FYI.

This story is over 5 years old.

Kesehatan Mental

Ini Bedanya Pasangan Lagi Berantem Normal atau Udah Masuk Pelecehan Verbal

Psikolog memberi kita enam contoh pelecehan verbal dalam suatu hubungan.
Foto ilustrasi oleh Irinamuntaneau / Getty Images

Sebagai psikolog, saya sering mendengar cerita pasangan berantem. Konflik adalah bagian normal dari hubungan manapun. Seiring percakapan memanas, perasaan marah dan frustrasi bisa meningkat, menyebabkan kita menyentak pasangan kita. Nah, ketika saya mendengar tentang orang-orang yang membuat ancaman, melakukan pelabelan, dan berteriak kapanpun mereka gusar, saya kadang jadi khawatir. Terkadang kamu kehilangan ketenangan sesekali jika kamu berdebat dengan pasangan tentang suatu hal. Itu wajar. Tapi kalau berantem ini terjadi secara teratur, itu mungkin merupakan tanda sudah terjadi pelecehan emosional.

Iklan

Karena tanda-tandanya samar, membedakan antara argumen panas dan pelecehan verbal sangat mungkin rumit buat kebanyakan orang. Saya melihat banyak orang yang tidak menyadari bahwa mereka disiksa sampai mereka mulai terapi. Sering kali, mereka tanpa sadar meminimalkan atau membenarkan tindakan pasangan mereka, dengan mengatakan pada diri mereka sendiri hal-hal, seperti: "Dia hanya stres karena pekerjaan; setelah kami pergi berlibur, keadaan akan menjadi lebih baik," atau "Dia memang kesulitan mengatasi kemarahan. Saya tahu dia tidak bermaksud mengatakan hal-hal kejam ini kepada saya." Ketika kata-kata kasar terucap, macam "Aku enggak akan marah kalau kamu enggak terlalu sensitif," atau "Kan kamu yang cari masalah. Aku ngapain minta maaf," sudah biasa muncul, mungkin sudah waktunya untuk memeriksa kembali kualitas hubunganmu dengan pasangan.

Sekilas terasa mengejutkan, tetapi faktanya hampir 50 persen perempuan dan laki-laki mengalami setidaknya satu kejadian yang secara psikologis tidak aman bersama pasangan. Sulit mengabaikan kerusakan yang ditimbulkan oleh kekerasan fisik—seperti mata dan memar hitam—tapi luka psikologis yang ditinggalkan oleh pukulan verbal hampir tidak terlihat.

Tetapi, itu tidak berarti pukulan-pukulan verbal ini tidak merusak harga diri dan kesehatan mental seseorang sebagaimana kekerasan fisik. Meski sering kali batasnya tipis antara berantem biasa dan pelecehan verbal, ada beberapa tanda yang bisa menunjukkan bahwa kamu berada dalam hubungan yang penuh kekerasan emosional.

Iklan

Suka Melabeli, Memaki, dan Mengkritik Terus

Pelaku tindakan kayak gini biasanya merasa sangat tidak berdaya, sehingga mereka mendapatkan kekuasaan dan kontrol dengan menyalahkan dan mempermalukan orang lain. Salah satu cara mereka melakukan ini adalah dengan menggunakan pemanggilan nama dan kritik yang tidak konstruktif setiap kali muncul perbedaan.

Jika pasanganmu sering menggunakan kata-kata kasar, atau terus membesar-besarkan kekuranganmu dengan cara yang menyerang karaktermu, mungkin itu pertanda mereka mencoba untuk melemahkan kamu. Melemparkan hinaan, seperti "Kamu itu ngomong apa sih," atau "Kamu ngerti apa sih," bisa menandakan bahwa pasanganmu merasa perlu mengumpulkan semua kekuatan dalam hubungan kalian dengan mencoba melemahkanmu.

Memanipulasi Perasaan

Pelaku tidak selalu membentak dan mengumpat jika ada masalah. Terkadang mereka menggunakan taktik supaya kamu merasa bersalah. Misalnya, seseorang mungkin berkata, "Kalau kamu emang sayang sama aku, kamu enggak akan membatalkan kencan kita malam ini," atau "Saya kira kamu sayang aku, tapi nyatanya kamu giniin aku. Berarti kamu enggak sayang ya." Tuduhan seperti ini dapat menyebabkan kamu menebak-nebak keputusan yang kamu buat. Kamu bahkan bisa-bisa merasa bertanggung jawab atas konflik yang kalian hadapi, meskipun itu bukan kesalahanmu.

Sering Menyangkal Lalu Balik Menyalahkan

"Aku enggak pernah bilang kamu bitch; aku bilang kamu bitchy. Bukan salah aku dong kalau kamu enggak bisa bedain." Pelaku kekerasan verbal sering mengingkari realitas kamu dengan membuat perasaanmu tidak valid. Ini juga dikenal sebagai "gaslighting." Bentuk manipulasi ini dapat menyebabkan Anda merasa seperti Anda kehilangan pikiran. Orang-orang yang melakukan gaslighting bisa juga mendistorsi kebenaran dan ketika kamu menunjukkan ketidaksesuaian, mereka bersikeras bahwa kamu salah paham. Seiring waktu, pola ini mengikis rasa percaya diri seseorang. Pelaku mungkin bahkan menggunakan taktik ini untuk menumbuhkan ketergantungan—yaitu, membuat kamu mengandalkan saran mereka karena kamu meragukan persepsi kamu sendiri tentang sesuatu.

Mendadak Kasih Hadiah

Seorang klien pernah bilang: "Sehabis berantem, pacar saya selalu kasih hadiah. Dia jadi manis dan beliin saya bunga. Dia bilang dia bakal sedih kalau saya ninggalin dia." Setelah sebuah serangan verbal, meski pelaku tidak bertanggung jawab atas perbuatannya, mereka seringkali memberi hadiah, pujian, atau kasih sayang. Saat kekerasan ini subtil, jenis perilaku seperti ini bisa menyembunyikan bahaya dari serangan verbal berulang kali. Meski demikian, kalau cara kamu bertengkar ada siklusnya, boleh jadi ini tanda kamu terjebak dalam siklus kekerasan.

Iklan

Cemburu Plus Parnoan

Setelah pergi semalaman dengan teman-teman, pasangan yang kasar mungkin menuduh kamu tidak memperhatikan mereka, atau bersikeras bahwa kamu punya hubungan spesial dengan teman atau rekan kerja. Ketika kamu menolak tuduhan ini, mereka mungkin meminta kamu membuktikannya kepada mereka dengan meminta untuk membaca teks dan email kamu. Jauh di lubuk hati, pelaku sering merasa mereka tidak penting, tetapi alih-alih mengungkapkan ketakutan mereka, mereka memproyeksikannya kepada orang lain.

Meremehkan Pencapaian Pasangan

"Kenapa kamu kerja terus sih? Mau ngejar karir sampai mana sih?" Pelaku kekerasan verbal biasanya menurunkan derajatmu dengan merendahkan kesuksesamu. Di waktu yang sama, mereka seringkali meninggi-ninggikan kesuksesan mereka. Dia mungkin menghinamu di depan orang lain, dan kalau kamu menyampaikan bahwa kamu sakit hati, dia akan bersikeras bahwa kamu tidak memahami maksudnya.

Rasa sakit dari kekerasan verbal bisa meruntuhkan kesejahteraan psikologismu. Kalau kamu berpikir kamu berada dalam situasi yang tidak aman secara emosional, coba ngobrol dengan kawan terpercaya atau anggota keluarga atau menemui tenaga profesional.

Artikel ini pertama kali tayang di Tonic