Pemerkosaan

Reynhard Sinaga Diklaim Pelaku Kasus Pemerkosaan Terbesar dalam Sejarah Inggris Raya

Mahasiswa asal Indonesia di Inggris divonis penjara seumur hidup karena ditengarai memperkosa hingga 190 pria. Masalahnya, di medsos Indonesia, isu ini digoreng bigot, melebar jadi sentimen anti-LGBT.
Mahasiswa asal Indonesia Reynhard Sinaga Diklaim Pelaku Kasus Pemerkosaan Terbesar dalam Sejarah Inggris Raya
Foto kiri dari akun Facebook Reynhard Sinaga; Foto kanan dari rekaman CCTV yang didapatkan Greater Manchester Police.

Reynhard Sinaga, seorang mahasiswa doktoral dengan dua gelar master berusia 36/37 tahun, sekilas berpenampilan seperti “anak baik-baik” dan tampak tidak berbahaya. Faktanya, ia ternyata seorang pemerkosa berantai terbesar yang pernah diadili sepanjang sejarah Inggris, dan kemungkinan besar dunia, setelah diduga memperkosa 195 pria muda, sebagian besar heteroseksual. Berita ini menjadi headline koran-koran di Inggris hari ini.

Iklan

Polisi menemukan bukti rangkaian pemerkosaan yang dilakukan sejak Januari 2015 hingga 2 Juni 2017, tetapi diyakini Reynhard telah melakukan aksinya sejak 2007, tahun kedatangannya di Inggris. Ia mendapatkan mangsanya dengan berkeliaran di depan pintu luar kelab-kelab malam di Kota Manchester, lalu menawari calon korban yang sudah mabuk, kehabisan baterai ponsel, atau terpisah dari teman-temannya untuk transit ke apartemennya.

Ajakan Reynhard sering berhasil karena pembawaannya yang ramah dan murah senyum. BBC menyebut, dalam satu peristiwa, korban berhasil dijerat hanya dalam waktu 60 detik. Setiba di apartemen, ia akan menawarkan minuman keras yang sudah dicampur obat bius Gamma-hydroxybutyric-acid (GHB) untuk membuat korbannya tidak sadarkan diri. Obat bius ini dijual secara bebas di apotek-apotek Manchester. Kasus ini dengan segera meledak di Indonesia sejak beritanya tersiar mulai malam kemarin (6/1). Meski sejumlah netizen bijak menempatkan masalah ini sebagai pemerkosaan keji, tetap ada saja yang melabeli kejahatan ini sebagai "karakter asli" kaum gay tanpa mau memandang bahwa pemerkosaan—apapun orientasi seksualnya—adalah kejahatan yang harus dikutuk tanpa pandang bulu. Adanya psikopat seorang gay tak bisa membuat seluruh kaum LGBTQ dicap tukang perkosa, sama seperti kasus pelaku bom bunuh diri yang mengatasnamakan satu agama, tidak otomatis membuat seluruh umat agama tersebut menjadi teroris. Dalam sejumlah kasus, ia memperkosa korban berkali-kali, bahkan saat korban tengah muntah karena mabuk berat. Seorang korban lain diperkosa tujuh kali dalam rentang waktu delapan jam dan dalam kondisi anus berdarah-darah. Keesokan paginya korban akan terbangun tanpa bisa mengingat perkosaan itu maupun detail lain selama mereka “tertidur”. Aksi ini berlangsung selama dua setengah tahun tanpa ketahuan. Sampai pada 2 Juni 2017, seorang korban terbangun dalam posisi telungkup sementara Reynhard sedang mempenetrasinya dari belakang. Korban langsung menghajar Reynhard hingga lelaki itu pingsan, lalu lari dan menghubungi polisi. Dari sinilah polisi menemukan ratusan video di dua ponsel milik Reynhard. Semua file video itu secara total berukuran 3,29 terabita. Angka-angka dalam kasus ini: Dugaan jumlah korban kekerasan seksual sebanyak 190 (versi BBC) atau 195 orang (versi The Guardian), semua berusia belasan dan 20-an. Sebanyak 159 kasus dibawa ke pengadilan, dengan 136 kasus adalah pemerkosaan. Korban teridentifikasi sebanyak 70 orang. Korban yang menuntut ke pengadilan sebanyak 48 orang, dengan 45 orang heteroseksual dan 3 orang gay. Dari 48 orang yang setuju kasusnya diadili tersebut, 36 di antaranya adalah pelajar. Senin kemarin (6/2020) Reynhard Sinaga divonis pengadilan Manchester dengan hukuman seumur hidup dan masa penjara minimal 30 tahun. Selain video rekaman pribadi yang menjadi bukti, Reynhard juga menyimpan “kenang-kenangan” dari korbannya berupa ATM korban, kartu SIM, hape, dan unduhan FB korban. Polisi melacak para korban dengan menggunakan teknologi pengenal wajah dan ketika mereka mengabari korban tentang pemerkosaan ini, banyak yang langsung terguncang. "Saya berada di titik di mana saya merasa hidup tidak akan lebih buruk lagi. Kejadian ini adalah mimpi terburuk saya yang jadi kenyataan," ujar seorang korban di pengadilan, dikutip The Guardian. Adapun BBC mendapati beberapa korban yang setelah tahu telah diperkosa jadi tidak bisa pergi bekerja, tidak bisa menamatkan sekolah, atau kabur dari rumah. Hakim pengadilan kasus Suzanne Goddard mengutuk keras kasus ini dan menganggap Reynhard tidak bisa dibiarkan keluar dari penjara. “Dalam pandangan saya, Anda orang yang sangat berbahaya, licik, dan manipulatif. Tidak akan pernah aman bagi masyarakat apabila Anda dibebaskan,” ujar Goddard dikutip The Guardian. Kesehatan mental pelaku juga dipastikan bermasalah karena selama empat kali persidangan, pelaku sering kelihatan bosan, menguap, memainkan rambutnya sendiri, tersenyum sinis, dan tidak menunjukkan rasa bersalah apalagi simpati kepada korban.

Dewan Kota Manchester telah menyebar pengumuman daring untuk meminta siapa saja berpotensi pernah menjadi korban Reynhard agar segera melapor.

Sampai vonis jatuh, Reynhard masih bersikeras hubungan seksual itu dilakukan suka sama suka. Korban pura-pura tidur demi memenuhi fantasi seksual yang telah disepakati. Peserta sidang sampai dipertontonkan video pemerkosaan tersebut untuk menyaksikan bahwa korban memang sedang tidak sadarkan diri karena pengaruh obat bius.

Kasus ini dengan segera meledak di Indonesia sejak beritanya tersiar mulai malam kemarin (6/1). Meski sejumlah netizen bijak menempatkan masalah ini sebagai pemerkosaan keji, tetap ada saja yang melabeli kejahatan ini sebagai "karakter asli" kaum gay tanpa mau memandang bahwa pemerkosaan—apapun orientasi seksualnya—adalah kejahatan yang harus dikutuk tanpa pandang bulu. Adanya psikopat seorang gay tak bisa membuat seluruh kaum LGBTQ dicap tukang perkosa, sama seperti kasus pelaku bom bunuh diri yang mengatasnamakan satu agama, tidak otomatis membuat seluruh umat agama tersebut menjadi teroris.