Diskriminasi

Malaysia Berencana Melarang Transgender Beribadah di Masjid

Apabila usulan wakil menteri Malaysia itu diterima, larangan masuk masjid bagi orang transgender bisa diberlakukan di tingkat federal.
Saf salat perempuan yang menerapkan jaga jarak di masjid
Saf salat perempuan yang menerapkan jaga jarak di sebuah masjid Malaysia. Foto: Mohd RASFAN / AFP

Sejumlah pejabat di Malaysia mempertimbangkan larangan masuk masjid dan situs keagamaan lainnya bagi komunitas transgender. Usulan ini disampaikan menyusul penangkapan pengusaha Malaysia yang seorang transpuan di Thailand. Dia dituduh menistakan agama karena datang ke masjid dengan pakaian perempuan.

Agama merupakan topik sensitif di Malaysia, terutama jika ada sangkut pautnya dengan Islam—agama resmi yang dianut lebih dari 60 persen populasi.

Iklan

Ketika diwawancarai wartawan di sela-sela acara pada Jumat, wakil menteri agama Ahmad Marzuk Shaary menyinggung pentingnya “menjaga kesucian masjid”. Menurutnya, larangan ini dapat mencegah kebingungan di kalangan umat Muslim Malaysia. Dia mengambil contoh Perlis, negara bagian di utara Malaysia yang berbatasan dengan Thailand, yang telah melarang crossdresser dan orang transgender memasuki masjid.

“Menurut saya, kita bisa mencontoh Perlis. Sangat tidak pantas jika laki-laki berjilbab memasuki masjid,” katanya, dikutip media lokal. “[Laki-laki] akan mengganggu privasi jika mereka memasuki saf perempuan.”

“Kalau mereka datang ke masjid untuk bertaubat, maka tidak apa-apa,” imbuhnya.

Usulan itu tampaknya akan berlaku di wilayah federal, seperti Ibu Kota Kuala Lumpur dan kota Putrajaya, yang merupakan pusat pemerintahan.

Politikus konservatif dan tokoh agama lainnya juga mempertimbangkan gagasan tersebut. Kepada situs berita Malaysiakini, Mufti pulau Penang Wan Salim Wan Mohd Noor mengaku bersimpati terhadap komunitas transgender, tapi menurutnya mereka harus “lebih bekerja keras” untuk beradaptasi dengan norma-norma masyarakat.

Iklan

“Dewan kemakmuran masjid harus menasihati jemaah dengan lembut dan hati-hati agar mereka menghormati kesucian rumah ibadah Islam dengan pakaian yang pantas dan tak lagi dipandang rendah dan aneh,” tuturnya.

Pegiat HAM telah mendokumentasikan perlakuan yang semakin buruk terhadap komunitas LGBTQ di Malaysia. Isu ini semakin menjadi perhatian negara setelah Nur Sajat kabur ke luar negeri pada Maret.

Pengusaha kosmetik itu tidak hadir di sidang pengadilan Syariah atas kasus penistaan agama yang diajukan terhadapnya. Transpuan itu dituntut karena berpakaian Muslimah saat menghadiri acara di masjid pada 2018. Polisi Malaysia dan otoritas keagamaan menghabiskan berbulan-bulan untuk melacak keberadaannya.

Nur ditangkap di sebuah kondominium mewah di Bangkok pekan lalu, memicu kemarahan aktivis HAM yang mengungkapkan keprihatinan mereka atas persekusi yang menanti Nur di kampung halaman. Dia dilaporkan mencari suaka di negara ketiga setelah dibebaskan dengan jaminan.

Follow Heather Chen di Twitter.