The VICE Guide to Right Now

Lelaki Jepang Hampir 50 Tahun Konsisten Buang Hajat di Luar Ruangan Demi Lingkungan

Bagi Masana Izawa, BAB di alam bebas adalah caranya berbakti kepada alam.
Koh Ewe
oleh Koh Ewe
SG
Ilustrasi tanah dan tanaman
Gambar ilustrasi: Dylan de Jonge via Unsplash

Seperti apa rasanya jika kalian kebelet pup saat di luar ruangan? Kalian mungkin akan menjawab gelisah dan buru-buru mencari kamar kecil. Tidak heran, itulah hal pertama yang tebersit di otak ketika mendapat panggilan alam. Lalu, bagaimana jadinya kalau kalian kepingin berak saat berkemah di hutan, misalnya? Dan di sana tidak ada MCK? Yah, mau tidak mau nongkrong di alam terbuka alias di kali. Rasanya pasti sangat tidak nyaman, tapi mau gimana lagi?

Iklan

Lain halnya dengan Masana Izawa. Buang hajat di luar ruangan bukan perkara besar untuk lansia 69 tahun dari Jepang. Dia sudah hampir setengah abad menghindari toilet. Pasalnya, Masana telah melakukan “bowel movement” di sudut-sudut kota Tokyo sejak 1970-an. Dia memberi tahu Japan Times tidak mudah mencari tempat pup di luar ruangan, tapi sejauh ini dia selalu menemukan tempat terbaik untuk buang hajat di alam bebas.

Keputusan ini diambil setelah dia ikut demo menentang pembangunan pabrik pengolahan limbah. Berdasarkan laporan Daily Mirror, Masana mulai menyadari betapa “tak ada satupun manusia yang mau mengakui buangan pribadi mereka.” Dari situ, dia termotivasi untuk mempertimbangkan kembali hubungannya dengan limbah biologis dalam kerangka lebih luas dari eco-circularity.

Percobaan pertamanya tidak sengeri yang dia kira sebelumnya.

“Meski rasanya sangat berbeda dengan BAB di toilet, buang hajat di alam tidak bikin risi,” ujar Masana. Pada kenyataannya, itu merupakan pengalaman katarsis untuknya. Dia mengaku “sangat bahagia” ketika bertanggung jawab dengan kotoran pribadi. Sejak 2000, dia cuma 14 kali eek di dalam ruangan.

Menurutnya, kita malu mengakui kotoran yang dikeluarkan dari tubuh. Di Jepang sendiri, sudah banyak terpasang “ smart toilet” yang dapat memainkan suara untuk meredam bunyi tinja yang nyemplung. Ini menunjukkan seberapa jauh jarak yang telah kita buat antara diri sendiri dan kotoran.

Iklan

Bagi Masana, berak di luar ruangan adalah tindakan menjawab panggilan alam sesungguhnya. Dia berpikir manusia sudah terlalu mengasingkan diri dari alam bebas. Pengolahan limbah adalah satu aspek yang diambil manusia tanpa mengembalikannya lagi.

“Manusia sangat egosentris. Mereka tidak mau membuka mata bahwa tahi ‘yang kotor dan tidak berarti” adalah harta karun bagi makhluk hidup lainnya,” kata Masana kepada Japan Times. “Buang air besar adalah kewajiban yang harus disadari secara penuh. Kita mengembalikan kehidupan dengan pup di luar ruangan.

Kalian mungkin akan menganggap Masana orang aneh, tapi menurutku ada unsur puitis dari filosofinya terhadap defekasi.

Sebagai motivator BAB di luar ruangan, Masana sudah mengadakan talkshow di mana-mana untuk menyebarkan filosofinya ke seluruh Jepang. Sederhananya, lelaki itu mengajak orang-orang untuk mulai berak di alam bebas.

Mereka mungkin tidak setuju dengan keputusannya, tetapi Masana belum pernah menghadapi perlawanan serius sejauh ini.

“Ada, sih, yang mengkritik… tapi saya tidak pernah dilarang BAB di luar,” tuturnya.

Buang air besar di luar ruangan tidak semudah kedengarannya. Kalian harus tahu tempat dan tidak boleh sembarangan beol. Masana memastikan dia tidak mencemari zona alpine dan sumber air. Dia juga menghindari lokasi yang dapat mengalami eutrofikasi tanah. Setelah boker, dia akan mengubur tahi dan menyeka bokong dengan daun dan air. Masana ogah pakai produk kertas non-biodegradable.

Masana bahkan telah menulis panduan pup di luar ruangan, Let’s Start Outdoor-Defecating With Leaves, pada 2017. Dia menentukan daun mana saja yang bisa digunakan untuk mengelap pantat. Menurutnya, “ada banyak daun lembut yang mudah menyerap.”

Sebelum menekuni ini, lelaki tersebut berprofesi sebagai fotografer jamur dan lumut.

Follow Koh Ewe di Instagram.

Artikel ini pertama kali tayang di VICE ASIA.