Polisi Tembak FPI

Komnas HAM: Polisi Berpotensi Melanggar HAM Saat Tembak Mati 4 Laskar FPI

Dari investigasi independen, dari total 6 orang tewas dalam insiden 7 Desember 2020, 4 orang ditembak saat ditahan yang hanya berdasar pengakuan polisi. Karenanya perlu pengadilan pidana terpisah.
Komnas HAM: Polisi Berpotensi Melanggar HAM Dalam Tewasnya 4 Laskar FPI
Pendukung Rizieq Shihab menggelar demonstrasi di Kota Yogyakarta pada 18 Desember 2020, menuntut pengusutan insiden tewasnya enam laskar FPI karena ditembak polisi. Foto oleh Agung Supriyanto/AFP

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) pada Jumat (8/1), mengumumkan hasil investigasi independen atas bentrokan antara personel kepolisian dengan anggota laskar Front Pembela Islam pada 7 Desember 2020. Disimpulkan, tewasnya dua anggota FPI akibat bentrokan dengan aparat, sementara empat orang lain ditembak dalam status tahanan, sehingga berpotensi melanggar HAM.

Komnas HAM menegaskan runtutan kejadian yang menewaskan dua laskar FPI pengawal Muhammad Rizieq Shihab bisa diverifikasi melalui rekaman CCTV, keterangan saksi, olah TKP, serta uji proyektil.

Iklan

Namun untuk tewasnya empat anggota FPI lainnya yang sempat hidup, keterangan hanya berasal dari polisi. Aparat mengaku pengikut Rizieq itu coba merebut senjata petugas dalam perjalanan dari KM 50 Tol Jakarta-Cikampek menuju Polda Metro Jaya, dan karenanya ditembak mati.

Minimnya bukti yang bisa memperkuat alibi kepolisian membuat Komnas HAM menjadikannya sementara ini masuk kategori unlawful killing.

“Terdapat empat orang yang masih hidup dalam penguasaan resmi petugas negara yang kemudian ditemukan tewas, maka peristiwa tersebut bentuk peristiwa pelanggaran HAM," kata Komisioner Komnas HAM Choirul Anam dalam konferensi pers di kantornya. “Penembakan sekaligus empat orang dalam satu waktu tanpa ada upaya lain untuk menghindari jatuh korban jiwa, mengindikasikan ada tindakan unlawful killing terhadap laskar FPI.”

Komnas HAM menyebut rangkaian insiden ini sebagai “Peristiwa Karawang”, karena mayoritas kronologi gesekan antara dua mobil pengawal Rizieq Shihab dengan tiga mobil polisi yang membuntuti paling intens terjadi di Karawang, tepatnya di rute menuju gerbang tol Karawang Barat. Empat titik terpenting dari rangkawan peristiwa ini adalah area depan Hotel Novotel, Jalan Internasional Karawang Barat; Jembatan Badami, Karawang; Rest Area KM 50 Tol Jakarta-Cikampek; serta ruas jalan KM 51 di Tol Jakarta Cikampek

Komnas HAM, dalam laporan yang akan diserahkan ke Presiden Joko Widodo, merekomendasikan peristiwa tewasnya empat laskar FPI perlu diusut lebih lanjut dengan mekanisme pengadilan pidana, tidak bisa diselesaikan dengan pemeriksaan internal polisi saja. Ada dua anggota polisi yang bertanggung jawab atas penembakan tahanan dalam mobil.

Iklan

“Eksekutor sudah kami periksa, pangkat dan identitas sudah kami dapatkan. Tinggal ditindaklanjuti dengan pidana. Kami usulkan pengadilan pidana, karena bisa diuji apakah dia memang pelakunya, dan apa alasannya,” imbuh Choirul.

Meski demikian, Komnas HAM menyebut provokasi awal dilakukan laskar FPI yang memicu insiden ini. Awalnya rombongan pengawal Rizieq Shihab berjumlah delapan mobil, dari kawasan Megamedung, Bogor, berangkat pada 6 Desember 2020 malam. Polisi membuntuti mereka, karena ada informasi Rizieq hendak kabur dari pemeriksaan soal kasus dugaan pelanggaran protokol kesehatan saat menikahkan putrinya di Petamburan.

Rombongan pengawal Rizieq sempat keluar dari gerbang tol Karawang Timur. Enam mobil anggota FPI lantas melaju kencang meninggalkan dua mobil pengawal lainnya, berisi enam orang anggota laskar.

Dua mobil itu, menurut Choirul Anam, ternyata sengaja menunggu dan mengadang mobil polisi yang membuntuti, lalu terjadilan gesekan dengan kendaraan polisi dan saling tembak. Dua anggota laskar FPI bernama Andi Oktavian dan Faiz meninggal di lokasi akibat bentrok, sementara empat lainnya sempat hidup saat digelandang ke mobil polisi, kemudian ditembak mati. Komnas HAM membenarkan adanya senjata rakitan di TKP, namun FPI sempat membantah bila anggotanya memiliki revolver.

Dalam menyusun laporan independen ini, Komnas HAM menyelidiki 9.942 rekaman video, 137 ribu foto, keterangan saksi di sekitar lokasi, mewawancarai polisi hingga pengurus FPI. Uji proyektil dan forensik secara independen juga dilakukan selama sebulan terakhir, termasuk menggelar simulasi kejadian di kantor Komnas HAM.

Lembaga adhoc ini juga menambahkan, ada beberapa detail peristiwa sulit diidentifikasi karena kendala teknis matinya CCTV milik PT Jasa Marga, selaku pengelola tol. CCTV dari KM 49 sampai KM 72 tidak mengirim rekaman ke server sebagaimana mestinya pada 7 Desember 2020. Komnas HAM turut mencatat adanya upaya polisi mencabut CCTV dari sebuah warung dekat TKP penembakan. Tindakan aparat mencabut CCTV, menurut Choirul, perlu diselidiki lebih lanjut lewat pengadilan.

Saat ini, status FPI sebagai organisiasi massa telah dibubarkan lewat surat keputusan bersama enam menteri pada 30 Desember 2020. Pengurus FPI merespons dengan niat pendaftaran ulang memakai nama berbeda, tapi singkatannya akan tetap terbaca FPI.