Intel Melayu

Warga Kaget, Pemuda Sering Mabar Mobile Legends Bareng Anak Komplek ternyata Densus 88

Perubahan zaman menuntut improvisasi penyamaran para intel di Indonesia. Peristiwa di Jakarta Utara ini adalah contoh dari prinsip "modern problems require modern solutions."
Warga Kaget, Pemuda Sering Mabar Mobile Legends Bareng Anak Komplek di Jakarta Utara ternyata Densus 88
Meme ilustrasi tukang bakso 'intel' [kiri] dari akun @picsartso; ilustrasi game mobile via pexels/lisensi CC 3.0

Berkat teori konspirasi warga Twitter, penyamaran intel di Indonesia jadi tukang nasi goreng atau bakso yang jualannya kurang enak (tapi punya HT) terbongkar. Metode itu enggak efektif lagi gara-gara keseringan jadi meme. Tidak mengherankan bila mata-mata negara perlu gaya penyamaran baru, agar operasi penangkapannya tak ketahuan.

Beruntung, satuan polisi antiteror Densus 88 mampu beradaptasi dengan dunia modern dan menemukan cara baru menyamar: Berpura-pura jadi pemuda indekos, yang kerja di kafe dan doyan main game hape Mobile Legends sama anak-anak tetangga.

Iklan

Adalah Iron (tentu bukan nama sebenarnya dong, kan dia mata-mata), anggota Densus 88 yang ngekos di Jalan Belibis V, Semper Barat, Jakarta Utara. Ia sedang memantau terduga teroris berinisial MA (20) yang tinggal di seberang kosannya. Kemampuan Iron menyamar bisa diacungi jempol, karena sampai akhir operasi tidak ada warga yang curiga.

"Dia itu teman dekat sama anak saya, sering juga main Mobile Legends bareng di sini. Dia sering keluar kos kok, kadang pagi suka ketemu kalau beli nasi uduk. Suka nongkrong, main voli sama warga sini juga. Eh, tahunya dia anggota [Densus 88]," ucap Mama Fajar, seorang warga, kepada Kompas.

Sedangkan Ningsih, warga lainnya, pernah berbincang dengan Iron dan mendapat info kalau pemuda tersebut bekerja di sebuah kafè. Meski pada awalnya merasa aneh, Ningsih akhirnya tersadar mengapa Iron punya kebiasaan nongkrong sendirian tengah malam di warung sembari memegang ponsel dan menghadap ke bangunan seberang kosannya. Pagi sebelum operasi penggerebekan, Ningsih mengaku sempat berpapasan dengan Iron yang bilang mau ke tukang jahit. Siapa sangka, tukang jahit yang dimaksud adalah Iron sendiri yang berniat menjahit upaya melawan terorisme di Indonesia.

Semua warga jadi tahu identitas Iron sebenarnya ketika pasukan Densus 88 menggeledah kamar terduga teroris MA, Senin (23/9) lalu. Dalam aksi penggeledahan, warga melihat Iron di barisan pasukan lengkap dengan seragam dan senjata apinya. Densus 88 mengirim Iron untuk memata-matai MA sebagai anak kos setelah polisi menemukan petunjuk pasca penangkapan tujuh terduga teroris di Bekasi.

Iklan

Berkat penyamaran Iron yang tinggal di sana sejak Agustus, pasukan khusus anti-teror Indonesia itu berhasil menangkap MA sekaligus menyita sebuah rakitan bom aktif dengan jenis TATP ( triaceton triperoxide), jenis bom yang memiliki daya ledak tinggi sampai-sampai menyandang nama jalanan “Mother of Satan”. Bom rakitan MA kemudian diledakkan Densus 88 di tanah lapang dekat tempat penggerebekan.

Meski aksi Iron keliatan niat banget, penyamaran yang lebih goks pernah dilakukan Densus 88 sesudah teror bom Sarinah-Thamrin tiga tahun lalu. Ceritanya, aparat mengincar rumah Dian Apriana (39), terduga pelaku teror bom yang tinggal di Perumahan Suradita, Tangerang. Untuk memata-matai aktivitas rumah tersebut, Densus 88 membangun sebuah pos ronda semi-permanen dari kayu yang hanya berjarak dua rumah dari kediaman terduga teroris.

Sudah ada pos ronda, kurang lengkap rasanya kalau belum diisi dengan aktivitas main domino yang diramaikan bapak-bapak siskamling. Jadilah para pasukan Densus 88 menyamar jadi pencinta gaplek, nongkrong tiap malam di sana. Aryani, warga sekitar, sempat curiga melihat bapak-bapak yang main gaplek di pos ronda itu kok ganti-ganti orangnya. Tapi, Aryani menepis rasa curiganya karena toh terciptanya komunitas gaplek baru di sana mendapat sambutan positif warga.

"Kami juga merasa aman kan ada pos ronda. Tiap malam enggak pernah kosong selalu ada yang jaga, sambil main gaple. Malah ada beberapa bapak-bapak sini ikut nimbrung," tutur Aryani kepada Liputan6.

Kocaknya, ada anggota Densus 88 lain yang ditugaskan nyamar jadi tukang nasi goreng dan mangkal di pos ronda tersebut. Setelah nimbrung main gaplek, warga ikut-ikutan beli nasi gorengnya. Belum ada informasi pasti apakah nasi goreng sang intel Densus ini rasanya tidak enak.

Semua terungkap pada 21 Februari 2016 saat pasukan Densus 88 menggerebek rumah terduga teroris Dian Apriana. Warga di area penggeledahan terheran-heran melihat semua bapak-bapak yang nongkrong di pos ronda, lengkap dengan si tukang nasi goreng, ada di antara pasukan Densus 88.

Jadi… selama ini…. Mungkin begitu batin para warga melihat sobat main gaplenya ternyata intel profesional.