FYI.

This story is over 5 years old.

Olimpiade Musim Dingin

Setelah Debut 30 Tahun Lalu, Kontingen Bobsled Jamaika Sukses Kembali Ikut Olimpiade Musim Dingin

Masih ingat film mengharukan 'Cool Runnings'? Walau tak punya salju, Jamaika nekat mengirim tim bobsled. Dalam Olimpiade Musim Dingin 2018 di Pyeongchang, Jamaika menitip asa prestasi pada kontingen atlet bobsled perempuan.
Foto tim bobsled Jamaika oleh John David Mercer/USA TODAY Sports.

Artikel ini pertama kali tayang di VICE Sports.

"Feel the Rhythm! Feel the Rhyme! Get on up, it’s bobsled time!”

Penggalan dialog terkenal dari film Cool Runnings itu, sebuah film rilisan 1993 yang menceritakan aksi luar biasa kontingen bobsleigh (atau bobsled) Jamaika pada Olimpiade Musim Dingin 1988 di Calgary, Kanada. Jamaika adalah negara tropis, tidak ada salju sama sekali di sana. Siapa sangka, mereka berani mengirim tim untuk berkompetisi di Olimpiade Musim Dingin. Perjuangan atlet bobsled Jamaikan mengilhami olahrawagan lain di dunia untuk tidak menyerah menggapai mimpi. Selain itu, bagi banyak orang, berkat cerita inspiratif Jamaika, bobsled mulai dilirik sebagai olahraga pilihan dua dekade terakhir.

Iklan

Atlet Jamaika yang berangkat ke Kanada 30 tahun lalu ada empat orang, persis seperti di film. Namun, perlu diingat, Cool Runnings bukan film dokumenter. Sebagai karya yang terinspirasi kisah nyata, film tersebut adalah dramatisasi semangat tim yang berani berkompetisi di Olimpiade musim dingin, walau mereka baru terbentuk dan menjalani pelatihan selama tiga bulan saja. Cool Runnings sekaligus menggambarkan perasaan antusias dan rasa ngeri yang campur aduk saat mereka meluncur di sirkuit es dalam kecepatan maksimal 144 kilometer per jam.

Salah satu atlet yang mewakili Jamaika pada Olimpiade 1988 masih ingat betul proses rekrutmen. Walau tidak sedramatis di film, mereka sejak awal menyadari harus melakoni perjuangan berat yang dipandang sebelah mata banyak orang.

“Saya bergabung dengan tim bobsled pertama kali pada Oktober 1987,” kenang Devon Harris, salah satu atlet bobsled dalam debut Jamaika di Olimpiade musim dingin, saat wawancara bersama VICE Sports.

“Itu adalah pengalaman yang sangat mengerikan. Saya merangkak dengan kereta luncur di belakang pria yang belum pernah mengendarai kereta luncur sama sekali, dan tidak ada jaminan saya akan selamat di akhir pertandingan. Saya ingat ingin mundur saja. Saya sempat berkata, ‘Saya akan mati kalau memang sudah takdir, tapi saya mau mundur.’ Setelah sesi ketiga, barulah saya merasa ketagihan. Saya masih takut [meluncur pakai bobsled], tapi ketagihan.”

Iklan

Selang 30 tahun setelah tim bobsled putra melakoni debutnya, Jamaika akhirnya giliran mengirim tim bobsled putri untuk pertama kali ke Olimpiade Musim Dingin PyeongChang 2018 di Korea. Berbeda dari seniornya, tim perempuan bobsled Jamaika kali ini sudah sering berkompetisi di seri bobsled dunia. Jazmine Fenlator-Victorian, Carrie Russell dan Audra Segree bahkan berkesempatan merebut medali di Korea Selatan. Bagaimanapun, tim ini tidak mungkin ada tanpa para pelopor olahraga salju yang asli, yang jadi inspirasi “Cool Runnings”. Atlet bobsled pionir Jamaika itu merekrut atlet-atlet perempuan ke tim nasional, dan telah mendanai pelatihan dan jadwal kompetisi melalui berbagai bisnis pribadi.

Apabila kontingen Jamaika tahun ini bisa meraih medali, maka itu akan jadi peristiwa bersejarah bagi negara di Karibia tersebut.

Tim bobsled Jamaika awalnya terbentuk dari tantangan sekumpulan pria saat sedang mabuk pada tahun 1987. Rumor yang sekarang terkenal menceritakan semua bermula gara-gara ucapan pengusaha Amerika George Fitch, saat sedang menonton lomba dorong gerobak (disebut pushcart derby) di Jamaika bersama temannya. Fitch mengamati olahraga tradisional tersebut sangat mirip dengan konsep bobsled. Intinya adalah kerja tim supaya bisa meluncur secepat-cepatnya menuruni lereng gunung. Bedanya pushcart derby tidak melibatkan salju sama sekali.

“Saya kira waktu itu mereka berdua sudah terlalu mabuk,” kata Harris. “Mereka mendapatkan ide yang terbilang nekat untuk memulai tim bobsled, George ditantang melakukan itu, dan terbentuklah tim ini.”

Iklan

Sebelum bergabung bareng tim nasional tersebut, Harris adalah atlet lari spesialis jarak 800 meter yang pernah mengikuti kualifikasi tetapi gagal lolos ke Olimpiade Musim Panas 1984. Dia saat itu juga menjabat sebagai letnan satu di Angkatan Udara Jamaika. Harris tidak terlalu antusias saat tawaran gabung tim bobsled pertama kali dilontarkan oleh pimpinan skadronnya.

“Menurut saya membentuk tim bobsled di Jamaika adalah ide terkonyol yang pernah saya dengar dan tidak mungkin ada yang bisa memaksa saya untuk bergabung dengan tim itu,” kenangnya.

Rupanya Haris tidak memiliki pilihan lain saat si komandan memerintahkannya mendatangi kegiatan uji coba bobsleigh—semacam tes awal untuk menguji kecepatan lari tiap anggota potensial. “Komandan saya berpikir tentara harus turut berpartisipasi di kegiatan seperti ini, sehingga dia mengusulkan saya agar datang. Sebenarnya usulan ini lebih bersifat keharusan. Mau tidak mau, saya pasti datang ke lokasi seleksi sore itu. Komandan saya tidak pernah menyangka kalau saya malah benar-benar membentuk tim bobsled. Itu sama sekali tidak terpikir olehnya.”

Pilot helikopter bernama Dudley Stokes pun turut bergabung dalam tim gila tersebut. Dia terpilih sebagai pengemudi kereta luncurnya. Selain Stokes, sesama personil militer Michael White dan Freddy Powell ditunjuk bergabung. Sebagai pemula dalam hal bobsled, keempatnya sudah mengalami terjatuh dari kereta luncur sebanyak enam kali menjelang Olimpiade, berlomba dengan kereta luncur cadangan yang dipinjam dari negara Eropa.

Iklan

“Ada momen-momen di mana kamu merasa bergerak lambat saat terjatuh,” kata Harris mengingat-ngingat. “Semuanya terjadi dalam hitungan detik, tetapi saat kamu terlempar dari kereta luncur, terpelanting dan kepala membentur es, kamu akan merasa semuanya kembali normal lagi. Kamu mendengar suara gesekan kereta luncur dengan es. Kamu melihat kilatan cahaya putih dan mencium bau tidak enak dari kaca serat yang terbakar. Satu-satunya yang kamu bisa lakukan hanyalah bertahan. 15 detik kemudian, yang rasanya seperti 15 menit, semuanya berakhir dan kamu berpikir, ‘Saya masih hidup!’ dan ‘Ayo kita lakukan lagi!’”

Saat Olimpiade Musim Dingin benar-benar dihelat di Kanada, tim Jamaika dipandang sebelah mata pun tidak. Kontingen negara lain bahkan sempat tidak sadar ada wakil negara tropis ikut cabang olahraga bobsled. Tidak pernah ada yang melihat Jamaika di pertandingan resmi sebelumnya. Harris mengingat timnya menunggu giliran di belakang tim Swiss dan Australia yang bersiap-siap mulai. Mereka memerhatikan cara dua tim tersebut melakukannya. “Kami masih belajar saat itu, jadi kami memperhatikan betul bagaimana tim-tim lain meluncurkan keretanya supaya kami tahu apa yang akan dilakukan saat giliran kami tiba,” katanya.

Seperti yang ditampilkan di film Cool Runnings, atlet Jamaikan tidak melalui debut dengan mulus. Mereka kehilangan kendali kereta luncur dan terjatuh di sesi final, yang berarti mereka tidak dapat menyelesaikan pertandingan. Berbeda dari yang ada di film, di mana mereka berjalan keluar dengan bangga seraya memanggul kereta luncurnya yang hancur secara dramaatis, keempat atlet yang asli mengalami kesedihan mendalam ketika debut mereka gagal total.

Iklan

“Kami berada di kondisi yang paling buruk,” kata Harris. “Kami gagal dan mengecewakan negara kami. Kekalahan kami seakan-akan menegaskan kritikan-kritikan yang kami dapat waktu itu, kalau negara tropis tidak usah ikut Olimpiade musim dingin. Meskipun kami selalu ingin kembali berkompetisi, tetapi kenangan jatuh sempat menghambat tekad kami.”

Kontingen Jamaika akhirnya memang kembali berkompetisi. Harris dkk berkompetisi di Olimpiade tahun 1992 dan 1998, finish di posisi ke-35 dan ke-29, dalam kompetisi bobsled untuk tim dua orang. Sementara Stokes juga pernah menjadi atlet Olimpiade sebanyak tiga kali sesudah debut 30 tahun lalu. Kejadian yang terjadi pada 1988 juga meninggalkan warisan perubahan aturan Olimpiade Musim Dingin, yang secara tidak resmi dikenal sebagai “Jamaica rule.” Komite Olimpiade menetapkan agar ada kualifikasi tertentu bagi negara yang ingin berkompetisi di Olimpiade cabang apapun, termasuk bobsled. Sekadar bisa mengemudi kereta saja tidak cukup.

Meskipun film Cool Runnings menarik banyak pemuda-pemudi di Jamaika untuk bergabung dengan tim bobsled, semisal Lascelles Brown yang mewakili Jamaika di pertandingan bobsled dua orang di Olimpiade 2002. Brown bahkan sukses memenangkan medali perak dan perunggu ketika dia pindah mewakili kontingen Kanada di Olimpiade 2006 dan 2010. Brown baru mengetahui olahraga bernama bobsled setelah menonton Cool Runnings. Artinya film itu berhasil mempengaruhi banyak orang secara positif. Sayangnya, sampai sekarang, pemerintah Jamaika tak kunjung memberi dana memadai bagi tim bobsled.

Iklan

Anggota tim debut Jamaika di Olimpiade Musim dingin 1988 saat menggelar reuni. Foto oleh PRESSE/USA TODAY Sport

“Salah satu masalahnya karena bobsled dianggap tidak masuk akal di Jamaika, sebab kami tidak memiliki gunung bersalju atau sirkuit es,” kata Fenlater-Victorian kepada VICE Sports. “Peninggalan tim debut bobsled masih sangat besar di negara kami. Tiga puluh tahun setelah mereka bertanding, sekarang saluran televisi nasional di Jamaika pasti selalu menayangkan langsung Olimpiade PyeongChang untuk pertama kalinya. Kami harap orang-orang Jamaika bisa menyaksikan tim kami bertanding di cabang bobsled.”

Finch bertanggung jawab mendanai tim bobsleigh Jamaika pada Olimpiade 1988. Tetapi lama-lama kocek si pengusaha semakin menipis. Cool Runnings memang sukses, tetapi jarang ada sponsor besar yang tertarik mendanai kontingen Jamaika. Mereka akhirnya harus menghemat dana yang didapatkan dari CSR beberapa perusahaan. Beberapa tahun belakangan ini, mayoritas dana latihan untuk atlet bobsled perempuan Jamaika datang dari tim debut 1988 dulu.

Harris memperkirakan ongkos melatih atlet muda mengikuti pertandingan bobsled melawan negara-negara terbaik di dunia menghabiskan biaya sekitar US$1 juta per tahun (setara Rp13,6 miliar). Fenlator-Victorian, Russell, maupun Segree selama ini berlatih dan bersaing ditopang anggaran kurang dari US$150.000 saja. Terbayang kan betapa para atlet perempuan Jamaika ini harus ngirit saban hari. Artinya, daya saing mereka bertahan di kompetisi tingkat tertinggi sangat luar biasa.

Iklan

“Bobsled adalah olahraga Olimpiade termahal kedua setelah berkuda dan satu faktornya karena kami tidak perlu memberi makan kereta luncur kami,” ujar Fenlater-Victorian. “Tapi selain itu, semua aspek olahraga ini mahal. Kereta luncur saja menghabiskan biaya $ 100.000, gaji pemain sebesar $60.000, dan biaya latihan di fasilitas trek biasanya menghabiskan $250 per jam. Negara kami kecil dan tidak mungkin selalu membiayai pertandingan, tetapi kami ingin tetap mengikuti kompetisi. Kami melewatkan kumpul keluarga saat Natal karena kami harus mengumpulkan uang.”

Setelah mengingat semua pengorbanan tersebut, tim Jamaika sangat ingin menunjukkan kalau mereka bisa membalik semua cemooh. “Sebagai orang Jamaika, kami memiliki pepatah yang mengatakan, ‘Negara kami memang kecil, tetapi kami akan berjuang untuk menunjukkan kami bisa melakukan apa yang orang lain anggap mustahil,’” ujar Russell kepada VICE Sports.

“Kami ingin menunjukkan bahwa untuk memenangkan olimpiade musim dingin, yang diperlukan adalah bakat dan bukan musim salju. Kebanyakan orang yang pernah menonton film Cool Runnings berpikiran ujung-ujungnya kami akan kalah juga. Maka dari itu, kami ingin menunjukkan kalau tim bobsled Jamaika bisa memenangkan olimpiade musim dingin.”

Tiga dekade setelah debut Olimpiadenya, Harris tak lagi membenci olahraga yang dia kenal gara-gara perintah komandannya itu. Dia sekarang serius mencintai bobsled. Bahkan, Harris berencana membangun Akademi Bobsled di Jamaika, sesudah momen Olimpiade. Bersama anggota tim debutan Jamaika lain di Olimpiade 1988, dia sekarang tengah mengumpulkan dana membangun fasilitas dry track, dalam rangka mendorong lebih banyak anak-anak muda di Jamaika bergabung dengan tim bobsleigh.

“Saya tidak pernah membayangkan sebelumnya untuk bergabung di olahraga musim dingin,” ujarnya. “Sekarang, saya tidak percaya bobsled menjadi bagian terpenting dalam hidup saya. Andai saja saya punya alasan mengapa mencintai olahraga ini. Namun, begitulah yang dilakukan bobsled pada saya. Sekali bobsled ‘merasuki’ dirimu, kamu tidak akan bisa berhenti melakukannya.”