Melawan Balik Pelecehan

Tinta Anti-Pelecehan Seksual Laris Manis di Jepang

Sekitar 70 persen perempuan Jepang dalam survei mengaku pernah digrepe-grepe saat naik angkutan umum. Mereka ingin melindungi diri pakai tinta tak terlihat buat menandai pelaku.
AN
Diterjemahkan oleh Annisa Nurul Aziza
Jakarta, ID
Tinta Anti-Pelecehan Seksual Laris Manis Dijual di Jepang
Foto ilustrasi transportasi umum di Jepang oleh Liam Burnett-Blue via Unsplash.

Jepang punya inovasi baru dalam melawan pelecehan seksual. Bendanya mudah dibawa ke mana saja. Alat ini tak lain dan tak bukan adalah tinta tak terlihat untuk menandai pelaku pelecehan di transportasi umum.

Tinta tersebut mulai dijual pada 27 Agustus lalu di toko online Shachihata Ink, perusahaan alat tulis yang menciptakan produk tersebut. Dilansir CNN, 500 buah semprotan tinta laku terjual dalam hitungan 30 menit saja. Produk ini mulai diperkenalkan pada Mei 2019, setelah banyak perempuan menceritakan pengalamannya dilecehkan di Twitter.

Iklan

Cara kerja tintanya mudah saja. Perempuan cuma perlu menekan tombol bergambar telapak tangan terbuka pada pelaku. Japan Today melaporkan pengguna tinta bisa mengidentifikasi tanda transparan itu dengan sinar ultraviolet yang telah terpasang di wadahnya. Harga satu tintanya sebesar 2.500 yen (setara Rp333 ribu).

"Tinta ini bisa sangat berguna bagi banyak orang," kata Yayoi Matsunaga, direktur Groping Prevention Activities Center di Osaka, kepada The Japan Times.

Kendati begitu, sejumlah orang mempertanyakan efektivitas alatnya. Sementara itu, ada juga yang khawatir perempuan bisa salah menandai orang, berujung pada fitnah.

Transportasi umum di Negeri Matahari Terbit sayangnya sangat rawan pelecehan seksual. Newsweek melansir 70 persen perempuan Jepang mengaku pernah digrepe saat naik angkutan umum.

Surat kabar Mainichi Shimbun menemukan lebih dari 50 persen kasus pelecehan seksual di Jepang terjadi di dalam kereta komuter. Sementara 20 persen insiden lainnya terjadi di stasiun. Pada 2017, The Japan Times mengutip laporan Departemen Kepolisian Metropolitan Tokyo yang menyatakan usia korban pelecehan berkisar antara 10-50 tahun.

Meski sering dikritik lambat dalam menyerap gerakan #MeToo, kesadaran warga Jepang akan pelecehan seksual semakin meningkat setahun terakhir. Pada April 2018, para jurnalis perempuan di Negeri Sakura mulai mengekspos segala jenis pelecehan yang pernah mereka alami.

Follow Meera di Twitter dan Instagram .

Artikel ini pertama kali tayang di VICE ASIA.