Dunia Kerja

Pengusaha Dikecam Netizen, Sebut Gen Z Baru Bisa Kaya Kalau Mau Kerja di Akhir Pekan

Jordan Kong, seorang venture capitalist, mengaku tidak menyesal telah bekerja sepanjang waktu hingga sakit-sakitan. Alasannya karena sekarang dia hidup enak.
Shamani Joshi
Mumbai, IN
Foto ilustrasi perempuan kelelahan saat kerja
Foto: Getty Images

Akhir pekan merupakan waktu paling tepat untuk melepas beban pikiran. Namun, Sabtu (12/6) lalu, ketika kebanyakan orang memulai hari dengan santai, seseorang mengirim twit yang merusak pagi indah semua orang.

Dalam sebuah utasan yang viral di Twitter, pemodal ventura Jordan Kong di California mengatakan cara terbaik untuk cepat sukses di usia muda yaitu dengan bekerja di akhir pekan. “Only quitters quit (hanya orang lemah yang cepat menyerah),” kicaunya, menganggap semua yang telah dia pertaruhkan di masa lalu adalah sumber kesuksesannya.

Iklan

Kong menceritakan kena prediabetes karena bekerja 90 jam seminggu saat dia baru berusia 20-an. Dia juga menderita sindrom iritasi usus besar akibat stres selama mendirikan start-up pertamanya.

Dia lebih lanjut mengatakan tidak menyesali semua itu “karena pekerjaan tersebut telah memberi saya kegembiraan dan kebahagiaan yang luar biasa.”

Menurutnya, berkat bekerja di akhir pekan, dia “mendapatkan peluang yang biasanya hanya dinikmati lelaki kulit putih lulusan Harvard dan Stanford, bukan perempuan Asia yang kutu buku, pendek dan tertutup” seperti dirinya.

Sudah banyak orang Asia yang menceritakan pengalamannya mengadu nasib di luar negeri. Mereka diharapkan bekerja dua kali lebih keras untuk merasakan manfaat yang sama seperti karyawan lokal. Tak sedikit pula yang menganut budaya gila kerja seperti Kong guna meraih kesuksesan di negara orang.

Pada 2018, Elon Musk bersikeras “tak ada orang yang bisa mengubah dunia kalau hanya bekerja 40 jam seminggu”. Dua tahun kemudian, dalam twit yang telah dihapus, pengusaha miliarder Ryan Selkis mendorong anak muda untuk bekerja siang malam dan pada akhir pekan jika menginginkan karier yang cemerlang.

Iklan

Sementara orang tajir masih suka mempromosikan ‘hustle culture’, banyak juga yang muak dengan mentalitas ini.

Saran dari Kong sontak memicu perdebatan sengit selama akhir pekan. Kicauannya telah di-retweet lebih dari 18.500 kali, sebagian besar menyindir “unpopular opinion” Kong dalam bentuk meme. Mereka mengkritik perempuan itu karena mengglorifikasi sikap yang dapat menyebabkan kelelahan kerja, krisis identitas dan hilangnya motivasi. 

Bagi banyak orang, twit Kong menjadi pengingat penting untuk mengubah pola pikir bahwa kita baru akan sukses jika bekerja secara berlebihan.

Menurut laporan Harvard Business Review, sistem ini sering kali dibangun oleh perusahaan untuk meraup keuntungan sebesar-besarnya dari kerja keras karyawan.

Praktik kerja dari rumah (WFH) selama pandemi telah mengaburkan batasan antara jam kerja dan waktu istirahat. Pekerja diminta untuk selalu ada kapan pun dibutuhkan, yang pada akhirnya menyebabkan mereka lelah mental saat bekerja.

Pandemi juga mengekspos betapa tidak efisiennya budaya gila kerja, dan telah meningkatkan diskusi seputar pentingnya memprioritaskan kesehatan fisik dan mental.

Organisasi Kesehatan Dunia bahkan telah mengaitkan kerja berlebihan dengan peningkatan kematian akibat penyakit jantung dan stroke, berdasarkan penelitian yang dilakukan pada 2016.

Sejumlah pengguna Twitter menjelaskan, kalian punya privilese jika tidak pernah bekerja sambilan dan menghabiskan sebagian besar waktu untuk bekerja. Tak semua orang memiliki kemudahan itu. Yang lain berpendapat Kong bermaksud baik, bahwa dia hanya ingin memotivasi generasi muda Asia untuk memanfaatkan sistem ini sebaik mungkin.

Follow Shamani di Instagram dan Twitter.