FYI.

This story is over 5 years old.

Covering Climate Now

Sisi Gelap Akibat Viralnya Video Satwa Langka Indonesia

Video YouTube kukang imut tanpa disadari memicu perdagangan massif satwa langka negara kita. Kepada VICE, penyidik yang menyamar mengungkap ancaman riil terhadap spesies kukang lamban.
Foto dari arsip International Animal Rescue Indonesia.

Internet adalah gudangnya video-video hewan lucu. Namun, apa jadinya kalau tautan-tautan video dari YouTube justru mempercepat kepunahan satu spesies hewan tertentu? Itulah yang menimpa kukang lamban, spesies primata yang selama ini hidup tenang di hutan-hutan tropis Asia Tenggara. Kukang lamban dulunya primata mungil lucu yang tak diketahui banyak orang.

Semuanya berubah saat satu tickle video muncul. Pada 2009, video tersebut menampilkan seekor kukang lamban digelitik pemiliknya. Rekaman tersebut viral di internet. Jutaan orang menganggap hewan ini lucu. Sayang, ada yang luput dari pemahaman para penonton video pendek tersebut. Kukang lambang mengangkat kedua tangannya sebagai salah satu cara bertahan hidup. Bukannya merasa geli, kukang malang dalam video itu sedang merasa sangat terganggu karena digelitiki.

Iklan

Sejak saat itu, popularitas kukang lamban melonjak di berbagai negara. Di saat yang sama, terjadi peningkatan jumlah perdagangan gelap hewan nokturnal itu—khususnya lewat pasar gelap.

"Nyaris 80 persen kukang lamban yang ditangkap penyelundup binatang mati sebelum sampai ke pasar," kata Christine Rattel, penasehat program konservasi satwa liar di International Animal Rescue Indonesia. Gigi-gigi kukang lamban yang diselundupkan terlebih dulu dipotong. Proses menyakitkan ini diduga menjadi biang kerok tingginya angka kematian kukang lamban. Industri perdagangan hewan liar sejak lama punya reputasi perlakuan kejam bagi hewan-hewan yang bernasib buruk ditangkap penyelundup.

"Pelaku penyelundupan hewan liar menjejalkan kukang-kukang ini dalam kotak kecil setelah ditangkap dari alam liar," ujar Rattel. "Akibatnya, kukang-kukang tangkapan mereka terluka, stres, mengalami dehidrasi parah, bahkan mati dalam perjalanan."

Foto dari arsip International Animal Rescue Indonesia

Foto dari arsip International Animal Rescue Indonesia

Ada alasan kenapa kukang lamban jadi peliharaan yang populer. Satu yang pasti, primata satu ini nampak menggemaskan. Tubuh mereka mungil. Tangan-tangan mereka kecil mirip seperi lengan bayi. Belum lagi, mata kukang lamban belo. Semua hal itu membuat kukang lamban jadi mangsa empuk pedagang hewan peliharaan. Di Indonesia, yang wilayah hutannya jadi rumah alami kukang lamban, perdagangan hewan peliharaan awalnya hanya menyasar pasar-pasar domestik.

Seiring melejitnya popularitas kukang lamban, cakupan pasar para penyelundup hewan liar melebar. Jual beli kukang lambah sudah merambah laman Facebook, di mana pembeli dan penjual terang-terangan tawar menawar barang julan mereka secara bebas, menerabas aturan-aturan hukum, serta meninggalkan aparat yang gelagapan merespons fenomena ini.

Iklan

"Pemburu binatang liar kini makin piawai memanfaatkan teknologi," kata Hasan, penyidik kasus-kasus perdangan hewan liar, pada VICE. Hasan meminta nama lengkapnya dan organisasi tempatnya bekerja dirahasiakan lantaran sedang menyamar dalam sindikat perdagangan hewan. Dia bisa terancam kalau ketahuan buka kartu pada kami. Pasarnya mungkin sudah bergeser ke ranah digital, kata Hasan, tapi ancaman sindikatnya masih nyata adanya.

Angka perdagangan hewan liar naik empat kali lipat sejak 2010. Pasar hewan peliharaan bawah tanahh di Indonesia saja diperkirakan bernilai $1 miliar per tahun. Lonjakan ini didorong salah satunya oleh kemunculan komunitas pecinta hewan peliharaan di Facebook.

"Trennya kan jelas terlihat," ungkap Hasan. "Beberapa tahun terakhir, perdagangan online membuat para penjual hewan liar leluasa menjajakan hewan-hewan itu, tanpa harus repot-repot membawaya ke pasar dan dirazia aparat."

Penetrasi internet di Indonesia berkembang pesat satu dekade ke belakang. Saat ini, sekitar 43 persen populasi Indonesia fasih memanfaatkan ponsel. Kebanyakan dari mereka menggunakannya buat mengakses media sosial. Indonesia tercatat sebagai negara dengan jumlah pengguna Facebook tertinggi keempat di dunia, sekaligus salah satu negara yang memiliki pengguna Twitter paling aktif. Media sosial dengan demikian jadi pasar ideal yang belum diregulasi memadai. Barang-barang ilegal dengan leluasa diperjualbelikan di jagat maya.

Iklan

Grup-grup Facebook seperti "Kukang Lovers Jakarta" dan "Kukang lover's indonesia Reg.bekasi" memberikan celah bagi para penyelundup hewan liar beroperasi terang-terangan, sambil tetap berada di luar radar aparat penegak hukum. Ada yang juga yang menempuh jalan lain: mengunggah foto-foto satwa liar dagangan di lapak-lapak situs belanja online. Kalian bisa menemukan hewan liar yang nyaris punah itu dibanderol Rp500.000 sambil iseng mencari helm atau ponsel second di situs jual beli online lokal.

Bisa disimpulkan, melonjaknya penetrasi internet di Indonesia menawarkan kesempatan bagi penyelundup hewan liar menjajakan dagangan mereka di pasar yang secara teori lebih susah ditutup dari pasar-pasar tradisional. Lewat internet, daya jangkau penjual makin luas. Sebuah penelitian diterbitkan Asian Primates Journal mengungkap fakta bahwa Jepang kini dijadikan terminal besar penyelundupan kukang lamban asal Tanah Air.

Microsoft, bersama beberapa perusahaan teknologi lainnya, baru-baru ini bekerja sama dengan World Wildlife Fund (WWF), TRAFFIC, dan International Fund for Animal Welfare (IFAW) menyusun panduan perdagangan hewan liar di dunia maya yang diharap bisa mengatur area-area abu tersebut.

"Dengan mengadopsi kebijakan-kebijakan yang sama dalam pelaksanaan perdagangan hewan liar, para penjual akan diminta menaati aturan yang sama di berbagai macam platform. Mereka tak bisa pindah platform seenaknya guna memanfaatkan titik lemah tiap platform," kata Giavanna Grein, program officer bagian kejahatan lingkungan hidup di WWF dan TRAFFIC.

Iklan

Juli tahun ini, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mendirikan unit patroli internet. Tugas mereka menguntit para pedagang hewan liar di jagat internet. "Unit ini didirikan guna menyikapi peningkatan perdagangan satwa liar termasuk kukang lamban yang makin menjadi," kata Achmad Prabadi, Kepala Sub Direktorat Pencegahan dan Pengamanan Hutan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Walau pengawasan makin ketat, ada saja penyelundup yang tetap membandel. Menangkap mereka biasanya butuh waktu dan menghabiskan banyak dana. Saat ini, agar sukses memburu para pedagang nakal, aparat terpaksa mengejar mereka secara manual di internet.

Aktivis anti penyelundupan hewan liar, di sisi lain, berusaha mengembangkan metode baru mempercepat proses penangkapan para pelaku penjualan satwa liar. Jennifer Jacquet dan Sunandan Chakraborty, keduanya profesor di New York University, menciptakan algoritma yang bisa mencari semua iklan penjualan satwa liar di internet. Kendati demikian, algoritma ini tak serta merta memudahkan tugas aparat mencokok para penyelundup satwa liar.

"Kesulitan yang kami hadapi serupa dalam kesulitan dalam pencarian manual," ujar Jacquet. "Bagaimana kita bisa yakin bahwa barang yang dijual benar-benar satwa liar? Bagaimana algoritma menyesuaikan diri dengan kode baru-baru yang digunakan menyebut satwa liar? Di mana harusnya fokus aparat ditempatkan?"

Lalu, jikapun pelaku penyelundupan berhasil ditangkap, tak ada jaminal penjualan kukang lamban menurun. Di Indonesia, sebagian besar penjaja kukang itu justru para penyayang primata. Mereka mengoleksi beberapa ekor kukang lamban dan menjualnya satu persatu di internet. Kebiasaan tersebut membuat mereka jadi bagian kecil dari industri penyelundupan satwa liar Asia yang bernilai $10 miliar setahun. Walau jumlahnya sedikit, pedagang-pedagang ini tetap jadi ancaman bagi kehidupan kukang lamban.

Masalah penyeludupan satwa liar ini tak sepenuhnya dapat diobati dengan penegakan hukum belaka. Kesadaran lingkungan juga diperlukan supaya permintaan pasar—baik dari dalam maupun luar negeri—terhadap satwa liar langka asal Indonesia berkurang. Jadi, seandainya kelak muncul lagi video kukang lamban digelitiki, ingat-ingat pesan kami: binatang itu belum tentu senang diperlakukan demikian. Oh, dan satu lagi, rumah sejati mereka ada di hutan liar, bukan di dalam kandang buatan manusia.