To Hell And Back adalah kolom mingguan asuhan editor metal Noisey Kim Kelly yang berisi rekomendasi band metal keren dari pojok skena metal global.Minggu lalu, saya menulis tentang usulan mempertanyakan obsesi kita pada band tertentu atau malah sekalian meninggalkan idola kita karena dosa-dosa yang kita perbuat sendiri. Ini bukan masalah yang enteng untuk diperbincangkan. Dan, aku senang sekali melihat artikel saya memantik perdebatan yang melibatkan sejumlah orang yang saya hormati (plus, tak banyak email bernada kebencian yang masuk ke inbox saya). Minggu ini, jujur saja, saya sudah kehabisan tenaga untuk menulis hal-hal yang agak filosofis tentang musik. Pasalnya, setelah menyelesaikan senarai band metal keren minggu lalu, saya hampir tak mendengarkan musik sama sekali.
Iklan
Saya tak menyetel musik di laptop. Lagipula, saya sibuk ikut serta menjadi panitia kolektif #OccupyICENYC. Sebagian waktu saya dihabiskan di I.C.E. processing center di 201 Varick Street, Lower Manhattan. Memang, dalam kegiatan Occupy tersebut, ada momen-momen—seperti saat lelaki bercelana pendek dan berkaos Morbid Angel lewat di depan saya atau beberapa orang memainkan gitar, ukulele atau bahkan akordion—yang menyadarkan saya bahwa musik ada. Hanya saja, kuping saya sedang tak sengaja puasa musik.Revolusi biasanya punya soundtrack sendiri. Tapi, kali ini, saya tak tahu pasti seperti apa bunyi soundtrack #OccupyICENYC. Semoga sih segalak lagu-lagu Iskra.Kalau dipikir-pikir, perubahan kebiasaan saya dalam menyimak musik ini agak terasa ganjil. Biasanya, saya bisa mendengarkan musik sampai delapan jam sehari (atau lebih, kalau saya nonton gig sepulang ngantor dan masih punya tenaga sisa untuk memutar piringan hitam country punya bapak setiba di rumah), seminggu ini, tak satu jampun saya mendengarkan musik. Setelah bertahun-tahun menulis tentang metal, saya malah jarang sekali mendengarkan musik di rumah. Kesannya kurang berdedikasi banget sih, tapi berprofesi sebagai penulis musik dengan desibel tinggi membuat saya peka akan pentingnya keheningan. Selain itu, di luar lingkungan kerja/metal saya, aktivitas politik saya memaksa saya terpapar suara LRAD, pekikan dan sirene seumur hidup. Implikasinya, saya makin menghargai momen-momen hening di tengah kegaduhan.
Iklan
Alhasil, saya kok merasa agak janggal saat kembali menyimak musik delapan jam dalam sehari. Untungnya, rasa janggal ini segera hilang setelah saya menyadari bahwa ujung-ujung saya bakal menenggelamkan diri dalam album-album bagus dan asik headbanging di meja saya—kebiasaan yang sepertinya sudah ditolerir kolega saya di lantai editorial VICE. Kemarin, saya terhanyut dalam album Into Vermillion Mirrors milik Adzalaan. Hari ini, giliran album Forest of Grey, Crypsis yang membetot perhatian saya (beneran loh, album ini menyita perhatian saya—Crypsis adalah campuran dari atmospheric black metal dan epic crust, selera saya banget lah pokoknya).Di bawah in adalah sejumlah band yang albumnya saya geber habis-habisan minggu ini. Beberapa di antaranya adalah kawan lawan, band-band favorit dan penemuan-penemuan baru (maaf kalau list kali ini tak sepenuhnya metal. Cuma bersyukurlah, saya tak jadi memasukkan Merle Haggard dalam list ini).Setelah sekian tahun mengikuti tur kolektif sludge punk asal Savannah ini, saya akui saya terlanjur bias terhadap Black Tusk. Pun begitu, saya tak berusaha menutupi kekaguman saya. Mereka sudah seperti kerabat sendiri dan aku masih kehilangan Athon—yang tak terasa sudah empat tahun meninggalkan kami. Kini dengan tambahan dua kawan lama di bass (Corey Barhorst) dan gitar (Chris “Scary” Adams), dua awak utama Black Tusk, Andrew Fidler dan James May tengah mempersiapkan rilisan baru mereka T.C.B.T., album pertama mereka tanpa kehadiran Athon. Saya harus akui—meski saya punya bias menahun pada band ini—album ini teramat bagus. “Burn the Stars,” single album pertama album itu, kaya dengan semangat punk ugal-ugalan dan riff-riff rawa berat khas Savannah.
Black Tusk
Iklan
Dakhma
Escuela
Escuela terus menyuguhkan musik buas. Band powerviolence asal Ithaca ini bermain tanpa ampun dalam split bersama kolektif grindcore gila asal Oakland Violent Opposition. Saya lupa apa saya sempat menulis tentang band ini dan neraka sonik yang mereka ciptakan di Noisey. Kalau belum sih, kebangetan deh. Ecuela adalah band super keren.
Dead Wretch
Iklan
Skeleton
Timelost
Agnosy
Grave Plague
Saya ambil track Grave Plague, dari sampler baru Give Praise Records, The Two Faces of Reality, tapi ada track-track keren lainnya di sana, terutama kalau kamu suka lagu-lagu yang cepat dan buruk rupa. Grave Plague sepertinya punya prospek yang terang dengan tampang mereka yang mirip manusia gua. Mereka mendekati death metal sebagai mana band-band ‘90an memainkan death metal. Artinya, ada cita rasa death metal Florida dan Swedia (paling kentara dari penghormatan mereka terhadap Incantation). Jujur, saya belum banyak mendengarkan lagu-lagu mereka, jadi saya belum berani bilang apa-apa. Tapi, dari satu track yang geber, kolektif death metal asal Cleveland ini pasti saya pantau terus.Kim Kelly adalah seorang editor di Noisey. Colek dia di Twitter .