Pandemi Corona

Trump Menuding WHO Bantu Cina Tutupi Data Korban Covid, Ancam Potong Sumbangan

"Lembaga itu sering banget memihak Cina. Padahal Amerika ikut membiayai anggaran operasional WHO. Nanti akan saya evaluasi alokasi anggaran itu," kata Trump.
Trump Ancam Potong Anggaran WHO Karena Dianggap Terlalu Memihak Tiongkok
Presiden AS Donald Trump saat menggelar jumpa pers penanganan pandemi corona pada 7 April 2020. Foto oleh Jim Lo Scalzo/Getty Images.

Presiden Amerika Serikat Donald Trump pada Rabu (8/4) siang waktu setempat, seperti biasa melontarkan pernyataan kontroversial ketika melaporkan perkembangan baru pandemi corona di negaranya. Dia menuduh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) bersekongkol denga Tiongkok untuk menutup-nutupi angka kematian dan penularan sebenarnya dari Covid-19.

Setelah panen hujatan dari warga dan politikus partai oposisi karena terkesan tidak serius mempersiapkan diri menghadapi pandemi, Trump kini mulai mencari kambing hitam baru. WHO jadi sasarannya. Dia menuduh tindakan lembaga internasional itu memuji-muji keberhasilan Cina mengakhiri penularan virus corona—serta percaya begitu saja dengan angka kematian di seantero Tiongkok—sebagai bukti dukungan WHO bagi propaganda Beijing.

Iklan

"Semua pernyataan WHO itu terkesan bias mendukung Cina. Enggak bener itu," kata Trump dalam jumpa pers di Gedung Putih, Washington D.C. "Mereka pasti sebenarnya melihat ada data yang ditutup-tutupi oleh Tiongkok, tapi tidak dilaporkan ke seluruh dunia."

Amerika menjadi negara paling parah terdampak virus corona, setelah awal tahun ini Trump dan para pendukungnya menganggap penyakit ini "cuma flu biasa." Merujuk data terbaru, di AS jumlah kasus positif Covid-19 mencapai 431.838, dengan New York menjadi kawasan paling parah. Total pasien corona yang meninggal sebanyak 14.762 orang, sementara yang sembuh baru 23 ribuan.

Tuduhan seperti yang dilontarkan Trump disuarakan oleh politikus konservatif dari Partai Republik dan para penyiar Fox News, jaringan TV nasional yang gemar menjilat sang presiden. Dua pekan terakhir, baik AS maupun Tiongkok, sama-sama saling menyebar tuduhan tak berdasar. Di mata kaum konservatif Negeri Paman Sam, Tiongkok sebenarnya mengalami angka penularan dan kematian lebih tinggi, tapi data sebenarnya ditutupi supaya mereka terkesan sukses mengatasi pandemi.

Senator Rick Scott dari Florida, salah satu pendukung militan Trump, pekan lalu sampai meminta Kongres AS membikin penyelidikan soal keterlibatan WHO, "membantu komunis Cina menutupi informasi sebenarnya tentang ancaman virus corona."

Bukan cuma Scott yang melontarkan tuduhan serius. Tajuk rencana surat kabar prestisius seperti The Wall Street Journal, ikut-ikutan menyorot negatif WHO. Termasuk ketika WHO meralat pernyataan bahwa pakai masker di tempat terbuka tidak terlalu penting bagi orang yang masih sehat di tengah pandemi corona. "Lembaga itu [WHO] kemungkinan sudah melakukan disinformasi," kata tim redaksi. "Maka agar kemampuan dunia menghadapi pandemi membaik, pilihannya jelas: lakukan reformasi atau sekalian kita tak usah lagi ikut menadanai WHO."

Iklan

Pilihan untuk mengancam tidak lagi mendanai WHO itu tampaknya juga dipertimbangkan Trump. WHO, sebagai salah satu lembaga di bawah naungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), selama ini disokong oleh iuran negara anggota. Lembaga itu butuh biaya operasional US$4,4 miliar tiap tahun, dengan AS menyumbang seperlima dari anggaran tersebut.

"Berbagai pernyataan WHO akhir-akhir ini saya pikir terlalu memihak Cina. Padahal Amerika ikut membiayai anggaran operasional mereka," kata Trump. "Nanti akan saya evaluasi alokasi anggaran itu."

Salah satu sikap "memihak" itu, misalnya pernyataan WHO yang memuji keberhasilan sistem karantina wilayah di Provinsi Hubei, serta menganggap angka kematian akiabt covid-19 di seluruh Cina sebesar 3.333 orang sudah akurat. Menurut Trump, angka itu pasti diakali, padahal aslinya lebih besar. Dan karena itu, menurut sang presiden, WHO memberi kesan keliru pada komunitas internasional bahwa Covid-19 bukan penyakit mematikan.

Patut diingat, persebaran teori konspirasi bukan cuma dilakukan politikus Amerika. Tiongkok pun memang melakukan propaganda setelah negara mereka sedikit terbebas dari cengkraman Covid-19. Kementerian Luar Negeri Tiongkok ikut menyebar teori konspirasi kalau virus corona disebar oleh warga negara AS yang mampir ke Wuhan.

WHO sebenarnya sejak 30 Januari lalu sudah mengumumkan potensi krisis kesehatan internasional) akibat corona. Jadi, tuduhan Trump jelas keliru. Saat pengumuman itu tersebar, Trump hanya menutup akses masuk bagi WN Tiongkok ke negaranya dan tidak mempersiapkan sistem tes cepat. Ketika akhirnya kasus Covid-19 meledak di New York dan negara bagian Washington, pemerintah AS kelimpungan.

Dunia tampaknya akan melihat tren saling menyalahkan antara AS-Tiongkok terus berlangsung, bahkan hingga kelak pandemi ini berakhir.

Tonton juga dokumenter VICE soal penanganan corona yang kacau balau di tautan berikut:

Artikel ini pertama kali tayang di VICE News