Diskriminasi LGBTQ

Walkot Bobby Mendadak Umumkan Medan Kota Anti-LGBT Usai Datangi Pesta Tahun Baru

Menantu Presiden Jokowi yang juga Walikota Medan, Bobby Nasution, saat dikonfirmasi ulang mengaku cuma bercanda. Komnas HAM ingatkan Bobby bahwa diskriminasi macam itu melanggar konstitusi.
Walikota Bobby Nasution umumkan Medan kota anti-lgbt usai pesta tahun baru dikritik komnas ham
Walikota Medan Bobby Nasution [kiri] bersama wakilnya Aulia Rahman di fase pendaftaran KPU sebelum akhirnya terpilih. Foto oleh KIKI CAHYADI/Anadolu Agency via Getty Images

Tanpa ada insiden yang mengawali, Wali Kota Bobby Nasution tiba-tiba saja mengumumkan bahwa Kota Medan menolak adanya komunitas Lesbian, Qay, Biseksual, Transgender, dan Queer (LGBTQ). Pernyataan ini keluar tak lama setelah pergantian tahun 2023. Bobby mengaku berjalan dari kantor Wali Kota Medan ke Jalan Raden Saleh, salah satu lokasi perayaan malam tahun baru ibu kota Sumatra Utara tersebut.

Sepanjang perjalanan, Bobby mengklaim bahwa dia melihat banyak pasangan sesama jenis. "Saya lihat kok yang cowok sama cowok. Enggak ada ya, Kota Medan enggak ada LGBT, kita anti LGBT!" kata Bobby, dikutip dari CNN Indonesia pada 2 Januari 2023.

Iklan

Menurut menantu Presiden Joko Widodo ini, sikap anti-LGBT merupakan pesan para tokoh agama. Dalam budaya masyarakat Medan juga tidak ada dan tidak dibenarkan LGBT. Bobby turut mengklaim tak ada ada satu etnis pun di Medan yang menyetujui keberadaan komunitas LGBT, baik dalam budaya maupun kehidupan sehari-hari.

Pesan malam tahun baru politikus 31 tahun itu ditutup dengan ajakan dan doa agar warga Medan, terutama yang masih jomlo segera menikah dengan pasangan yang berbeda jenis. "Jadi yang jomlo kita doakan tahun 2023 cepat nikah, yang udah nikah cepat punya anak, yang sudah punya anak silahkan tambah tapi jangan banyak-banyak kali, cukup dua aja," katanya.

Pernyataan ini mendapatkan reaksi pro dan kontra. Pihak yang pro, salah satunya Anggota DPRD Medan Fraksi Nasdem, Afif Abdillah. Dia mengatakan penanganan masalah LGBT sudah sepantasnya menjadi tanggung jawab pemerintah.

"Di Indonesia, LGBT ini [layak] dianggap penyakit, jadi harus ada peran dari pemerintah untuk mengobati para LGBT, jangan hanya menolak saja," kata Afif, dikutip dari Suara.

Sebaliknya Komisioner Komnas HAM, Anis Hidayah, mengingatkan Bobby apabila semua warga negara tidak boleh mendapatkan perlakuan yang diskriminatif, baik berdasarkan ras, suku, agama, orientasi seksual, dan lainnya.

Iklan

Konstitusi Indonesia menyetarakan semua warga di mata hukum. "Diskriminasi itu didefinisikan sebagai pembatasan, pelecehan, pengucilan baik itu yang langsung atau tidak langsung yang didasarkan pada pembedaan atas dasar agama, suku, etnik, kelompok golongan, status ekonomi, bahasa," kata Anis.

Perlakuan diskriminatif bisa berdampak pada pemenuhan HAM dalam banyak aspek. Tidak hanya dalam orientasi seksual, diskriminasi juga tidak boleh berlaku dalam bidang ekonomi, politik, hukum sosial, dan aspek kehidupan lainnya.

Setelah pernyataan Bobby keluar pada malam tahun baru dan cukup ramai, wartawan kembali menanyakan perihal tersebut. Ternyata Bobby mengaku cuma bercanda apabila dia melihat cowok sama cowok saling berpasangan. Namun pesan apabila dia menolak LGBT tetap serius.

"Yang saya sampaikan, yang saya ngelihat kemarin itu apa namanya, hanya candaan, saya melihat banyak cowok-cowok. Tidak bagus juga cowok-cewek, bukan muhrim berpelukkan di depan umum, enggak bagus juga," kata Bobby, dikutip dari TVOne.

Adapun menurut pegiat advokasi hak minoritas seksual menganggap pernyataan anti-LGBTQ kerap dilontarkan politikus menjelang tahun politik. Persekusi maupun aturan hukum yang diskriminatif terhadap komunitas rentan seperti transgender tercatat meningkat pada 2013-2014 maupun 2018-2014, keduanya tahun dilaksanakannya tahapan pemilu serta kampanye.

Dede Oetomo dari GAYa Nusantara, lembaga swadaya tertua yang fokus mengadvokasi LGBTQdi Indonesia, mengatakan sentimen negatif terhadap komunitas LGBTQ senantiasa meningkat menjelang pemilihan umum. Dia mengatakan, tidak pernah ada komitmen dan upaya melindungi komunitas LGBTQ yang datang dari partai politik atau pemerintah.

"Kepala daerah cenderung mengikuti tren dalam mengeluarkan perda yang anti terhadap LGBTQ," kata Dede kepada VICE beberapa waktu lalu.