The VICE Guide to Right Now

Cegah Peredaran Narkoba, Bangladesh Malah Blokir Akses Telepon 1 Juta Pengungsi Rohingya

Pemblokiran yang dilakukan pihak berwenang Bangladesh dituding semakin mengisolasi etnis muslim Rohingya yang tertindas.
Pallavi Pundir
Jakarta, ID
Cegah Peredaran Narkoba, Bangladesh Malah Blokir Akses Telepon Jutaan Pengungsi Rohingya
Foto via Reuters

Pemerintah Bangladesh telah menginstruksikan perusahaan telekomunikasi untuk mencabut layanan telepon seluler kamp pengungsi Rohingya di kota Cox’s Bazar. Pada akhirnya, langkah ini akan mengisolasi satu juta pengungsi yang menetap di sana. Pemerintah menyebut perintah yang dikeluarkan pada 2 September itu didasarkan pada “alasan keamanan”. Menurut sejumlah pemberitaan, operator telekomunikasi yang diinstruksikan hanya punya waktu tujuh hari untuk melapor telah memutus jaringan telepon di kamp.

Iklan

Bangladesh sebenarnya sudah memblokir ponsel sejak September 2017—dalam waktu sebulan setelah pengungsi Rohingya mulai kabur dari Myanmar—tetapi dekrit itu tidak sepenuhnya ditegakkan.

Otoritas mengklaim tidak ada maksud negatif dalam pemblokiran ini, dan justru bisa mengurangi tingkat kejahatan dan kekerasan. Ikbal Hossain, juru bicara kepolisian Cox’s Bazar, berujar kepada AFP bahwa pengungsi telah “menyalahgunakan” layanan telepon seluler untuk menyelundupkan pil metamfetamin atau yaba. “[Pemutusan jaringan telepon] akan membawa dampak positif. Saya jamin tindakan kriminal akan berkurang,” tukas Ikbal.

Pihak berwajib juga menyatakan telah menangani sejumlah kasus pembunuhan, perampokan, perang geng dan perselisihan keluarga di dalam kamp. Sejak datangnya minoritas Rohingya ke Bangladesh dua tahun lalu, pasukan keamanan Bangladesh dikabarkan telah menembak setidaknya 34 pengungsi Rohingya. Sebagian besar alasannya karena perdagangan yaba. Akan tetapi, laporan hak asasi manusia menunjukkan pembunuhan di luar hukum ini dilakukan atas nama operasi anti-narkoba.

Namun, banyak pihak mengatakan sebaliknya. Pemblokiran akses komunikasi tak ada hubungannya dengan menuntaskan kejahatan. Meskipun tidak ada reaksi resmi terhadap pemutusan jaringan seluler, larangan tersebut dinilai akan memisahkan para pengungsi dari keluarganya yang masih di Myanmar. Kepada Aljazeera, pejabat PBB berpendapat upaya pemblokiran akan “semakin mengisolasi dan menindas komunitas yang telah mengalami diskriminasi.”

Menurutnya, “Pengungsi dapat melakukan hal lebih negatif, entah itu kejahatan, kekerasan atau ekstremisme, apabila komunikasinya dibatasi, baik dengan warga Bangladesh maupun orang-orang di luar negeri.”

Follow Pallavi Pundir di Twitter.

Artikel ini pertama kali tayang di VICE ASIA.