FYI.

This story is over 5 years old.

Fashion

Kaos Turtleneck Adalah Terobosan Jenius Dalam Dunia Busana

Kami meminta penulis fesyen kenamaan membahas terobosan baju terbaik sepanjang masa. Hermione Hoby menyebut turtleneck pakaian paling cocok supaya tak disorot orang lain.
Foto turtleneck ikonik Steve Jobs. Foto oleh Getty Images/Alan Dejecacion

Ada 111 busana yang tampil dalam pameran Museum of Modern Arts bertajuk Items: Is Fashion Modern? Kami meminta penulis fesyen kenamaan memilah satu busana paling ikonik sekaligus menjelaskan alasannya.

Dunia mengenal sosok Audrey satu ini: Audrey Hepburn, aktris klasik yang mengenakan berlian, mutiara, dan prim simper. Dialah Audrey yang posternya ditempel di tembok kamar-kamar asrama cowok, Audrey yang ceking dan terlalu tenar sebagai Holly Golightly. Dia adalah karakter, yang dalam ingatan visual kolektif kita, direduksi menjadi pengguna gaun hitam mungil berkat perannya di film Breakfast at Tiffany's. Jarang sekali orang membahas atau peduli pada kerumitan hidup karakter perempuan panggilan yang diperankan Audrey dalam film itu; karakter perempuan yang mengenakan gaun hitam tersebut. Di samping itu, sebetulnya masih ada citra Audrey lain, saat dia tidak mengenakan gaun. Audrey yang ini mengenakan turtleneck. Memerankan tokoh Jill Stockton di Funny Face, film yang tayang lebih dulu daripada Breakfast at Tiffany's, Audrey satunya mengenakan atasan kaus mock-neck. Itu bukan sekadar sweater, melainkan sebuah pemujaan tulus pada fungsi sebuah garmen. Audrey cocok sekali mengenakan turtleneck mengingat statusnya saat itu masih aktris pendatang baru di Hollywood. Balutan kaos turtleneck tampak seperti ungkapan kesederhanaan, kepolosan, dan fokus pemakainya pada fungsi sebauah pakaian. Tapi kita tahu, fesyen yang terkesan sederhana dan tanpa pretensi sebetulnya ilusi. Dalam urusan garmen, selalu ada pernyataan yang ditunjukkan para penggunanya kepada orang lain. Jill adalah karakter penjaga toko buku di Greenwich Village yang bercita-cita menjadi bohemian. Dia menganggap remeh fesyen, apalagi majalah fesyen. Menurutnya, majalah-majalah fesyen merepresentasikan "pendekatan pretensius dan tidak realistis terhadap impresi diri dan ekonomi." Dia terpaksa menelan kata-katanya, ketika sebuah pemotretan fesyen dilakukan di toko buku mungilnya yang berdebu. Jill dipaksa masuk industri model setelah editor dan fotografer fesyen tertarik dengan idenya yang 'oh-wow-radikal-banget' dalam mengagungkan "karakter, semangat, dan intelijensi personal" alih-alih sekadar tampang cakep. Dengan harapan dapat menemui filsuf idolanya, Jill menurut saja saat dikirim majalah fesyen tadi berangkat ke Paris. Pada film itu, ada lagu yang konyol sekaligus menggemaskan berjudul "Bonjour Paris!" di mana Audrey, terpesona dan girang lalu bernyanyi, "I want to see the den of thinking men like Jean-Paul Sartre, I must philosophize with all the guys in Monmartre." Untuk dapat memasuki "den of thinking men" Audrey membutuhkan kostum yang tepat. Adegan-adegannya di Paris berisi dirinya dalam balutan loafers hitam, kaus kaki putih, jins hitam dan, turtleneck hitam, padu padan busana yang menjadikan sosoknya di layar perak sebagai pièce de résistance. Busananya merupakan deklarasi mengenai non-konformitas, semacam pakaian perlawanan. Dengan pakaian turtleneck tersebut, sosok yang diperankan Audrey bergabung ke perkumpulan radikal, yang mencakup Black Panthers, feminis-feminis gelombang kedua, dan tentunya, Steve Jobs. Turtleneck berhasil menggabungkan macam-macam manusia tadiberkat dua pesan utama. Pertama, dengan memakai turtleneck ada kesan I'm different. Sementara pesan kedua adalah don't mess with me. Dalam film itu, yang gamblang mencemooh pretensi para bohemian dan calon-filsuf, setiap karakter ditakdirkan bikin masalah sama Audrey. Kita diharapkan memandang turtleneck hitam yang dikenakannya sebagai sejenis lelucon, sebuah aksesori orang yang tak paham fesyen. Bagaikan sweatshirt Thrasher di 2017, turtleneck menyiratkan pemakainya sebagai seseorang ingin disamakan pada kelompok sosial tertentu. Saya jadi teringat pada polo shirt pink, yang dikenakan Lindsay Lohan supaya bisa menuruti aturan "on Wednesday we wear pink" di film Mean Girls. Sebetulnya kesederhanaan dan citra elegan turtleneck hitam selalu sukses membuat seseorang (baik lelaki maupun perempuan) terlihat chic. Itulah sebabnya, terlepas dari tren modenya yang tak banyak berubah selama bertahun-tahun, turtleneck hitam tidak pernah dianggap "aneh" oleh penyuka fesyen. Audrey pada film Funny Face mungkin diledek oleh Fred Astaire, atau malah dilecehkan secara seksual oleh filsuf Prancis idolanya (yang juga mengenakan turtleneck hitam, tentu saja). Hanya saja, dalam imajinasi kita, dia terus berdansa tanpa henti, dalam warna hitam dari ujung rambut hingga ujung kaki. Tampilan ini, pada faktanya, begitu ikonik sampai-sampai Beyonce terinspirasi untuk menirunya pada video klip "Countdown" tahun 2011. Ditulis di memoar keduanya, Diane Keaton mendeklarasikan turtleneck sebagai fesyen "underrated" karena dianggap bukan gaya fesyen kelas atas. "Cobalah beli satu [turtleneck] saja seumur hidupmu….Turtleneck bisa melindungi seseorang dari bahaya." Kata-kata sang aktris senior ini, tentu saja, terlalu melebih-lebihkan. Pakaian saja tidak dapat melindungi perempuan dari bahaya apapun, misalnya kekerasan seksual. Diane mungkin merasa, turtleneck membuat pemakainya terkesan sopan. Sehingga "pemerkosa" tak akan tertarik. Tentu saja pandangan macam itu naif sekali. Meski begitu, seperti Keaton, saya mengakui selalu merasa aman dalam balutan turtleneck. Turtleneck terlihat paling pas ketika pemakainya tidak tersenyum. Terutama jika orang yang mengenakannya adalah pesohor macam Angela Davis di era 70'an. Turtleneck adalah jenis pakaian yang membuatmu bisa mengamati orang-orang, bukannya diamati. Pertanyaan ini konyol sih, tapi persetanlah: Mungkinkah saya lebih jago menulis fesyen saat mengenakan turtleneck? Bisa jadi.

Iklan

Pendek kata, turtleneck tidak mengakomodir atau mengundang nafsu; garmen ini dipersembahkan khusus bagi pemakainya, bukan orang lain yang jadi penonton. Sebagaimana ditulis Rachel Syme di salah satu artikelnya:

"Kepalamu menjadi semacam pahatan. Sekalinya kamu muncul dengan [turtleneck], seakan-akan kamu memiliki payudara dari marmer. Kepala dan wajahmu menjadi sorotan, seperti berlian yang mengumbul dari kantung velvet hitam […] Memakai [turtleneck] pasti membuatmu tersadar betapa indah wajahmu, karena sangat menonjol di atas bahu untuk dinilai seisi dunia."

Kesan ini berhasil diimitasi dalam video klip "Countdown." Tidak ada yang meragukan letak kepala Beyonce, tentu saja. Hanya saja, dalam balutan turtleneck hitam, mata sang diva musik RnB tersebut tiap kali mengedip sukses menjadi pusat perhatian.

Steve Jobs mengenakan turtleneck hitamnya yang ikonik dengan gaya sedikit berbeda. Gaya berpakaian ini adalah perwujudan dari slogan perusahaannya, Apple Inc, yang percaya pada kredo "think different." Jobs mulai memakai busana terkenalnya itu setelah kunjungan ke kantor pusat Sony di Jepang. Di sana, Steve Jobs melihat para pekerja Sony mengakan pakaian seragam: jaket kerja biru dan putih yang dirancang Issey Miyake pada 1981. Sepulang dari Jepang, dia meminta Miyake memproduksi ulang turtleneck hitam dari katalog lama buatannya. Khusus buat Jobs, turtleneck hitam Miyake ditambahi garis vertikal di bagian depan. Saat Jobs meninggal Oktober 2011, merek fesyen St Croix melaporkan penjualan turtleneck hitam berlipat ganda dalam semalam. Ironis memang. Mantra "difference" yang diyakini Steve Jobs, pada hari kematiannya, justru dirayakan dengan penyeragaman selera massal.

Saya pribadi kurang cocok mengenakan gaya busana seragam sepanjang waktu. Tapi, saya juga merasa terlalu ribet memainkan karakter berbeda-beda tiap keluar rumah. Setiap pakaian bagaimanapun adalah kostum. Ada hari di mana saya pasti terbangun sebagai orang yang mengenakan turtleneck. Di hari-hari lain, saya menerima takdir sebagai perempuan yang mengenakan gaun motif bunga-bunga. Sebentar lagi Halloween. Saya bertekad membeli sepasang loafers hitam di pasar loak, mengeluarkan kaus kaki putih saya yang paling bersih, dan menikmati kostum Halloween paling mudah dikenakan: turtleneck hitam. Saya akan mengatakan kalimat-kalimat Audrey Hepburn pada film Funny Face, sebelum dia berjoget mewakili gaya hidup alternatifnya. "Isn't it time you realized that dancing is nothing more than a form of expression or release? There's no need to be formal or cute about it. As a matter of fact, I rather feel like expressing myself now. And I could certainly use a release."