Kejahatan di Lautan

Sebuah Buku Menguak Betapa Kejahatan Laut Jauh Lebih Mengerikan Daripada di Daratan

Jurnalis Ian Urbina bertahun-tahun meliput kejahatan maritim. Buku terbarunya 'The Outlaw Ocean' mengungkap dunia ganjil yang jarang diketahui penghuni daratan.
JP
Diterjemahkan oleh Jade Poa
AN
Diterjemahkan oleh Annisa Nurul Aziza
Jakarta, ID
Sebuah Buku Menguak Betapa Kejahatan Laut Jauh Lebih Mengerikan Daripada di Daratan
Kelompok aktivis pelestarian laut sea shepherd. Foto: Guillermo Arias/Afp/Getty Images 

Ian Urbina, seorang jurnalis investigatif dari New York Times, telah melaut selama lima tahun terakhir. Ia menyebut laut sebagai “perbatasan liar tanpa hukum terakhir di muka bumi.”

Dalam buku terbarunya berjudul The Outlaw Ocean, Ian mengenang waktunya bersama kriminal, pengalamannya dengan badai ekstrem, serta menyaksikan langsung pelanggaran HAM di depan matanya. Tak heran dong, kalau Ian menggambarkan pelaut serupa "alien". Melaut menurutnya bagaikan "penjelajahan luar angkasa tapi masih di Bumi."

Iklan

Pada 2014, Ian mulai menggarap serial liputan maritimnya di New York Times, menceritakan sebuah lokasi di mana hukum yang seharusnya melindungi manusia dan lingkungan tidak berfungsi sama sekali. Setelah menulis seri liputan ini selama dua tahun, dia tetap menghabiskan berminggu-minggu, bahkan berbulan-bulan di laut. Kisah-kisah dalam buku The Outlaw Ocean menceritakan pengalaman tersebut.

Dalam cerita pertama berjudul Sea Shepherd, dikisahkan pegiat lingkungan radikal yang mempromosikan pelestarian laut mengejar sebuah kapal bernama Thunder. Kapal itu memancing secara ilegal. Buku ini berisi kisah-kisah macam ini yang menceritakan pelanggaran hukum di laut.

"Saya memikirkan lautan sebagai tempat ‘di luar jangkauan hukum,’ alih-alih tempat yang penuh aktivitas ilegal," kata Ian. "Dengan perspektif seperti itu, saya tidak menghakimi etika perilaku semua orang yang dituliskan dalam buku ini. Saya hanya mengamati mereka dari luar."

Di laut, masalah-masalah sosial cenderung terdistorsi. Solusi menuntaskan pelbagai masalah tersebut juga rumit. Cerita-cerita The Outlaw Ocean membongkar kenyataan rahasia "di atas dan di bawah permukaan laut," kata Ian, termasuk cerita tentang dokter relawan yang menyediakan aborsi di sudut samudra, pelayar gelap yang mati di laut, atau pembuangan sampah ilegal di laut.

Di daratan, pembaca mungkin merasa tidak terlibat dalam perairan tak terbatas ini. Faktanya semua manusia sangat mengandalkan laut. Kapal laut mengangkut 90 persen produk perdagangan global. Selain itu, 56 juta orang di dunia bekerja di kapal nelayan, merujuk data di buku Ian. Pencurian ikan memasok sebagian besar persediaan pangan dunia, yang menjadi tantangan pelik yang tak kunjung diatasi pasar, pemerintah, maupun organisasi nirlaba.

Iklan

Dunia kejahatan maritim—mulai dari pembajakan, pencurian ikan, hingga perbudakan di Laut Tiongkok Selatan—jarang dibahas di daratan menurut Ian, karena tidak ada yang mengisahkannya.

Sebagian besar liputan kejadian di laut dilakukan di daratan dan jarang melibatkan orang yang hidup dan bekerja di kapal. Keputusan Ian hidup di laut memungkinkannya mengabaikan peraturan-peraturan kehidupan terestrial dan menghabiskan waktu bersama orang yang dilupakan dunia daratan: penjual budak, pengedar senjata ilegal, sampai pembunuh.

Untuk menuntaskan bukunya ini, Ian mengandalkan pengalaman akademisnya. Kala itu, ia sedang menyelesaikan disertasi antropologi S2, dan mengambil jeda untuk bekerja sebagai pembantu di sebuah kapal. "Pengalaman di kapal itu yang membuat saya ketagihan dengan laut," ujarnya.

Meski tidak merampungkan disertasinya, Ian tetap memandang topiknya secara akademis dan kritis. Dalam buku The Outlaw Ocean, Ian berusaha memahami motivasi setiap karakter dan konteks sosial untuk menunjukkan alasan mereka sampai melakukan kejahatan yang mengerikan, serta mengapa para pelaku jarang tersentuh hukum. Ian melakukan segalanya demi buku ini. Dia langsung berbicara dengan orang-orang bersangkutan, para kriminal lautan, supaya pembaca bisa tahu duduk perkara yang sebenarnya.

Dengan semua pengalaman itu, Ian tidak mau mengusulkan satu solusi untuk berbagai masalah yang sedang terjadi di lautan. Menawarkan solusi, menurutnya, adalah pekerjaan sia-sia. Banyak sekali yang mesti dilakukan bersama-sama untuk menuntaskan kejahatan global yang tidak dilaporkan dan dihukum di tengah laut. Membersihkan sampah plastik dari lautan, ambil contoh, tentu penanganannya berbeda dari upaya mengakhiri penganiayaan imigran gelap yang naik kapal calo.

Iklan

Simak dokumenter VICE soal pembajak kapal yang beraksi di sungai, bukannya laut:


Sebenarnya ada banyak pihak yang mencoba menyelesaikan berbagai kejahatan di lautan. Ian sendiri menilai pemerintah harus lebih giat dalam memerangi praktik pelanggaran hukum di tengah samudra. The Outlaw Ocean berusaha menunjukkan bahwa "orang-orang tak terlihat" di lautan—baik itu kapten kapal bengis, orang yang main hakim sendiri, penumpang gelap yang dibiarkan mati di laut, sampai bajak laut kejam di Somalia—sebenarnya tetap manusia yang punya akal budi. Mereka masih menjaga hati nurani.

"Para penjahat di lautan punya bahasa, hierarki, kode etik, dan modusnya sendiri," kata Ian. "Mereka berperan besar dalam isu kelautan di planet kita, hanya saja kita tidak pernah tahu mereka ada."

Artikel ini awalnya dimuat di VICE US.