FYI.

This story is over 5 years old.

The VICE Guide to Right Now

Masalah Belum Berakhir Bagi Nelayan Myanmar Yang Diperbudak di Indonesia

Lebih dari 600 nelayan Myanmar diselamatkan dari perbudakan di atas sebuah kapal pemancingan yang berlabuh di timur Indonesia setahun lalu. Belum satupun dari korban ini menerima dana kompensasi dari pemerintah.
Photo via SeaDave/Flickr.

Pemerintah Indonesia baru memberikan kompensasi kepada 11 dari lebih dari 600 nelayan Myanmar yang dikurung dan diperlakukan layaknya budak di Pulau Benjina, Maluku menurut keterangan pejabat Myanmar. Namun, uang kompensasi itu belum juga diterima.

Menurut salah satu pejabat di Unit Anti-Perdagangan Manusia di Myanmar meski ratusan nelayan Myanmar yang dipaksa bekerja di atas kapal penangkapan ikan Thailand yang berlayar di perairan Indonesia itu telah kembali ke Myanmar, otoritas Myanmar belum bisa mengkonfirmasi cerita dari para nelayan itu.

Iklan

"Ketika para nelayan itu pulang, kami mengumpulkan data dari lebih dari 400 orang. Tapi kami belum mendapatkan informasi yang memadai," ujar Letnan Kolonel Polisi Polisi U Thet Naung dalam sebuah pertemuan baru-baru ini di ibu kota Myanmar. "Beberapa nelayan bahkan tak tahu siapa pemilik kapal tempat mereka dipaksa bekerja. Kami sudah mentransfer semua data yang kami terima ke otoritas Indonesia."

Pihak berwenang Indonesia telah menyusuri data tersebut, namun sampai saat ini baru 11 korban perdagangan manusia yang mendapatkan kompensasi. Pihak kepolisian Indonesia menyatakan akan terus menyelidiki kasus ini guna bisa memecahkan lebih banyak kasus.

"Kami telah menanyakan perihal ini kepada pejabat dari Indonesia dalam sebuah pertemuan," kata U Thet Naung. "Mereka bilang pengadilan Indonesia telah memutuskan untuk memberikan kompensasi pada 11 nelayan."

Namun, sampai tanggal 24 Oktober, belum satupun dari 11 nelayan tersebut menerima dana kompensasi dari pemerintah Indonesia. Pejabat Myanmar mengatakan bahwa rekan mereka di Indonesia tengah mencari cara yang terbaik untuk mengirimkan dana kompensasi itu ke para korban.

"Pemerintah Indonesia belum memutuskan apakah mereka akan membawa dana tersebut ke Myanmar dan memberikannya pada nelayan itu atau mereka yang harus datangke Indonesia," jelas pejabat unit anti-perdagangan manusia.

Para nelayan ini dikembalikan ke Myanmar setelah penyelidikan selama 1 tahun yang dilakukan oleh Associated Press mengungkap berbagai macam bukti terjadinya pelanggaran, penahanan gaji dan kematian di atas kapal PT. Pusaka Benjina Resources, sebuah perusahaan Indonesia yang beroperasi di Thailand.

Laporan ini memicu munculnya kritik keras di Indonesia dan di luar negeri serta menyingkap masalah yang menurut beberapa ahli telah lama menghantui industri perikanan Thailand. Industri perikanan Thailand yang kelam kerap dituduh penuh dengan kasus perbudakan, penyalahgunaan dan perdagangan manusia. Banyak hasil tangkapan nelayan Thailand menghilang di pasaran internasional dan muncul di supermarket di Amerika Serikat.

Para nelayan yang ditahan, berjumlah lebih 2.000 orang, telah dibebaskan dari perbudakan, dan perusahaan yang mempekerjakan mereka telah kehilangan izin usahanya setelah pemerintah Indonesia melakukan penyelidikan. Namun, perusahaan ini diduga telah kembali beroperasi di daerah timur Indonesia dan kini tengah menjadi fokus penyelidikan baru oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan, seperti dikutip dari laporan terbaru yang dikeluarkan oleh situs environmental watchdog, Mongabay.

"Jika kita terus membiarkan hal ini, itu artinya kita merestui perbudakan," ujar Menteri Kelautan dan Perikanan Indonesia, Susi Pudjiastuti pada suatu kesempatan.