FYI.

This story is over 5 years old.

Problem Medis Aneh

'Kehamilan Palsu': Misteri Dunia Kedokteran Aneh Tak Kunjung Terpecahkan

Sudah banyak perempuan sejagat mengalaminya. Perut membesar, terkesan bisa melahirkan setiap saat. Nyatnaya, tak ada bayi sama sekali. Kosong.
Audy Bernadus
Diterjemahkan oleh Audy Bernadus
Foto ilustrasi oleh Getty Images/Nico Photo.

Artikel ini pertama kali tayang di Tonic.

"Kamu menghubungi saya karena kasus yang terjadi tahun 1990, kan?"

Ya, saya langsung mengaku. Walaupun berselang 25 tahun lebih, Paul Paulman, dokter sekaligus wakil dekan di University of Nebraska Collage of Medicine, masih ingat mengenai kasus itu. Kasus wanita berusia 30-an yang datang ke rumah sakit di mana Paulman bekerja. Perut wanita itu membesar dan sepertinya sedang hamil tua, wanita itu akan segera melahirkan. Seharusnya itu jadi persalinan biasa. Namun yang terjadi justru sangat mengejutkan.

Iklan

Awalnya tim dokter melakukan pengecekan ultrasound buat memeriksa kondisi bayi. Saat itulah Paulman menemukan hal mencengangkan. Wania yang sedang hamil itu tidak memiliki rahim. Wanita itu sudah pernah melakukan operasi pengangkatan rahim, sehingga mustahil baginya hamil. Wanita itu juga sadar dirinya sudah tidak lagi memiliki rahim, cuma, fakta perutnya terus membesar membuatnya yakin dirinya sedang hamil dan akan segera melahirkan. Ini merupakan kasus kehamilan palsu atau yang biasa disebut sebagai pseudocyesis dalam dunia kedokteran. Kasus kehamilan palsu sangat jarang terjadi, hanya ada 80 kasus yang ditemukan dalam berbagai penelitian medis sepanjang kurun 2000 hingga 2014. Paulman belum pernah menemukan kasus lain sepanjang karirnya.

Tidak semua dokter siap menemukan fakta mengejutkan seperti yang Paulman temukan. Di North Carolina pada 2010, terjadi kasus kehamilan palsu di ruang operasi. Seorang wanita yang terlihat hamil akan menjalani bedah cesar. Para dokter mengakui bahwa sudah melakukan upaya agar wanita itu menjalani persalinan normal, sebelum akhirnya setuju untuk melakukan bedah cesar. Ketika para dokter mulai membedah perutnya, ditemukan bahwa tidak ada bayi di dalam perut wanita itu. Faktanya tidak pernah ada bayi di dalam perut wanita itu, dan para dokter luput untuk menyadari ini sebelum melakukan operasi. Kasus yang sama terjadi di Rio de Janeiro pada tahun 2013, seorang wanita yang tampak hamil pergi ke rumah sakit untuk melahirkan. Ketika tim dokter memeriksa denyut nadi bayi, mereka tidak bisa menemukannya. Maka tim dokter tersebut segera melakukan bedah cesar untuk menyelamatkan sang bayi. Dan mereka terkejut ketika menemukan bahwa memang tidak ada bayi di dalam perut wanita itu.

Iklan

Kasus kehamilan palsu sudah ditemukan dalam literatur medis sejak jaman kuno. Hippocrates melaporkan bahwa dirinya menangani kasus kehamilan palsu ini sebanyak 12 kali sekitar tahun 300 SM. Di Kerajaan Cina Kuno, kasus kehamilan palsu dijuluki sebagai "hamil janin Hantu", dan dipercaya bahwa kasus ini terjadi pada wanita yang melakukan hubungan seks dengan hantu. Di negara Barat, kasus Mary Tudor dijuluki kasus kehamilan palsu paling terkenal. Perempuan itu mengira bahwa dirinya hamil, namun ternyata tidak ada bayi di dalam perutnya.

Tanpa alat penguji kehamilan modern, seperti alat uji ultrasound, sulit membedakan mana kehamilan yang asli dan yang palsu. wanita yang mengalami kehamilan palsu juga mendapat tanda-tanda kehamilan yang biasanya terdapat pada kehamilan asli, seperti perut membesar, payudara membengkak, serta menstruasi terhenti. Satu-satunya yang tidak ada justru elemen terpenting: bayinya. Delusinya tampak semakin nyata ketika kasus semacam itu terjadi pada wanita dalam usia subur dan sudah menikah. Banyak pihak yang sudah mencoba memahami fenomena aneh ini.

Kehamilan palsu secara resmi dikategorikan sebagai penyimpangan somatoform, gangguan psikis berdampak pada tubuh, menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders. Ini adalah catatan diagnosa dan klasifikasi untuk psikiater. Apa yang menyebabkan kehamilan palsu masih menjadi perdebatan, namun ada beberapa teori beredar. Keinginan hamil bisa sangat kuat, kata Paulman, sehingga pikiran tersebut memicu tubuh melepaskan hormon yang sama seperti ketika tubuh seorang wanita hamil. Artinya keinginan hamil yang sangat kuat secara psikologis memicu tubuh mengeluarkan hormon menyebabkan tanda-tanda kehamilan kata Catherine Birndorf, psikiater reproduksi dan clinical associate professor of psychiatry di Rumah Sakit New York Presbyterian.

Iklan

Karena kasus ini sangat langka, maka sangat sedikit penelitian yang dilakukan untuk kasus kehamilan palsu. Biasanya penelitian yang ada adalah penelitian studi kasus untuk pengalaman wanita yang pernah mengalaminya. Wanita-wanita yang pernah mengalami ini jarang yang secara sukarela menawarkan diri untuk sebuah penelitian.

Kehamilan palsu juga banyak terjadi pada binatang. Anjing menjadi jenis binatang yang paling rentang mengalami kehamilan palsu, ketika anjing betina kawin dengan anjing jantan yang telah dikebiri. Pada binatang, kemahilan palsu disebabkan oleh banyaknya hormon reproduksi yang dikeluarkan oleh tubuh binatang selama kawin. Binatang jenis lain, seperti kambing, juga bisa mengalami kehamilan palsu. Seekor panda betina sempat dilaporkan berpotensi mengalami kehamilan palsu, meskipun pawangnya tidak yakin apakah panda tersebut benar-benar akan mengalami kehamilan palsu atau hanya memalsukan tanda-tanda kehamilan agar diperlakukan dengan lebih baik.

Di sisi lain, ada bukti secara psikologi bahwa pergantian hormon bisa saja terjadi. Kehamilan palsu seringkali terjadi di negara berkembang, di mana menjadi seorang ibu merupakan bagian dari peran wanita di masyarakat. Peneliti percaya bahwa tekanan bagi wanita untuk melahirkan anak, khususnya anak laki-laki, yang disertai dengan tidak terpenuhinya aspek kehidupan lain seperti karier, dapat meningkatkan resiko terjadinya kehamilan palsu. Di negara berkembang, ketidaksuburan seringkali dipersalahkan kepada wanita (faktanya ketidaksuburan bisa disebabkan karena pria dan wanita), menambah tekanan kepada wanita sehingga meningkatkan resiko terjadinya kehamilan palsu. Paulman menyebutkan bahwa kondisi ini melibatkan fisik, emosi, dan kondisi masyarakat, seperti anorexia nervosa.

Iklan

Meskipun sangat langka, Paulman mengatakan bahwa kasus kehamilan palsu pada pria juga bisa terjadi, khususnya pria yang mengalami gangguan jiwa. Sebagai contoh, penelitian berdasarkan kasus dari tahun 1995 menyebutkan seorang pria berusia 43 tahun dari Virginia yang mengidap schizophrenia mengalami halusinasi visual dan harus keluar masuk rumah sakit seumur hidupnya, sambil percaya bahwa dirinya hamil.

Tapi pria yang sehat secara jasmani dan rohani bisa mengalami tanda-tanda kehamilan karena apa yang terjadi pada pikiran. Meskipun sadar bahwa mereka secara fisik tidak bisa hamil, pria kadang-kadang mengalami tanda-tanda kehamilan sebagai bentuk simpati kepada pasangannya yang sedang hamil. Tanda-tanda kehamilan itu misalnya sakit pungung dan kenaikan berat badan. Itu merupakan respon empati yang berlebihan, kata Birndorf.

Bagi wanita yang sedang mengalami delusi bahwa dirinya sedang hamil, tes ultrasound kadang-kadang tidak cukup untuk menunjukkan bahwa tidak ada bayi dalam perutnya. Beberapa pasien bersikeras bahwa dokternya salah memeriksa, kata Paulman. Terapi sangat direkomendasikan, tetapi kebanyakan pasien yang mengalami kehamilan palsu tidak bisa diyakinkan bahwa tidak ada yang salah dengan mereka. Menghancurkan delusi seseorang sangat sulit, kalau anda mengatakan kepada seorang pasien bahwa mereka tidak hamil, padahal mereka sangat percaya bahwa mereka hamil, pasien itu akan kehilangan kepercayaan kepada anda dan pergi ke dokter lain, kata Birndorf.

Penanganan yang lebih efektif sepertinya tidak bisa dibuat dalam waktu dekat. Paulman mengatakan bahwa ini merupakan kelainan yang sangat sulit diterima oleh orang yang mengalaminya, namun kelainan ini tidak mematikan. Paulman juga menambahkan bahwa tidak ada perusahaan farmasi yang mau mendanai sebuah penelitian tentang kehamilan palsu karena dalam kasus kehamilan palsu, penderitaan lebih besar dirasakan oleh yang mengalaminya, bukan pada masyarakat.