.

Seni Jalanan

Shadowman, Seniman Jalanan Misterius Sebelum Basquiat dan Banksy

Film dokumenter 'Shadowman' menggambarkan perjuangan dan talent luar biasa Richard Hambleton selama berkarya di jalanan Inggris.

Artikel ini pertama kali tayang di The Creators Project.

Jauh sebelum karya street art satir Banksy atau graffiti Jean-Michel Basquiat dan Keith Haring merajai jalanan, sudah terlebih dulu ada karya seniman jalanan Richard Hambleton. Sebagai seorang dilatih dengan disiplin seni lukis klasik, nama Richard Hambleton sudah mashur lebih dulu dalam kurun dekade 80an lewat karyanya kawasan Lower Manhattan yang terkenal karena reputasinya yang lusuh dan berbahaya serta energi khas DIY yang membuncah. Karya awal Hambleton berupa outline dari goresan kapur (yang juga muncul di beberapa kota lain di Amerika Serikat). Lantas, Hambleton mulai membuat "shadow paintings (lukisan bayangan)", yang menggambarkan sosok Shadowman yang bersembunyi di koridor-koridor kelam kota. Hambleton, yang karirnya justru terlupakan saat karya Haring dan Basquiat jadi barang seni mahal, kini menjadi subyek sebuah film dokumenter gubahan sineas Oren Jacoby. Shadowman—judul dokumenter tersebut—tayang pertama kali di Tribeca Film Festival. Penayangan film dokumenter yang menyigi naik turun karir Hambleton dan kebangkitannya bertepatan dengan pameran I Only Have Eyes For You, yang tengah digelar di Woodward Gallery sampai 5 Mei mendatang.

Iklan

Seperti yang dipaparkan dalam Shadowman, Hambleton yang lahir di Vancouver membuat karya-karya berkat bantuan dana pemerintah kota kelahirannya. Ia lantas membawa lukisan outline kapur "murder mystery (misteri pembunuhan)"-nya dalam sebuat tur melintasi daerah Pantai Barat Amerika Serikat, mengunjungi kota-kota seperti Seattle, San Francisco dan Los Angeles. Hambleton kemudian berhasil bertualang melintasi Negeri Paman Sam dan sampai di New York pada 1978, tepat ketika kancah musik dan seni rupa di Lower Manhattan tengah riuh-riuhnya. Lukisan "misteri pembunuhan" karyanya—dengan cipratan cat merah darah dalam outline kapurnya—sempat dipamerkan di TriBeCa dan beberapa tempat lainnya serta pernah bikin panik semua orang, termasuk pihak Kepolisian New York. Ini yang membawa Hambleton ke bawah sorotan media dan membuatnya menjadi semacam "bintang seni rupa" baru.

Standing Man. Foto oleh Hank O'Neal.

Meski sering berlatih dalam studio, Hambleton terus menerapkan dan melahirkan "seni publik" di jalanan dengan menggunakan poster print seukuran dirinya sebagai cetak biru. Karya-karya awalnya ini diberi judul I Only Have Eyes For You. Tak lama kemudian, Hambleton mulai men-tag bangunan-bangunan di kawasan Lower Manhattan dengan lukisan Shadowmannya. Pada akhirnya, Hambleton berpaling dari lukisan minimalis dan figuratif seperti dan mulai membuat lukisan "yang lebih indah." Salah satunnya adalah lukisan ombak yang mencengangkan di atas kanvas berukur sangat besar. Setelah menjadi pecandu ekstasi sepanjang dekade 80an, Hambleton mulai menjajal heroin dan kokain, menutup diri dan hidup sebagai luntang lantung. Satu pasti, Hambleton selalu punya seni dan tak pernah berhenti berkarya.

Iklan

Kisah hidup yang naas ini, disertai detail menakjubkan dari footage dan interview, dalam Shadowman, kamera Jacoby mengungkap kehidupan seorang seniman terlupakan yang dihantui adiksi heroin dan kanker kulit, yang telah merenggut sebagian muka Hambleton. Kenyataan ini jelas menyesakkan karena dalam berbagai dokumentasi foto dan video, Hambleton tak hanya tampil sebagai seniman penuh talenta namun juga sesosok pria tampan lagi lembut dengan suara yang menggoda.

Jacoby, seorang warga New York asli, pertama kali menemukan karya Hambleton pada tahun 1980 dan 1981 saat menginap di loteng kawannya di SoHo. Kawasan tempat kawan Jacoby tinggal adalah daerah yang sepi dan ditinggalkan. Di kawasan inilah, Jacoby pertama kali menemukan lukisan bayangan yang aneh. Tak beberapa lama kemudian, Jacoby menjumpai salah satu lukisan murder mystery Hambleton. Lukisan ini membuat Jacoby kaget sekaligus terpesona dengan caranya sendiri. Namun, saat itu, Jacoby belum ngeh bahwa itu adalah karya Hambleton.

Lukisan sosok bayangan khas Hambelton di dinding jalan 34th East 12th Street London. Foto oleh Hank O'Neal.

"Aku tak tahu siapa Richard Hambleton sampai hampir 30 tahun kemudian ketika seorang teman, fotografer Hank 0'Neal membawaku ke studio Richard dan mengenalkanku padanya dan itu terjadi pada tahun 2009," ujar Jacoby, yang mulai menggarap Shadowman tak lama setelah pertemuan. Bagi Jacoby, diperkenalkan ke dunia Hambleton adalah kesempatan yang benar-benar langka. "Segera setelah perjumpaan pertama kami, aku merasa ada yang tak biasa. Seperti bagian terakhir dokumenter ini menggambarkan Richard bercakap-cakap dengan dua pialang seni muda—dari sini aku mulai dokumenternya. Aku ada di sana ketika mereka bercakap-cakap."

Iklan

"Aku merasa sangat tak nyaman dan aku sepenuhnya paham bahwa interaksi mereka menunjukkan satu hal yang sangat menarik dari dunia seni: ketika seni dan bisnis bertubrukan," imbuh Jacoby. "Kompromi yang harus dibuat oleh seniman demi karirnya di masa datang, semua tersaji di depan saya."

Richard Hambleton. Foto oleh Ben Buchanan.

Jacoby tak pernah duduk bersama Hambleton untuk melakukan wawancara, tapi dia merekam percakapan-percakapan sang seniman dengan beberapa kawannya. Menurut pengakuan Jacoby, siapapun bertemu Hambleton bakal takluk pada pesonanya. Hal ini jelas tergambar dalam wawancara Jacoby dengan mantan kekasih, kawan dan partner sekamar. Pesona yang sama tergambar jelas juga dalam sekujur dokumenter gubahan Jacoby yang memang dibuat untuk menunjukan pikiran dinamis dan talenta membuncah Hambleton serta energi yang tak pernah habis. Semuanya adalah modal Hambleton untuk bertahan di New York selama beberapa dekade.

"Bagiku, yang menarik dalam proses pembuatan film ini adalah banyaknya orang yang tertarik sosok Richard bukan hanya karena karyanya namun juga karena mereka bisa menemukan Richard sebagai seorang manusia dan mereka bersimpati kepada Richard," ujar Jacoby. "Siapapun yang dekat dengan Richard harus melewati onak dan duri untuk merealisasikan segala sesuatu. Dan, sepertinya hanya orang-orang yang punya perasaan mendalam pada Richard yang mau melakukannya."

Oren Jacoby mendokumentasikan keseharian Richard Hambleton pada 2010.

Meski Hambleton masih hidup, ending film ini menyimpan sebuah pertanyaan yang mengganjal. Sampai tahun 2016, Hambleton, yang pernah diinapkan oleh seorang pialang seni di Trump SoHo Hotel, kini tinggal di hotel di kawasan pecinan. Kondisi kesahatannya kian hari kian memburuk. Perjuangannya melawan kanker kulit dan berbagai macam adiksi tergambar dalam tubuhnya. Kendati demikian, Hambleton tak pernah berhenti berkarya. Tak banyak yang berubah darinya di 2017. Namun, Jacoby memastikan bahwa sang maestro street art ini gembira menyambut penayangan Shadowman di Tribeca Film Festival.

"Tak ada yang mengagetkan selama delapan tahun menggarap dokumenter ini, dengan semua interaksiku dengan Hambleton, semua suka dan duka serta segala tantangannya, kecuali reaksi Hambleton saat tahu filmnya hampir selesai bulan lalu dan bakal tayang di Tribeca Film Festival,"' ujar Jacoby. "Hambleton telah kembali hidup. Karyanya mengalir kembali. Belakangan, Hambleton menggelar show dadakan di Hell's Kitchen. Dia bakal memamerkan karya-karya dari satu setengah tahun ke belakang di sana."

"Hambleton juga bilang akan membuat karya street art lagi setelah Tribeca Film Festival selesai, sesuatu yang sudah lama tak dilakukannya," imbuh Jacoby. "Sangat membanggakan melihat dokumenter buatanku punya nilai positif bagi Hambleton, membuatnya bergairah berkarya. Berkat film ini, nama Hambleton kembali dikenal."

Klik di sini jika kalian ingin menyaksikan portofolio film karya Oren Jacoby sebelumnya.