Bencana Kabut Asap

Dituduh Kirim Kabut Asap ke Malaysia, Pemerintah Indonesia Protes dan Ajak Tanding Data

Kemarau adalah waktu langganan Indonesia-Malaysia-Singapura untuk bertengkar gara-gara kabut asap. Tapi, sekalipun pemerintah RI mengelak, data satelit menunjukkan titik api memang meningkat.
Dituduh Kirim Kabut Asap ke Malaysia, Pemerintah Indonesia Protes dan Ajak Tanding Data
Menara Petronas di Malaysia diselimuti kabut asap, yang menurut pemerintah setempat hasil kiriman Indonesia. Foto oleh Lim Huey Teng/Reuters.

Tuduhan pertama dilayangkan Menteri Energi, Sains, Teknologi, Lingkungan, dan Perubahan Iklim Malaysia Yeo Bee Yin pada 6 September. Bencana kabut asap di beberapa wilayah Malaysia disebut sebagai kiriman asap lintas batas (transboundary haze) kebakaran hutan dari Pulau Sumatra. Sebagai respons, Menteri LHK Siti Nurbaya langsung berapat dengan Badan Metereologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) pada Selasa (10/9). Kesimpulan rapat itu, bencana kabut asap di Malaysia saat ini bukan salah Indonesia.

Iklan

Merasa tuduhan Malaysia tak berbasis data, Siti berniat menyurati Duta Besar Malaysia supaya lain kali negeri jiran tidak asal tuduh.

"Saya akan menulis surat kepada Dubes [Malaysia] untuk diteruskan kepada menterinya. Jadi saya kira supaya yang betul datanya. Karena apa? Karena pemerintah Indonesia betul-betul secara sistematis mencoba menyelesaikan ini dengan sebaik-baiknya. Tetapi memang harus jelas sumber dari mana, data dari mana. Polanya seperti apa," ujar Siti, dikutip CNN Indonesia.

Sampai awal pekan ini, Air Quality Index (AQI) beberapa kota di Malaysia menyentuh angka 200 (tidak sehat), membuat 409 sekolah diliburkan. Pemerintah Malaysia tetap berniat melaksanakan ujian sekolah sesuai jadwal apabila AQI tidak melebihi 300 dengan syarat siswa harus menggunakan masker dan minum air putih lebih banyak dari biasanya. Lembaga Manajemen Bencana Nasional Malaysia (NADMA) juga sudah mengirim setengah juta masker muka kepada daerah-daerah terdampak asap.

Siti mengatakan, dari citra satelit, BMKG Indonesia memastikan selama 2-7 September tidak terjadi polusi asap lintas batas dari Indonesia ke Malaysia maupun Singapura. Satu-satunya kejadian asap dari Indonesia nyeberang ke Malaysia, yakni pada 8 September pukul 10 pagi, itu pun hanya satu jam sehingga tidak mungkin menimbulkan bencana.

Kepala BMKG Dwikorita Karnawati mendukung pernyataan Siti dengan menjabarkan data BMKG yang diambil dari satelit Himawari-8 milik Jepang dan Satelit Sentinel milik Eropa. Menurutnya, faktor arah angin membuat kabut asap Indonesia tidak mungkin menyeberang ke Malaysia. Dari data satelit pada 5-9 September, terlihat arah angin bergerak dari tenggara menuju barat laut.

Iklan

"Asap di Sumatera tidak terdeteksi melintas Selat Malaka karena terhalang oleh angin kencang dan dominan di Selat Malaka yang bergerak dari arah tenggara ke barat laut," kata Dwikorita kepada Detik.

Dwikorita kemudian menyodorkan data titik panas yang bertambah dari 1.038 titik menjadi 1.423 titik di Serawak dan Semenanjung Malaysia pada 6-7 September. Kemungkinan besar bencana kabut asap di Malaysia itu berasal dari dalam negeri.

"Berdasarkan pengamatan citra satelit Himawari-8 dan analisis Geohotspot BMKG, asap yang terdeteksi di Kuala Lumpur tanggal 5-7 September (berasal) dari local hotspot," ujar Dwikorita lagi.

Deputi BMKG Mulyono R. Prabowo menambahkan data dengan mengatakan dari periode yang dipermasalahkan Malaysia (4-7 September), BMKG menemukan 2.510 titik panas yang tersebar di Indonesia, Malaysia, Filipina, Papua Nugini, Vietnam, Timor Leste, dan Thailand. Jadi, mengapa hanya Indonesia yang dipojokkan?

Memasuki puncak musim kemarau September 2019, kebakaran hutan di Indonesia turut menggila, terutama di Sumatra. Dua ribu hektare lahan habis dilalap api di Sumatera Selatan. Sementara pemda Jambi telah meliburkan sekolah karena kualitas udara semakin jelek. Dari Riau dilaporkan puluhan siswa SD terkena ISPA karena menghirup asap.

Polisi telah menetapkan 175 orang dan 4 perusahaan sebagai tersangka pembakaran hutan di Sumatra dan Kalimantan, yang menurut LSM di Riau ini, melibatkan perusahaan-perusahaan perkebunan asal Malaysia juga.