FYI.

This story is over 5 years old.

Persekusi LGBTQ

Brunei Segera Kriminalisasi LGBTQ, Ancaman Hukumannya Rajam Sampai Mati

Aturan diskriminatif berlaku mulai awal April 2019. Brunei jadi negara pertama di Asia Tenggara mempersekusi homoseksual.
Penguasa Brunei Sultan Hassanal Bolkiah terapkan hukum syariat, LGBTQ diancam hukuman rajam sampai mati
Penguasa Brunei Sultan Hassanal Bolkiah Saat perayaan kemerdekaan pada  Februari 2018 lalu. Foto oleh Ahim Rani/ Reuters

Pada awal April 2019, Brunei Darussalam akan menjadi negara pertama di Asia Tenggara yang mengkriminalisasi homoseksualitas sebagai pelanggaran pidana. Ancaman hukumannya tak main-main, paling berat adalah dirajam batu sampai mati. Hukuman lain bersiap mengancam komunitas Lesbian, Gay, Biseksual, Transgender, dan Queer (LGBTQ) di kesultanan itu adalah cambuk.

Pemidanaan minoritas seksual ini merupakan perubahan hukum yang terjadi, menyusul keputusan sultan untuk menerapkan Syariat Islam secara menyeluruh di Brunei, mencakup warga dari semua latar belakang ras dan agama. Sultan Hassanal Bolkiah, penguasai Brunai, mengakui kebijakan ini kontroversial. "Keputusan menerapkan hukuman berat ini tidak untuk mencari perhatian, tapi semata untuk mengikuti perintah Allah SWT sebagaimana tertulis di Kitab Suci Al Quran," ujarnya.

Iklan

Sebelumnya, sultan yang sekaligus menjabat sebagai Perdana Menteri Brunei ini menyatakan penerapan hukum syariah akan berlangsung dalam tiga tahap. Pada tahap pertama, saat kebijakan itu diumumkan Mei 2014, hukum syariat hanya menyasar terlebih dulu muslim.

Kejahatan yang langsung dikenai hukum syariat misalnya memilik anak dari hubungan zina, sengaja tidak salat Jumat, atau mendakwahkan ajaran agama selain Islam. Semua pelanggar akan diadili oleh Pengadilan Syariat. Pelanggar diancam denda atau hukuman penjara.

Brunei berencana menerapkan perubahan tahap kedua implementasi syariat Islam untuk pencurian dan konsumsi alkohol pada 2015. Selanjutnya, tahap ketiga, hukum Islam diterapkan secara nasional pada 2016. Namun, akibat kecaman dunia internasional yang massif, termasuk dari negara-negara sekutu, Sultan Bolkiah menunda penerapan dua tahap lanjutan.

Lima tahun setelah penerapan Syariat Islam pertama kali diumumkan, Sultan Bolkiah ternyata berkukuh meneruskan kedua tahap tersebut. Mulai 3 April 2019, siapapun yang terbukti melakukan hubungan seks sesama jenis, perselingkuhan, sodomi, pemerkosaan, dan penistaan agama di wilayah Brunei, diancam hukuman cambuk hingga rajam batu sampai mati. Dari total 400 ribu penduduk Brunei, 67 persen di antaranya adalah muslim. Hanya saja, berkaca pada penerapan hukum syariat tahap pertama, aturan tersebut ternyata juga berlaku untuk non-muslim. Sehingga, besar kemungkinan sebagian aturan pidana spesifik menyasar LGBTQ ini juga bisa berlaku untuk warga yang tidak beragama Islam.

Iklan

Keputusan Brunei ini segera disambut kecaman dari seluruh dunia. Brunei dipastikan melanggar penghormatan terhadap hak asasi yang sudah dicanangkan Perserikatan Bangsa Bangsa—dan ikut diteken kerajaan kaya minyak ini. Brunei turut melanggar Konvensi PBB yang Menolak Penyiksaan Serta Upaya Merendahkan Harkat dan Martabat Manusia, walaupun beleid itu tak pernah diratifikasi kesultanan.

Menurut aktivis Matthew Woolfe, selaku pendiri kelompok pemantau hak asasi The Brunei Project, kesultanan tidak pernah mengumumkan pada publik ada perubahan soal implementasi syariat Islam sebelum kabar ini ramai di media massa. Ada peluang untuk mendorong referendum, namun hal itu sulit dilakukan karena tenggat pelaksanaannya kurang dari sepekan.

"Kami berusaha untuk menekan pemerintah Brunei untuk mengkaji lagi aturan ini, tapi waktunya sangat mepet mengingat jadwal pemberlakuan hukum baru tersebut," kata Woolfe saat dihubungi Reuters. "Keputusan [Sultan Bolkiah] mengejutkan banyak pihak di dalam negeri. Pegawai pemerintah pun terburu-buru untuk menerapkan aturan baru tersebut."

Kebijakan Brunei jauh lebih frontal dibanding tindakan hukum yang diambil pemerintah Indonesia atau Malaysia, yang sama-sama berpenduduk mayoritas muslim. Walaupun kampanye anti LGBTQ berlangsung di berbagai wilayah, satu-satunya provinsi di Indonesia yang menghukum gay karena orientasi seksualnya hanya Nangroe Aceh Darussalam.

Di luar Aceh, penangkapan transgender atau homoseksual di Tanah Air biasanya dilakukan polisi saat menggerebek spa, hotel, dan ruang privat memakai UU Pornografi dan Pornoaksi—bukan karena preferensi seksualnya.

Sejak lama homoseksualitas memang dianggap ilegal di Brunei. Namun sebelumnya, hukuman maksimal yang dijatuhkan hanya penjara 10 tahun.