FYI.

This story is over 5 years old.

Pembunuhan Kim Jong-nam

Mengunjungi Kediaman Siti Aisyah, Tersangka Pembunuh Kim Jong-nam

Orang tua Siti yang bermukim di Serang tak pernah membayangkan situasi pelik menimpa putrinya. Pemerintah RI juga tak kunjung memperoleh informasi terbaru.
Foto oleh Adi Renaldi

Tak sulit menemukan rumah Asria. Rumah tersebut terletak di tengah desa. Tak banyak bangunan di sepanjang jalan. Jalanan rusak selebar 2 meter disertai genangan menjadi satu-satunya akses keluar masuk desa. Jika ada dua mobil berpapasan, bisa dipastikan salah satu harus mengalah. Tapi para penduduk desa sangat ramah pada orang asing sekalipun. Warga di sekitar rumah asyik bercengkerama saat kami datang.

Iklan

Rumah berwarna dominan krem dengan ukuran 6 x 12 meter tersebut cukup asri. Di pekarangan dihiasi pohon kaktus setinggi dua meter. Dindingnya baru saja dicat kuning oranye, sementara lantai teras yang berwarna biru masih berkilau. Tak ada yang mencolok di dalam rumah, selain lemari besar tempat meletakkan perabotan pecah belah.

Di rumah itulah, Siti Aisyah tinggal sejak kecil sampai dewasa. Perempuan 25 tahun itu kini terjebak dalam pusaran skandal pembunuhan politik internasional. Dia menjadi satu dari dua tersangka utama pembunuhan Kim Jong-nam di Bandara Internasional Kuala Lumpur, Malaysia, pekan lalu. Sosok yang terbunuh adalah kakak tiri Diktator Penguasa Korea Utara, Kim Jong-un.

Siti sampai sekarang masih ditahan oleh Polis Diraja Malaysia untuk interogasi. Awalnya dia mengaku hanya diajak syuting acara komedi televisi untuk mengerjai pengunjung bandara. Polisi Malaysia kemudian menyatakan alibi itu tidak terbukti. Siti diklaim sejak awal tahu jika dia sedang menyemprotkan cairan racun serta mengincar spesifik sosok Kim Jong-nam. Ratusan wartawan segera menyambangi kediaman keluarga Siti di Serang. Ratusan lainnya adalah keluarga Asria, sang ayah, yang datang memberi dukungan moral. Keluarga perempuan yang sejak 2012 rutin tinggal di Batam itu masih terguncang setelah mendengar anak mereka terancam dihukum berat akibat membunuh tokoh politik ternama dengan racun VX yang dikenal sangat mematikan.

Iklan

"Saya hanya berharap bahwa Siti Aisyah ini hanyalah korban yang diperalat. Musibah ini datang begitu tiba-tiba," kata Asria, ayah Siti, saat ditemui di kediamannya di desa Sindangsari, Kabupaten Serang, Provinsi Banten. Dia masih tidak percaya anak ketiganya itu terlibat plot pembunuhan tingkat tinggi yang biasanya hanya muncul di novel detektif murahan.

Kondisi kesehatan Asria dan istrinya menurun. Mereka sempat menolak ditemui siapapun. Tekanan darah Asria sempat turun dan beliau mengeluh pandangannya berkunang-kunang.

"Kami hanya bisa mengirim doa, ini sudah malam ketiga kami menggelar pengajian bersama warga sekitar. Rencana sampai 7 hari pengajiannya," kata Asria. Pengajian tersebut merupakan inisiatif warga yang turut prihatin terhadap musibah ini. Semua kebutuhan disuplai dari warga secara gotong royong.

Jalan menuju kediaman Siti Aisyah di Serang. Foto oleh penulis.

Meski terpukul dengan kasus yang menimpa putrinya, senyuman dan keramahan tak pernah lepas dari wajah Asria. "Syok jelas iya, tapi apa harus dipikirkan terus menerus, bisa-bisa malah sakit. Saya hanya bisa berserah diri saja pada yang kuasa," tutur Asria dengan mata sedikit berkaca-kaca.

Asria yang telah memasuki usia senja. Hampir 60 tahun. Selama ini bekerja sebagai petani sekaligus pedagang. Dia menanam jahe dan sayur mayur di sepetak kebun berlokasi di luar desa. Pada saat tidak menanam, Asria menjadi pedagang sayur mayur yang dibelinya dari petani lain. Asria berperawakan kurus, dengan berat badan tak sampai 70kg.

Iklan

Masalahnya, penampilan luar bisa menipu. Sudah sejak muda Asria sanggup memikul dagangannya seberat puluhan kilogram dengan berjalan kaki sejauh 30 km menuju daerah pegunungan di Kabupaten Serang. Tak jarang Asria harus menginap karena jauhnya jarak pulang.

"Makanya saya jarang sekali melihat kalender, kan tidak pernah mengenal gajian," ujar Asria bercanda. Dari hasil berjualan, Asria mampu menghidupi empat orang anggota keluarganya dan membangun rumah. Anak pertama berprofesi sebagai supir, sementara putri keduanya berdagang buah-buahan di pinggir jalan raya Palka yang menjadi batas desa Sindangsari.

Sejak kasus ini mencuat, Asria tak bisa berjualan karena pikirannya tersita sepenuhnya untuk Siti Aishah. "Saya cuma ingin bertemu, memastikan bahwa kondisinya sehat," kata Asria seraya mengembuskan asap dari rokok kreteknya.

"Saya cuma ingin bertemu, memastikan bahwa kondisinya sehat." - Ayah Siti Aisyah

Beberapa hari sebelumnya, beberapa staf Kementerian Luar Negeri bertandang ke rumah dalam pertemuan tertutup menyampaikan dukungan moral pada keluarga Asria. Kepala Polda Banten, Brigjen Listyo Sigit Prabowo, juga menyampaikan simpatinya langsung saat berkunjung. Namun dukungan itu bagi keluarga tak berarti apapun. Anak mereka sampai sekarang belum didampingi pengacara. Tuduhan pidana apa yang akan dikenakan padanya juga tak jelas. "Belum ada kepastian apapun dari pihak kementerian luar negeri. Kami cuma berharap diberi kesempatan untuk bertemu Siti," tutur Asria pelan.

Iklan

Di mata Suhendi, sahabat Siti sejak sekolah dasar, Siti adalah anak penurut yang tak pernah mengecewakan keluarga. "Siti terakhir pulang pada Imlek lalu, tak ada yang berubah. Dia cuma cerita kalau mau ikut shooting iklan di Batam," kata Suhendi.

Siti Aisyah hanyalah lulusan SD. Dua tahun sejak lulus dia merantau ke Jakarta untuk bekerja di sebuah perusahaan konveksi, tempatnya bertemu sang suami yang merupakan anak sang pemilik.

Menurut Suhendi, Siti bukanlah tipe orang yang neko-neko. Setiap pulang Siti selalu menyempatkan berkumpul dengan warga. Setiap ada warga berkumpul untuk sekedar bercengkerama, Siti selalu bergabung. "Selama di rumah dia tak pernah pergi jauh, paling cuma beli makan di depan jalan," ujarnya

Bagi Suhendi, berita bahwa Siti terlibat pembunuhan sangat tidak masuk akal. "Membunuh binatang saja dia tidak berani, bagaimana mungkin dia bisa membunuh orang?" kata Suhendi terheran-heran.

Suhendi memiliki usaha pengumpulan sampah plastik yang dia kumpulkan dari seluruh Serang. Dalam sehari dia bisa mengumpulkan sampah plastik hingga 2 ton yang kemudian dijual di pengepul di Jakarta. Sampah tersebut akan diolah menjadi biji plastik untuk daur ulang.

Juru bicara Kementerian Luar Negeri Armanatha Nasir mengatakan bahwa saat ini pihak KBRI masih menunggu akses konsuler ke kepolisian Diraja Malaysia. KBRI juga telah menunjuk pengacara untuk Siti Aisyah.

"Saya tekankan langkah Indonesia melalui KBRI kita di Kuala Lumpur itu sangat cepat dan sangat proaktif," kata Armanatha. "Dalam pertemuan bilateral dengan Vietnam dan Malaysia beberapa hari lalu, ibu menteri Retno Marsudi sudah mengupayakan akses konsuler ini, dan menlu Malaysia akan mengupayakan."

Iklan

Armanatha mengatakan bahwa pihak kemenlu sudah mengonfirmasi bahwa paspor yang digunakan Siti adalah asli, namun masih perlu diverifikasi lagi apakah betul si pemegang sesuai dengan data paspor.

Terkait Siti yang menurut penyidik telah mengetahui apa yang dilakukan, Kementerian Luar Negeri mengaku belum dapat mengonfirmasi hal tersebut karena belum ada komunikasi resmi dengan pihak penyidik.

"KBRI kita sudah berusaha bertemu dengan pihak penyidik, dan pengacara sudah meminta informasi. tapi hal tersebut tidak disampaikan kepada kita," kata Armanatha.

Pemerintah Indonesia karenanya, dalam posisi tak jauh beda dari keluarga. Mereka hanya bisa menunggu sampai skandal pembunuhan pelik ini diungkap Kepolisian Malaysia.

Semua orang terus menunggu. Selama itu pula pembacaan Quran akan terus mengalun dari Serang.