Takhayul Nusantara

Petualangan Turangga Seta, Tim 'Arkeolog Menyan' Mencari Bukti Atlantis ada di Indonesia

Obsesi membuktikan peradaban nusantara tak kalah dibanding bangsa lain membuat komunitas amatir ini menolak metode ilmiah. Turangga Seta mengaku sukses menemukan piramida dan pusaka lewat jalan klenik.
Petualangan Turangga Seta, Tim 'Arkeolog Menyan' Mencari Bukti Atlantis ada di Indonesia
Foto Timmy Hartadi, pendiri komunitas Turangga Seta, di kediamannya oleh Noe Prasetya.

Sebelum Wakanda populer, Atlantis lebih dulu dikenal sebagai utopia klasik umat manusia. Atlantis adalah lokasi peradaban maju dari masa ribuan tahun lalu yang memiliki teknologi canggih, kendaraan terbang, kekayaan alam, dihuni manusia ras unggul, dan berlokasi di Indonesia. Tunggu dulu, memangnya Atlantis bukan cuma mitos?

Bagi Komunitas Turangga Seta, peradaban kuno itu ada, jejaknya tertimbun di bawah Indonesia modern, serta jauh lebih keren daripada Wakanda.

Iklan

Komunitas ini bahkan mengklaim sudah berhasil menemukan lokasi persis Atlantis yang hilang: 200 mil dari pantai selatan Pulau Jawa. Kesimpulan ini mereka dapat setelah "memecahkan" berbagai sandi dan petunjuk yang ditinggalkan leluhur Jawa kuno. Mulai dari mitos soal Nyi Roro Kidul, anomali geologi, istilah-istilah tradisional, motif batik, bentuk keris, dan masih banyak lagi. Selama kurun 2012-2015, Turangga Seta rutin mengunggah video seri berjudul Nuswantara Code of Atlantis Empire di kanal Youtube Turangga Seta. Mayoritas video disunting seadanya, dengan gambar hasil googling, lagu instrumental, dan teks panjang memecahkan berbagai sandi yang membuktikan Atlantis memang di Tanah Air. Ada penonton YouTube yang menganggapnya temuan menarik, sebagian lagi menuding kelompok ini kumpulan manusia halu.

Sebentar, Turangga Seta ini siapa sih?

Timmy Hartadi, salah satu pendiri Turangga Seta yang berdomisili di Yogyakarta, barangkali yang paling layak menjelaskannya. Kediamannya sekilas nampak seperti tempat tinggal Indiana Jones versi Jawa. Deretan keris, tombak, patung Punakawan, dan berbagai wayang tersusun rapi memenuhi ruang tamu dan ruang tengah rumah Timmy. Lukisan peramal terkenal Raden Ngabehi Ranggawarsita, Nostradamus-nya Jawa, dibingkai pigura besar di ruang depan.

Lelaki dengan rambut panjang terikat itu menyebut komunitasnya semacam wadah pecinta sejarah yang tak puas dengan penjelasan ilmiah tentang Indonesia. "Di pelajaran sejarah kan selalu dibilang Indonesia zaman dulu itu hebat, tapi cerita soal Majapahit cuma selembar, Singosari satu alinea, hebatnya di mana dong? Kami ingin membuktikan, bahwa eyang-eyang kita sebenarnya jauh lebih keren dari yang kita duga," ujar Timmy ketika ditemui VICE di teras rumahnya yang rindang.

Iklan
1556526146301-2

Anggota Turangga Seta saat meneliti arca kuno dengan metode yang mereka percaya. Foto dari arsip Turangga Seta

Bagi pegiat Turangga Seta, sejarah Indonesia dan dunia yang diajarkan pada generasi selama ini begitu kering dan melenceng. Alasan Timmy, karena ilmuwan hanya mengandalkan kajian kimia dan penelusuran dokumen. Baginya, ada sumber yang jauh lebih akurat dibanding itu semua: keterangan leluhur yang tidak pernah pergi dari sekitar kita. Kalian tidak salah baca. Penelusuran Turangga Seta mengandalkan bantuan roh leluhur. Bagaimana caranya?

"Ya kayak gini, ngobrol biasa aja," ujar Timmy. Turangga Seta secara tegas menolak pendekatan ilmiah, dan lebih sering mengandalkan klenik. Nama mereka sudah menggambarkan prinsip itu. Jika diterjemahkan ke bahasa Indonesia, Turangga Seta berarti kuda putih. Sementara dalam sastra kuno Jawa, Turangga Seta sebutan pusaka dan restu Bathara Wisnu (penguasa semesta) yang diberikan dalam wujud kuda tunggangan untuk tiap raja-raja Jawa kuno. Tunggangan mencapai pencerahan. "Kami itu hanya pembawa pesan dari leluhur aja." Slogan mereka makin menegaskan prinsip tersebut: "100 persen menyan."

Lantas, seperti apa metode arkeologi mistis dilakukan? Begini urutannya: Turangga Seta akan berkumpul melakukan ritual magis, membakar dupa, lalu mengundang leluhur hadir. Setelah mereka datang, anggota menggelar tanya jawab, misalnya, tentang seperti apa kondisi Jawa ribuan tahun lalu. Timmy bilang, obrolan itu tidak terasa angker. Arwah leluhur itu mengajak kita mengobrol, seakan kita ada di acara keluarga sesudah makan malam.

Iklan

Tonton dokumenter VICE mengenai komunitas agama yang percaya alien adalah Tuhan umat manusia:


"Ada yang memakai beskap Jawa, baju biasa, macam-macam," ujarnya, dengan mimik serius. Timmy tidak sedang bercanda sama sekali. "Lucu lho mereka itu. Sukanya ngasih teka-teki."

Keterangan arwah leluhur kemudian dicocokkan dengan kondisi geografis Jawa masa kini. Dari metode tersebut, tim Turangga Seta kopi darat, lalu mendatangi lokasi incaran. Berbekal metode itu, tim mereka mengklaim berhasil menemukan piramida kuno di Gunung Lalakon, dan Sadahurip Garut. Penggalian yang mereka lakukan sampai diliput oleh berbagai media massa nasional pada 2011, karena berbarengan dengan riset gempa yang dilakukan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia bersama mahasiswa Institut Teknologi Bandung.

1556527293296-Screen-Shot-2019-04-29-at-154101

'Temuan' Turangga Seta soal piramida kuno pada 2011 lalu yang menghebohkan. Foto dari arsip Turangga Seta

Sebagian bukti yang mereka klaim adalah gundukan batu mirip punden berundak. Temuan itu dilaporkan ke pemerintah, dan tentu saja langsung ditolak keabsahannya. LIPI buru-buru membuat keterangan tertulis, penelitian mereka di Lalakon tak terkait upaya mencari piramida tersembunyi di Pulau Jawa. Badan Arkeologi Nasional serta Ikatan Geologi Indonesia juga mengkritik klaim Turangga Seta yang dinilai cocoklogi alias pseudosains.

Mereka yang terobsesi mencari bukti Indonesia tak kalah dari bangsa lain, bahwa nusantara juga punya peradaban semaju Eropa, bukan cuma Turangga Seta. Peneliti independen yang mengklaim punya bukti Atlantis ada di Kalimantan sesuai keterangan Plato ada bejibun di negara ini. Belum lagi situs, video amatir, atau buku-buku yang berusaha membuktikan Indonesia adalah Atlantis yang hilang.

Iklan

Turangga Seta berulang kali diserang komunitas ilmiah karena melakukan ekspedisi arkeologis tanpa bekal pengetahuan akademis. Timmy sudah kebal dengan kritikan para akademisi dan sejarawan nyaris satu dekade lalu itu. Dia menyamakan pesan gaib leluhur dengan sinyal, listrik, dan koneksi internet yang sama-sama tak kasat mata tapi dipercaya keberadaannnya.

"Orang kekinian akan menyebutnya gaib, tapi bagi kami itu teknologi yang sangat tinggi."

1556527396215-Screen-Shot-2019-04-29-at-154209

Suasana ekspedisi tim Turangga Seta ke lokasi dianggap bekas candi kuno. Foto dari arsip Turangga Seta

Soal kontroversi ekspedisi mereka ke Lalakon, Timmy tetap berkukuh Turangga Seta sukses menemukan piramida. Bila bangunan itu belum terlihat, semata karena pemerintah tak mendukung mereka menggali lebih dalam lereng gunung di kawasan Soreang, Kabupaten Bandung tersebut.

"Itu piramida tingginya 300 meter, sejarah dunia selesai lah, piramida Giza aja 139 meter. Dan Lalakon itu cuma satu dari banyak banget di Indonesia. Pakai logika sederhana, dipacul aja ketemu kok. Diakuin dong," ujar Timmy, dengan nada gemas.

1556527161116-a-01777

Lukisan leluhur yang banyak membantu kerja Turangga Seta. Foto oleh Noe Prasetya.

Walau ditampik komunitas ilmiah, Timmy tak sendirian. Ada puluhan orang yang tersebar di berbagai kota di Indonesia dengan latar belakang yang berbeda, aktif dalam Turangga Seta. Kegiatan mereka umumnya melakukan ekspedisi ke lokasi situs purbakala, berburu pusaka, serta mencari artefak-artefak peninggalan peradaban kuno, khususnya di seantero Pulau Jawa.

Sampai saat ini, Turangga Seta berhasil menemukan ratusan peninggalan sejarah berupa situs atau pusaka. Namun tak semua diambil atau dibuka ke publik. Mereka juga mendokumentasikan 20 aksara purba yang kerap digunakan di berbagai prasasti dan situs.

Iklan

Dengan kenekaatan mereka, apakah arkeolog berlatar akademis membenci sepak terjang Turangga Seta? Tidak juga ternyata.

Daud Aris Tanudirjo, arkeolog senior Universitas Gadjah Mada, menyatakan komunitas amatir macam Turangga Seta selalu ada di berbagai negara. "Di arkeologi ada beberapa aliran. Ada juga yang bisa menerima pandangan-pandangan di luar metodologis, secara umum dikelompokkan sebagai pseudo-arkeologi," ujarnya pada VICE saat ditemui terpisah.

Setidaknya Daud mengakui mitos lokal punya peran penting dalam pencarian konteks penelitian arkeologis, yang artinya sejalan dengan landasan Turangga Seta. Daud pun menyatakan Turangga Seta punya misi untuk membumikan kajian arkeologi agar lebih digemari anak muda Jawa. "Pengajaran sejarah itu harusnya tidak boleh mengenai event dan tokoh saja….Sejarah itu lesson-learned, harusnya bisa membuat kita kritis dari belajar dari masa lalu."

1556527707945-Screen-Shot-2019-04-29-at-154801

Berbagai pusaka dan keris di rumah Timmy. Foto oleh Noe Prasetya.

Secara tidak langsung, Timmy mengakui misi mereka memang itu. Dia menganggap sejarah Indonesia amat disetir oleh arsip dan dokumentasi kolonial Belanda, serta kiprah peneliti luar negeri. Dampaknya, penjelasan sejarah berbasis kearifan lokal senantiasa tak dianggap ilmiah.

"[Seakan] yang bisa baca prasasti, atau relief candi itu hanya ilmuwan luar. Sementara di negara mereka enggak ada satupun candi, kok bisa? Tapi seperti itulah sejarah kita dibangun," ujar Timmy. "Tujuan kami itu mengangkat pride bangsa sendiri kok buat anak-cucu nanti."

Selama masih mendapat bisikan leluhur, Turangga Seta berjanji merencanakan ekspedisi mencari candi, piramida, dan jejak lain Atlantis di negara kita. "Leluhur minta generasi muda sangkan paran ing dumadi, ingat asal. Jangan durhaka ke leluhur dan sejarah kita sendiri."