The VICE Guide to Right Now

Penusukan Syekh Ali Jaber Memperpanjang Daftar Penyerangan Pemuka Agama di Indonesia

Syekh Jaber merasa penusuknya terlatih. Karena para pelaku seringkali disebut mengalami gangguan jiwa, muncul isu itu dalih penyerangan sistematis kepada ulama. Rumor tersebut dibantah polisi.
Penusukan Ulama Syekh Ali Jaber di Lampung dan Tren Penyerangan Pemuka Agama di Indonesia
Rekaman detik-detik penusukan Syekh Ali Jaber di Lampung beredar di medsos [kiri], screenshot via akun @_irfanfrdynsh; sosok Syekh Ali Jaber via Wikimedia Commons/ lisensi CC 3.0 

Ulama terkemuka Syekh Ali Jaber ditusuk orang tak dikenal saat menghadiri wisuda Tahfidz (penghafal) Alquran di Masjid Falahuddin, Bandar Lampung, pada Minggu (13/9) kemarin. Kejadian berawal saat seorang santri dan ibunya naik ke atas panggung untuk dites hafalan quran. Setelah dites, keduanya minta selfie dengan Syekh Ali.

Karena ponsel sang ibu memorinya penuh, Syekh Ali meminta ada jamaah bersedia meminjamkan ponsel kepada sang ibu. Satu orang berkaos biru langsung inisiatif maju menyambut permintaan dengan sedikit berlari. Bukan ponsel yang ia bawa, melainkan sebilah pisau.

Iklan

Pelaku menerjang Syekh Ali dan mengarahkan tusukan pisau ke leher dan dada. Beruntung, Syekh Ali reaktif menghindar sehingga tusukan “hanya” mengenai bahu bagian kanan. Cuplikan video kejadian, dengan peringatan bahwa ini konten kekerasan, bisa dilihat di tautan ini.

Peserta wisuda yang geram lantas memukuli pelaku, sebelum akhirnya dibawa ke kantor polisi. Setelah pemeriksaan awal, polisi meyatakan pelaku, berinisial AA, melakukan serangan karena “dihantui” ulama kelahiran Arab Saudi yang kini menjadi warga negara Indonesia itu.

“Karena dia berawal dari halusinasi visual. Kalau bahasanya dia [pelaku] di BAP [Berita Acara Penangkapan] itu dihantui oleh Syekh Ali Jaber. Sebelumnya [Syekh Ali] pernah ditemui [pelaku] setahun yang lalu, sering lihat di TV,” ujar Kasat Reskrim Polresta Bandar Lampung Rezky Maulana kepada Detik.

Keluarga pelaku mengklaim AA sejak lama mempunyai gangguan jiwa. Saat ini, tim penyidik kepolisian sedang menghubungi saksi ahli dari rumah sakit jiwa setempat untuk memastikan klaim. Sementara, pelaku tengah dijerat ancaman pasal penganiayaan berat dengan hukuman penjara lima tahun.

Syekh Jaber, saat menggelar jumpa pers selepas diizinkan pulang dari RS, meragukan penusuknya bertindak nekat karena gangguan jiwa. “Saya sendiri yang mencabut [pisaunya]. Tusukannya cukup keras, cukup kuat. Sampai separuh pisau masuk ke dalam, cukup dalam. [Pelaku] bukan yang, maaf, gila sembarangan. Pertama, dari segi kekuatan, badannya kurus, kecil. Tidak mungkin jika melihat tubuhnya bisa ada kekuatan sampai separuh pisau menusuk,” kata Ali Jaber kepada Kompas.

Iklan

Kejadian ini mengembalikan ingatan publik pada sejumlah penyerangan pemuka agama sebelum-sebelumnya. Kasus serupa pernah terjadi di Kabupaten Bandung, 27 Januari 2018. Pemimpin Pondok Pesantren Al-Hidayah Santiong, K.H. Emon Umar Basyri dianiaya orang seusai salat Subuh berjamaah di. Pelaku diketahui berinisial A, berusia 50 tahun, dan menganiaya dengan tangan kosong. Dua jam setelah kejadian, pelaku ditangkap tidak jauh dari musala.

Sama seperti kasus di Lampung, pelaku penganiaya Umar Basyri juga diklaim punya gangguan kejiwaan. “Pasien mempunyai riwayat pernah di RSJ Jabar,” kata dokter RSJ Cisarua Leny Irawati dilansir Media Indonesia. RSJ Cisarua punya catatan bahwa A pernah dirawat di sana selama sebulan.

Hanya berselang lima hari, gantian Ustaz Prawoto yang dianiaya di rumahnya sendiri oleh seorang tetangga yang depresi. Peristiwa ini yang terjadi pada 1 Februari 2018 tersebut berakhir tragis dengan meninggalnya korban. Lalu, belum sampai sebulan, pada 19 Februari 2018 K.H. Hakam Mubarok di Lamongan diamuk seseorang saat sedang salat zuhur di masjid. Pelakunya pun divonis mengidap gangguan jiwa.

Namun, penganiayaan kepada pemuka agama tak hanya terjadi kepada kiai dan ustaz. Bulan Februari 2018 menjadi bulan yang sangat kelam ketika acara misa Minggu pagi di Gereja Katolik St. Lidwina Bedog, Sleman diserang seorang pemuda tak dikenal. Pelaku bernama Suliono membawa pedang saat menerobos ibadah hari itu. Tiga jemaat, satu polisi, dan satu pastor terluka. Sang pastor, Romo Karl Edmund Prier, SJ, bahkan mengalami perdarahan kepala. Kasus di Jogja ini masuk ranah terorisme sebab penyelidikan mengatakan Suliono diduga kuat punya keterikatan dengan paham ekstremis-intoleran.

Iklan

Terakhir, juga terjadi di Februari 2018, seorang biksu diserang dengan cara yang menjatuhkan mental: dipersekusi. Pada 4 Februari Biksu Mulyanto Nurhalim dipaksa membuat pernyataan untuk tidak melakukan ibadah Buddha di Desa Babat, Tangerang.

Sepanjang Desember 2017 sampai Februari 2018, aparat mencatat ada 21 peristiwa kekerasan yang dialami tokoh agama. Kejadian tersebar di Aceh, Banten, DKI Jakarta, Yogyakarta, Jawa TImur, dan Jawa Barat. Tokoh agama Din Syamsuddin meyakini telah terjadi penyerangan sistematis yang menyasar tokoh agama, tujuannya untuk adudomba antarumat beragama.

Polisi sendiri membantah dan mengatakan kejahatan terhadap pemuka agama tidak berhubungan satu sama lain. Sehingga disimpulkan aparat, rententan insiden tersebut bukan lah penyerangan sistematis dengan target pemuka agama.

“Seluruh peristiwa itu murni kriminal biasa. Pelaku, modus hingga motifnya beragam dan tak ada kecenderungan seperti yang selama ini jadi pembicaraan masyarakat,” kata Kabareskrim Mabes Polri Ari Dono Sukmanto, saat dikutip Tribunnews.