Skandal Rizieq Shihab

Negosiasi Rumit di Balik Upaya Pemulangan Rizieq Shihab ke Tanah Air

Persaudaraan Alumni (PA) 212 ingin sang habib idola bisa kembali ke Indonesia pada 4 Desember mendatang. Tapi negosiasi antara Kerajaan Arab Saudi dan Indonesia masih belum tuntas.
Negosiasi Rumit Indonesia-Saudi di Balik Upaya Pemulangan Habib Rizieq Shihab ke Tanah Air
Habib Rizieq Shihab diperiksa petugas saat berkunjung ke Lapas Nusakambangan menjenguk Abu Bakar Ba'asyir pada 2016 lalu. Foto oleh Muhammad Azka/AFP

Persaudaraan Alumni (PA) 212 berkeras ingin memulangkan Imam Besar FPI dan Pembina Tunggal mereka, Habib Rizieq Shihab, ke Tanah Air. Mereka berharap Rizieq bisa hadir dalam pertemuan alumni PA 212 pada 4 Desember mendatang di Jakarta. Tapi keinginan tinggal keinginan. Menurut Duta Besar Kerajaan Arab Saudi untuk Indonesia Esam A. Abid Althagafi, masalah kepulangan Rizieq terus dinegosiasikan pejabat tinggi Indonesia-Kerajaan Arab Saudi.

Iklan

"Masalah ini sebenarnya sedang dinegosiasikan oleh pejabat tinggi antara dua negara dan kami berharap hal itu dapat diselesaikan segera. Saya tidak bisa mengatakan apa-apa karena sedang dinegosiasikan oleh dua otoritas antara Saudi Arabia dan Indonesia," ujar Esam saat mengomentari masalah kepulangan Rizieq selepas rapat di kantor Kemenko Polhukam, Senin (25/11), dilansir Detik. Menurut pengakuan Esam, dia bertemu Menko Polhukam Mahfud MD membahas hubungan bilateral. Forum itu, menurutnya, tidak menyinggung pemulangan Rizieq sama sekali. Adapun PA 212 serius menempuh jalur diplomasi demi memulangkan pembina mereka.

Menurut keterangan Ketum PA 212 yang sebelumnya jadi jubir FPI Slamet Maarif, ormas tersebut sudah mengirim surat ke, salah satunya, Komnas HAM dalam rangka audiensi. Situasi ini ironis, karena pada tahun 2000 lalu, FPI pernah menggelar demo agar Komnas HAM dibubarkan aja.

Berita kepulangan Rizieq sebenarnya mereda sejak dia tiba-tiba membatalkan penerbangannya pada Februari 2018. Padahal, ratusan pendukungnya sudah menyambut di Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang.

"Atas petunjuk istikharah, HRS menemukan jawaban bahwa sangat mudarat bila terburu-buru kembali ke tanah air," kata Ketua Progress 98 dan Pendiri Presidium Alumni 212 Faizal Assegaff waktu itu, dikutip CNN Indonesia.

Setelah itu isu kepulangan Rizieq tak pernah benar-benar memanas, sampai pada perayaan Maulid Nabi Muhammad saw. di Petamburan, Jakarta Barat, 8 November 2019, diputar video Habib Rizieq yang bicara bahwa dirinya tak bisa pulang karena dicekal Kerajaan Arab Saudi. Sambil mengacungkan dua lembar kertas, Rizieq berkata pencekalan itu atas permintaan pemerintah Indonesia.

Iklan

"Jadi kedua surat ini merupakan bukti nyata, riil, otentik, kalau saya memang dicekal oleh Pemerintah Saudi atas permintaan Pemerintah Indonesia," ujar Rizieq di video. Pernyataan itu kemudian dibantah Mahfud MD.

Jika selama 2017 dan 2018 Habib Rizieq lima kali berencana pulang dan selalu nggak jadi karena keputusan pribadi yang meragukan keamanan dirinya di tanah air, masuk ke 2019 kepulangan Rizieq selalu disebut terganjal urusan birokrasi.

Bisa jadi perubahan alasan itu karena "kriminalisasi" yang membelit Rizieq sudah dihentikan kasusnya oleh polisi. Kasus chat porno yang dilaporkan Aliansi Mahasiswa Anti Pornografi di Januari 2017 telah di-SP 3 polisi pada Juni 2018. Demikian juga kasus penodaan Pancasila yang di-SP 3 Mei 2018.

Alasan pencekalan bukan kabar baru, melainkan sudah disebut-sebut sejak Juli 2019. Namun, oleh pemerintah Indonesia dan pakar hukum, selain disanggah, alasan pencekalan oleh Arab Saudi atas permintaan Indonesia dianggap tidak masuk akal.

"Kalau misalnya Pemerintah Indonesia meminta ke Arab Saudi, itu seolah-oleh Pemerintah Arab Saudi bisa didikte oleh Indonesia," kata pakar hukum internasional Hikamahanto Juwana di acara bincang-bincang Indonesia Lawyer Club, yang tayang Juli 2019.

Dugaan intervensi pemerintah yang ingin menghalang-halangi Rizieq pulang inilah yang jadi landasan mengapa PA 212 dan simpatisan Rizieq menekan pemerintah untuk memulangkan Rizieq.

Iklan

Tapi karena pemerintah juga nggak pernah ngaku berperan dalam pencekalan Rizieq, maka keluarlah ujaran Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko ini: "Ya, siapa yang pergi? Siapa yang pulangin? Kan pergi, pergi sendiri, kok dipulangin, gimana sih? Emangnya kami yang ngusir? Kan enggak?"

Anggota Badan Komunikasi Partai Gerindra Andre Rosiade pernah mengatakan, ada “faktor x” yang bikin pemerintah perlu turun tangan memulangkan Rizieq. Ketika ditanya apa sih “faktor x” itu, Andre mengelak. "Gue enggak tahu, tanya Habib Rizieq sama pemerintah yang tahu lah."

Jika kubu PA 212 membawa isu pencekalan, Duta Besar Indonesia untuk Kerajaan Arab Saudi Agus Maftuh Abegebriel mengatakan sang ulama karismatik itu sulit keluar dari Saudi karena sudah melanggar batas waktu tinggalnya (overstay) yang habis Agustus tahun lalu. Dengan demikian, Rizieq baru bisa pulang ke Indonesia setelah membayar denda senilai Rp550 juta untuk dirinya dan empat anggota keluarga.

Pengacara Rizieq, Sugito Atmo Pawiro, meragukan penyebab pencekalan adalah overstay. Karena orang asing yang overstay seharusnya ditahan dan dideportasi, bukannya dilarang pergi. Sementara itu, Ketua DPP FPI Sobri Lubis maunya pemerintah yang bayar denda overstay setengah miliar itu. Alasannya overstay terjadi bukan karena Rizieq ingin melanggar aturan, melainkan akibat kebijakan pemerintah Indonesia yang membuatnya tak bisa pergi dari Negeri Petro Dollar tersebut.

Iklan

Rumit sekali memang urusan memulangkan Rizieq ini. Kepergian yang tadinya cuma untuk umrah, dua hari setelah ia absen pemeriksaan polisi di kasus chat porno, berujung overstay. Siapa pun yang menyebabkan Rizieq tak bisa pulang-pulang, ia jelas membuat keadilan tak bisa ditegakkan karena saat ia pergi, Rizieq tengah berperkara dalam 7 kasus pidana.

Lalu bagaimana menyelesaikan persoalan yang satu kubu minta Rizieq dipulangkan, sementara pemerintah dan otoritas terkait lainnya lepas tangan? F

adli Zon punya jawabannya. Ia meminta negara menjemput Rizieq dengan berkaca pada preseden Amerika Serikat.

"Tahun 2009, misalnya, pemerintah AS mengutus mantan presiden Bill Clinton bernegosiasi dalam pembebasan dua wartawan AS, Euna Lee dan Laura Ling, yang ditahan oleh pemerintah Korea Utara," ujar Zon. "Hal yang sama juga terjadi pada 2010, saat itu pemerintah AS mengutus mantan presiden Jimmy Carter untuk bernegosiasi dengan Korea Utara demi membebaskan AijalonMahli Gomes, seorang warga AS yang ditahan karena memasuki wilayah Korut secara ilegal."

Jadi, apakah SBY dan Megawati perlu turun langsung menjemput Rizieq?