FYI.

This story is over 5 years old.

Ini Berita Hoax

Begini Rasanya Naik Kereta Anti Peluru Bareng Kim Jong-un ke Cina

Naik kereta mewah tampaknya ngetren lagi, termasuk buat sang diktator Korut. Kami memerintahkan salah satu reporter bikin cerita satir pengalaman naik keretanya Kim Jong-un, sebelum bisa mewawancarainya betulan.
Foto oleh AFP untuk Getty Images

Catatan redaksi: Cerita di bawah ini bukan hasil liputan jurnalistik. Sebaliknya ini adalah cerita satir belaka dengan sedikit menyitir peristiwa penting di politik internasional pekan lalu. Segala informasi di dalamnya semata-mata khayalan penulis. Kami tak pernah bertemu Kim Jong-un, apalagi ngobrol-ngobrol dengannya, walaupun sebenarnya pengen sih kalau dianya mau. Tolong disampaikanlah permintaan kami kepada si bapak pemimpin tertinggi wahai mata-mata Korut yang membaca artikel ini.

Iklan

Artikel ini pertama kali tayang di GARAGE Magazine

Semua bermula gara-gara artikel ini.

Bulletproof, Slow and Full of Wine: Kim Jong-un’s Mystery Train: Kereta itu memasuki Ibu Kota Beijing—21 gerbong dicat hijau kusam. Jendelanya turut dicat untuk menutupi identitas orang-orang yang ada di kereta tersebut. Rangkaian kereta itu rupanya angkutan pribadi berlapis kaca antipeluru yang menjadi pilihan utama pemimpin Korea Utara sejak dulu sampai sekarang ketika melawat ke luar negeri.

—The New York Times, terbit 27 Maret 2018

Aku beruntung banget diajak naik kereta mewah berlapis anti peluru sama Kim Jong-un buat jalan-jalan ke Cina. Jujur, aku enggak ngefans sama dia ya (malah, secara pribadi aku enggak suka sama si Kim gara-gara dia suka melanggar HAM dan menindas warganya). Tapi aku senang karena ada banyak hal favoritku di kereta itu: wine terenak di dunia, keretanya berjalan lambat, dan aman dari tembakan. Enggak ada yang lebih nikmat selain minum Bordeaux vintage sambil ngaso tanpa takut ketembak orang enggak dikenal. Memang lebih enak jalan-jalan sendiri sih, tapi karena ini momen yang enggak bisa dilewatkan—dan mungkin saja satu-satunya cara bisa kabur dari Korea Utara, jadi aku setuju-setuju saja saat ditawarin sama dia. Berhubung enggak banyak orang yang bisa naik kereta ini, jadi aku bakalan bagi cerita ke kalian semua supaya bisa ikutan merasakan perjalananku.

Pengalaman Hari Pertama

Aku naik dari Pyongyang. Tempat ini sangat menakjubkan asal kalian tahu saja. Suasananya agak sepi dan kosong pasca kediktatoran Soviet yang kejam. Iya, iya. Kotanya memang cukup mengerikan. Saat kami sudah di dalam kereta, Kim mengingatkanku untuk nyantai saja karena kereta ini terbuat dari logam berat yang anti peluru. “Saking lambatnya kereta ini, kadang kamu sampai kepikiran, ‘Siapa pun tembak aku!’ tapi itu tidak akan pernah terjadi,” katanya. Kim Jong-un memperkenalkanku kepada beberapa stafnya, yang keliatan senang dengan kehadirannya dan enggak merasa terintimidasi sama sekali.

Kami duduk di gerbong restorasi dan ada pelayan yang membawakan sebotol anggur. “Eh, tunggu sebentar,” kataku. “Sekarang kan masih pagi banget, belum juga jam 9. Aku tahu kamu suka pesta, tapi mending kita nunggu sebentar deh sampai kereta jalan agak jauh gitu.” Pelayan itu tersenyum dalam diam seraya menuangkan wine ke gelasku. Aku baru sadar kalau yang ada di botol itu bukan wine, tapi jus cold-pressed biasa saja. “Ini dibeli langsung dari Juice Press yang ada di Soho,” kata Kim, “Aku enggak suka minum jus dari tempat lain. Aku sengaja masukin ke botol ini. Kalau restoran-restoran di Brooklyn saja bisa masukin air putih biasa ke botol wine, kenapa aku enggak bisa kayak gitu juga? Seleraku memang rendahan.” Aku kira Kim Jong-un enggak akan senorak itu, ternyata pandanganku salah selama ini.

Iklan

Setelah sarapan, aku jogging sebentar bolak-balik antar gerbong buat nyegerin badan. Saking pelannya kereta, kamu sampai bisa lari menelusuri setiap gerbong dan kembali ke tempat semula.

Setelah itu, aku menghabiskan hari dengan membaca buku di ruanganku. Anehnya, hampir semua surat kabar di Korea Utara selalu membahas yang baik-baik tentang Kim Jong-un, sedangkan masyarakat dunia selalu menganggap dia jahat. Aku salut banget sama mereka karena bisa meliput dua sisi, dan membaca berita dari kantor berita yang jauh lebih konservatif dari yang kamu kira.

Pengalaman Hari Kedua

Aku terjaga sambil menjerit. Aku kira sedang mengkhayal jalan-jalan sama Kim Jong-un, tapi ternyata memang itu suaranya Kim. Dia masuk secara tiba-tiba ke ruanganku sambil membawa surat kabar. “Lihat ini deh! The New York Times bilang keretaku berwarna ‘hijau kusam,’” teriaknya, “Gila apa ya?” Aku memandang ke luar jendela dan melihat orang-orang sedang mengendarai sepedanya dan para ibu mendorong kereta bayi di kejauhan. “Enggak kusam, kok. Lebih ke hijau gelap,” balasku cepat. “Elegan lah pokoknya.”

Berita koran AS itu membuat Kim bete seharian. Dia memerintahkan staf untuk mengecat warna lain. Mereka menggantinya jadi hijau mint. Memang enggak kusam, tapi jadi kelihatan norak dan enggak misterius lagi. Aku enggak ngomong apa-apa masalah warna barunya ke Kim. Jujur, aku kepikiran untuk pakai baju hijau mint selama sisa perjalanan.

Iklan

Pengalaman Hari Ketiga

Sekarang aku tahu kenapa orang lebih suka naik pesawat. Kecepatannya pasti enggak selambat kereta ini. Atau, kenapa orang enggak mau naik kereta yang anti peluru dan berjalan sangat lambat. Enggak ada yang lebih canggung selain naik kereta berhari-hari sama Kim Jong-un. Duduk bersebelahan dengan orang asing di pesawat selama beberapa jam saja mah enggak ada apa-apanya.

Kayaknya aku juga harus kasih tahu kalian kalau sekarang aku minum kira-kira tiga botol Bordeaux vintage setiap hari. Meskipun pelayan di gerbong restorasi bisa memasakkan apa pun yang aku mau, aku lebih pilih makan roti bakar saja.

Hidup sendirian tuh jadi makin sulit buatku. Atau barangkali, aku sebanrnya merasa sengsara lantaran harus jalan bareng berhari-hari sama Kim Jong-un di keretanya.

Pengalaman Hari Keempat

Akhirnya kami sampai juga! Duh, aku udah enggak sabar keliling Beijing!

Aku harap Kim Jong-un enggak keberatan kalau aku cuekin dan ngelayap sendirian. Sampai jumpa lagi Bro Kim…