gaya hidup

Kenapa Ada Orang Demen Dugem Tanpa Minum Alkohol Sama Sekali? Ini Kata Pelakunya

Semakin banyak orang mengaku tetap bisa merasakan nikmatnya pesta semalam suntuk, tanpa mabuk sama sekali.
Foto ilustrasi perempuan dugem bersama dua orang teman
Foto ilustrasi dugem oleh Eabha Fitzpatrick 

Di usia 22, Abi memutuskan berhenti minum-minum saat dugem. Kala itu dia tengah menjalani pengobatan, sehingga tidak bisa mengonsumsi alkohol. Namun, dia tak mau membatalkan janji hanya karena suatu pantangan. “Saya takut banget,” ungkap Abi, merujuk pada reaksi teman-temannya.

Iklan

Yang terjadi jauh di luar perkiraannya. “Itu malam paling menyenangkan yang pernah saya lalui,” lanjutnya. Dia merasa lebih berenergi untuk ajojing dan ngobrol dengan orang asing.

Baru kali itu Abi clubbing tanpa mabuk-mabukan. Biasanya dia sampai tak sanggup bangkit dan hanya bisa mengandalkan temannya untuk memanggilkan taksi. Keseruan yang dia rasakan selama pesta sober mendorongnya untuk meneruskan gaya hidup ini secara bertahap.

Kekhawatirannya akan reaksi orang lain terbilang masuk akal, mengingat minuman beralkohol telah menjadi bagian penting dalam bersosialisasi selama dugem. Saya menghabiskan musim panas 2021 dengan mabuk-mabukkan, dan saya merasa terintimidasi jika tidak menenggak sebotol pun sepanjang pesta. Namun, harus diakui berada di tengah keramaian kelab yang ingar bingar dan gemerlap terasa mendebarkan ketika kamu dalam keadaan sadar dan tanpa pengaruh alkohol. Sudah lama saya tidak melewati pengalaman yang sangat menyenangkan seperti ini.

Menariknya, bukan hanya kami berdua yang merasakan manfaat tidak mengonsumsi minuman keras selama berpesta. Penelitian tahun 2021 oleh University College London menemukan 91,5 persen anak muda berusia 18-29 yang peminum berat setahun lalu telah mengurangi asupan alkoholnya. Meningkatnya pasar minuman non-alkohol mencerminkan pergeseran gaya hidup, yang mana orang kini mulai berhenti mabuk-mabukkan. Perusahaan riset pasar Fior Markets memprediksi industri minuman bebas alkohol akan bernilai $1,7 triliun (Rp24 kuadriliun) pada 2028.

Iklan
Perempuan tersenyum

Abi. Foto oleh narasumber

“Saya langsung membatin, saya enggak bisa minum-minum,” kata Ben, lelaki 24 tahun dari Wiltshire. Dia menghadiri parti di rumah temannya saat baru 14 tahun, dan mencicipi sari buah apel untuk pertama kalinya di sana. Dia tak menyukai rasanya sama sekali. Ketidaksukaannya itu tak mengendurkan semangat Ben untuk clubbing.

Begitu usianya menginjak 18 tahun, dia berkeliaran dari satu acara ke acara lain setiap seminggu sekali. Baginya, line-up acara yang sesuai selera musiknya — elektronik yang kental dengan unsur drum dan bass — adalah alasan utama dia berpesta.

Ben beruntung memiliki teman-teman yang suportif. Mereka jarang memaksanya untuk ikutan minum alkohol juga. “Mereka menerima keputusanku begitu saja,” ujarnya. “Saya cukup beruntung. Pada usia segitu, pasti kita akan kesulitan menolak tawaran teman.”

Shefali, 29 tahun, paham betul seperti apa rasanya. Dia menghadapi tekanan yang tinggi untuk minum-minum sejak masuk kuliah. Meski dia lebih suka menghabiskan malam tanpa alkohol, dia tak bisa sepenuhnya mengucapkan selamat tinggal padanya.

Lelaki gundul foto bersama seekor anjing

Ben. Foto oleh narasumber

“Teman-teman pasti akan bertanya kenapa tidak minum, padahal biasanya juga kamu minum,” tuturnya. “Orang sulit memahami kalau tak semuanya suka minum.”

Iklan

Saya memahami perasaan Shefali. Ketika saya dugem untuk pertama kalinya setelah lockdown dilonggarkan pada Juli 2020, saya pulang ke rumah orang tua dengan kondisi mabuk berat. Ayah sampai membopong saya ke tempat tidur. Saya bisa seperti itu karena temanku, yang saya ingat mengatakan — “dia bisa minum lebih banyak dariku!” Dia menatap saya dengan ekspresi datar: “Ada kata ‘tidak’ di dunia ini.”

Perempuan duduk di atas batu besar

Shefali. Foto oleh narasumber

Budaya minum-minum di Inggris seakan mengharuskanmu untuk ikutan dan tidak merusak suasana. Shefali menceritakan betapa sulitnya menolak tantangan semacam “Ayo siapa yang bisa menghabiskan botol ini? Siapa dari kita yang akan menjadi pemenang terakhir?”

Namun, seiring beranjaknya usia, dia semakin mudah mempertahankan kebiasaan tidak minum alkohol. “Saya merasa bisa lebih mengendalikan acara yang saya datangi,” terangnya. “Saya bisa bertindak lebih lepas tapi tetap berada di zona nyaman. Sisi terbebas dalam diriku masih bisa keluar tanpa pengaruh alkohol.”

Ruby Warrington menerbitkan Sober Curious, buku yang mengajak pembaca memikirkan kembali hubungan manusia dengan alkohol, dan manfaat yang ditawarkan dari tindakan itu. Menurutnya, ketika berurusan dengan tekanan sosial, “Langkah terbaik [untuk menghalaunya] yaitu dengan berpegang teguh pada pilihanmu sendiri.”

Iklan

“Tetap terhubung dengan alasanmu dugem tanpa alkohol. Dan ingatlah, jika ada yang mempermasalahkan ini, kamu tak perlu menjelaskan alasannya atau meminta maaf. Anggap itu sebagai percobaan dan tetaplah bersenang-senang!” lanjutnya.

Hal apa yang paling mengejutkan dari pesta sober, terutama bagi mereka yang baru pertama kali mencobanya? “Jika kamu terbiasa dugem sambil minum-minum, kamu akan merasa lingkungannya sangat berbeda saat dalam keadaan sadar. Kamu mungkin lebih merasakan musiknya, dan merasa lebih dekat dengan orang-orang di sekitarmu. Selain itu, kamu bisa mengingat jelas momennya dan tidak hangover di pagi hari.”

Abi mengganti alkohol dengan minuman lain. Dia pribadi lebih suka minum Diet Coke. “Saya mulai ngidam Diet Coke selama lockdown, ketika tidak bisa dugem sepulang kerja di malam Sabtu.” Saya juga merekomendasikan fokus pada hal lain untuk meningkatkan suasana hati selama dugem, misalnya seperti berpakaian bagus.

Tapi, seperti yang dikatakan Ben, kamu mungkin tidak terlalu menikmati acaranya kalau sampai butuh alkohol. “Cobalah sekali. Mungkin ini bisa menjadi pembuka pintu ke hal-hal yang lebih menari,” ucapnya. “Selama kamu dikelilingi orang yang tepat, kamu bisa bersenang-senang tanpa harus mabuk.”

@RiceKezia