TikTok

CEO TikTok Kevin Mayer Mundur Akibat Perseteruan dengan Pemerintah AS

Mundurnya orang nomor satu di TikTok itu menandai babak baru konflik TikTok yang terancam diblokir oleh Presiden Donald Trump atas tudingan menyebar malware jahat.
CEO TikTok Kevin Mayer Mundur Akibat Perseteruan dengan Pemerintah AS
Foto ilustrasi pemakaian aplikasi TikTok dengan latar bendera Amerika Serikat oleh Olivier DOULIERY / AFP 

Direktur Utama (CEO) TikTok Kevin Mayer mundur dari posisinya, hanya empat bulan setelah bergabung dengan perusahaan aplikasi berbagi video asal Tiongkok ini. Aplikasi tersebut mengalami tekanan hebat dari pemerintah Amerika Serikat yang mengancam pemblokiran dengan alasan TikTok berisiko melakukan pencurian data pengguna lewat malware jahat.

“Beberapa pekan terakhir perkembangan politik yang dialami TikTok berubah drastis dari rencana awal saat saya bergabung dan bayangan tugas yang akan saya jalankan. Karenanya, butuh perubahan struktural di tubuh perusahaan untuk merespons situasi ini,” kata Mayer, dikutip dari memonya kepada karyawan TikTok seperti dilansir CNN Business. "Mengingat kita butuh kepemimpinan yang dapat melewati tantangan ke depan, dengan berbesar hati saya mengumumkan pengunduran diri dari perusahaan.”

Iklan

Mayer baru bergabung dengan TikTok sebagai CEO pada Mei 2020. Eksekutif kawakan berusia 55 tahun itu meninggalkan posisi mentereng di Disney untuk bergabung dengan TikTok. Selain menjabat CEO, dia juga menjalankan peran sebagai Direktur Operasional (COO).

Namun, dalam hitungan bulan saja, Mayer menyerah. Juru bicara TikTok membenarkan bahwa sang CEO mundur, “akibat adanya dinamika politik yang sedang dihadapi perusahaan.”

“Kami memahami keputusan yang dia ambil, mengingat perubahan situasi politik yang drastis selama beberapa bulan ini membuat perannya berbeda dari bayangan sebelumnya,” kata juru bicara TikTok lewat keterangan tertulis.

Mayer dibajak dari Disney oleh ByteDance, perusahaan induk TikTok, untuk memperbesar skala bisnis aplikasi tersebut. Sepanjang 2020, TikTok menjadi salah satu aplikasi yang paling diminati banyak pengguna di seluruh dunia untuk mendapat hiburan video pendek. Bahkan mulai banyak seleb online yang mendapat duit melimpah dari TikTok. Namun, peruntungan TikTok berubah drastis ketika Presiden AS Donald Trump mengumumkan rencana pemblokiran aplikasi tersebut.

Berdasar Keputusan Presiden (Keppres) Amerika, pada pertengahan September mendatang semua perusahaan dan individu di AS dilarang berbisnis dengan TikTok. Artinya, aplikasi ini tidak bisa lagi disediakan di Google Play ataupun App Store, serta mustahil bagi para selebnya menerima endorse.

Trump berdalih keputusan ini diambil karena TikTok adalah “ancaman nasional” yang berisiko mencuri data pengguna, serta mencurigai aplikasi ini merupakan alat propaganda Partai Komunis Cina. Manuver AS itu pukulan telak buat TikTok, mengingat ada 500 ribu pengguna aktif aplikasi mereka di Negeri Paman Sam.

Iklan

ByteDance, perusahaan teknologi asal Tiongkok, menolak semua tudingan pemerintah AS. Mereka menggugat keppres Trump ke Pengadilan Federal California pada 24 Agustus lalu. Perseteruan TikTok versus pemerintahan Trump merupakan imbas perang dagang AS dan Cina. Keppres Trump separuh memaksa perusahaan ini agar dijual ke konglomerasi Amerika Serikat, jika masih ingin berbisnis di Negeri Paman Sam.

Microsoft merupakan salah satu perusahaan yang tertarik membeli mayoritas saham ByteDance. Negosiasi itu, menurut juru bicara Microsoft, akan terjawab hasilnya pada 15 September 2020. “Kami ingin membangun TikTok dengan format baru, yang memastikan keamanan dan privasi pengguna,” kata jubir Microsoft.

Selain Microsoft, perusahaan teknologi Amerika lain yang berminat mengakuisisi TikTok adalah Twitter dan Oracle.

Artikel ini pertama kali tayang di VICE News