Membiasakan hidup sebagai lajang layaknya pindah ke Denmark: tempatnya aneh banget dan penyesuaiannya memakan waktu lama. Kamu akan menghabiskan sebulan pertama bertanya-tanya gue di mana sih? Siapa orang-orang yang minum-minum bareng gue ini? Dan secara konstan, pada malam hari, kamu akan mikir Sumpah gue cuma pengin pulang. Bulan pertama kamu akan mewek dan minum terus-terusan; kamu bakal benci keadaan ini, tapi juga sedikit menyukainya. Bulan pertama akan dipenuhi tragedi dan keegoisan di level yang sinematik, dan kamu akan merasa berhak bersedih-sedihan selamanya.
Iklan
Tapi waktu beranjak. Bulan-bulan berlalu dan akhirnya kamu tak lagi merasa berhak curhat ke semua orang soal kisah tragis percintaanmu. Pada akhirnya kamu akan mengatakan sesuatu soal mantanmu yang menurutmu lucu—atau kamu niatkan sebagai hal lucu—dan temanmu akan bilang, “Sori, gue tahu move on pasti gak gampang. Tapi ini udah setahun lho.”Dan temanmu itu benar. Setahun adalah batas waktu kamu bersedih-sedihan, dan itu juga waktu yang cukup untuk membiasakan diri hidup melajang. Setahun adalah waktu yang dibutuhkan untuk mengkalibrasi ulang dan menyesuaikan diri, mungkin dengan beberapa batu loncatan selama prosesnya.Ini lah batu-batu tersebut.Hal-hal seperti ini biasanya enggak mengagetkan. Justru masuk akal, kalau kamu menganalisa hal-hal dan perubahan-perubahan yang terjadi beberapa bulan menuju putus. Hanya saja, kalian enggak mengakuinya. Kalian menghabiskan waktu untuk bertengkar soal siapa yang terakhir kali belanja bulanan, atau berpura-pura baik-baik saja padahal habis menangis semalaman. Kalian tidak berani membicarakan hal yang benar-benar kalian takutkan, jadi kalian mengabaikannya karena terlalu keras kepala dan malas.Jadi untuk sementara waktu kamu menginap di kosan teman, dan bangun di pagi hari dengan perasaan nyesek sekaligus lega. Kamu enggak menyesal, kamu hanya bingung sekarang mesti apa. Kalau kamu cowok, biasanya, kamu akan menjawab pertanyaan itu dengan memanjangkan janggut. Kalau kamu cewek, mungkin kamu akan potong poni. Atau mengecat rambutmu jadi warna-warni. Dan terlepas dari gendermu, kamu bakal mabuk-mabukan terus sampai suatu malam kamu ngewe sama orang yang enggak kamu suka dan rasanya bakalan aneh banget: itu apaan? Kenapa gak pas? Dan kenapa kayak gini?
Bulan Pertama: Putus
Iklan
Bulan pertama rasanya eksplosif dan sureal, tapi pada akhirnya kamu enggak belajar apapun. Kecuali bahwa Tinder enggak asik dan kamu enggak jago maininnya.Kehidupan orang dewasa terdiri dari hanya empat kenikmatan sejati. Tanpa urutan tertentu, kenikmatan tersebut adalah: masakan rumah, tidur siang saat hari raya, rintik hujan di atas genteng, dan jatah mantan. Sebagian orang yakin bahwa jatah mantan enggak akan berujung baik, dan mereka benar. Tapi, sori-sori aja nih, mungkin dari awal mereka enggak ngerti enaknya di mana.Jatah mantan biasanya bisa diambil sekitar dua bulan sejak putus. Kalian janjian ngopi buat nanya kabar dan salah satu dari kalian (elo) bakal berkaca-kaca dan ngakuin bahwa hidup tanpa mantan rasanya sepet. “Aku kangen banget,” kamu bakal bilang gitu. Akan ada jeda sebelum mantanmu berpendapat. Dia ingin mengakui bahwa dia juga kangen, tapi takut terkesan lemah. Tapi kini air matamu udah mau luber dan dia tahu gak bakal rugi ngaku kangen. “Mampir ke kosanku ya,” ujarnya. “Sekalian ambil buku-bukumu.”Jadi kamu balik ke kosannya dan yang selanjutnya terjadi enggak perlu diceritakan di sini. Pertanyaannya, kenapa dilakuin sih? Ya, namanya juga manusia. Mungkin kamu lemah saat melihat kamarnya belum berubah, atau baunya masih sama, atau karena kenangan-kenangan lama mulai bermunculan. Terus kamu jadi sedih. Dan ini bikin kamu jadi enggak sedih lagi. Bukan hanya itu, kamu bahkan jadi bersemangat lagi.
Bulan Kedua: Jatah Mantan
Iklan
Bulan Ketiga: Putus Kedua
Bulan Keenam: Rasanya Sih Baik-Baik Aja, Tapi Apa Iya?
Iklan