Opini

Meminimalisir Risiko Penularan Corona dari Ibadah Massal Bukan Kebijakan Anti Agama

Pembatalan ijtima jamaah tabligh di Sulsel, misa di NTT, atau seruan Gatot Nurmantyo yang menganggap social distancing sebagai fobia masjid tak perlu terjadi, jika kita peduli kemanusiaan.
Ijtima Jamaah Tabligh Dunia di Gowa Sulawesi Selatan Dibatalkan Karena Risiko Corona Gatot Nurmantyo Fobia Masjid
Ibadah jamaah tabligh di Lahore, Pakistan. Foto oleh AAMIR QURESHI/AFP

Semestinya kenaikan signifikan kasus positif COVID-19 di Indonesia sepekan terakhir membuat semua orang sadar diri buat patuh pada imbauan menjaga jarak (social distancing). Kenyataan di lapangan berkata lain. Sejumlah acara ibadah bersama ternyata masih akan dilakukan dan memicu kecaman di media sosial. Di Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, delapan ribu jamaah tabligh peserta Ijtima' Dunia 2020 Zona Asia kadung berkumpul untuk mengikuti acara yang berlangsung pada 19-22 Maret, demikian dikabarkan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) kemarin (18/3). Sesuai nama acaranya, peserta yang datang tak cuma dari Indonesia, melainkan juga dari Malaysia, Thailand, Pakistan, India, Brunei Darussalam, Timor Leste, Arab Saudi, Bangladesh, dan Filipina.

Iklan

Pengguna internet di Tanah Air murka saat mengetahui kabar ini. Di saat banyak orang berkorban memperlambat aktivitas ekonomi dan sosialnya, bahkan sebagian rada stres karena kudu di rumah terus hingga batas waktu belum ditentukan, ada ribuan orang yang egois banget mau bikin acara massal.

Kecaman berbagai pihak membuat pemerintah pusat melakukan intervensi. Kamis (19/3) pagi, acara ijtima' resmi dibatalkan. "Berdasarkan keterangan Gubernur Sulsel Nurdin Abdullah dan Kakanwil Kementerian Agama Sulsel setelah berkoordinasi dengan Kapolri, Kapolda, dan Bupati Gowa, acara Ijtima’ Jamaah Tabligh resmi dibatalkan. Hari ini semua peserta akan dipulangkan dengan pengawalan melalui bandara dan pelabuhan," kata Juru Bicara Presiden Fadjroel Rachman dilansir Kompas. Pada Kamis (19/3) siang waktu setempat, dilaporkan ada peserta acara ini yang demam tinggi dan langsung dibawa ke RS Haji di Makassar. Gowa masih beruntung karena kegiatan ini akhirnya ditunda. Di Kupang, NTT, perjuangan pemerintah untuk meminta warga negaranya agar berhenti bikin acara keagamaan mengalami kegagalan. Di sana, pekan puncak perayaan tahbisan Uskup Ruteng akhirnya tetap dilaksanakan pada 18-19 Maret di Gereja Santo Yosef Ruteng. Meski udah dapat imbauan untuk menunda acara, panitia bodo amat dan memutuskan menggelar acara yang diperkirakan diikuti 7.000 orang ini. Padahal acara ini juga dibikin live streaming di YouTube, kenapa enggak disuruh pada nonton dari rumah aja sih? "Sudilah menunda acara pelantikan Uskup Ruteng demi alasan kemanusiaan," tulis Kepala Gugus Satuan Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 yang juga Kepala BNPB Letjen Doni Monardo di suratnya saat meminta acara ditunda. Doni udah ngejelasin kepada panitia kalau orang sehat berpotensi jadi pembawa virus tanpa disadari.

Iklan

Karena surat dicuekin, akhirnya pemkab Manggarai ditugaskan mengawasi secara ketat acara ini, termasuk menyiapkan hand sanitizer dan pengukur suhu badan selama acara. H and sanitizer kan enggak ngefek kalau orang masih dempet-dempetan.

Di Jawa Tengah, panitia acara Tawur Agung Kesanga yang merupakan bagian ritual Hari Raya Nyepi di Candi Prambanan bersikeras jalan terus. Acara ini akan diselenggarakan pada 24 Maret atau sehari sebelum Nyepi. Walau panitia bilang mereka sudah jaga-jaga agar pesertanya yang rencananya 10 ribu orang akan diimbau enggak datang semua, nanti tetap akan ada ribuan orang berkumpul. Sebenarnya orang-orang yang nekat beribadah itu bisa membaca laporan dari Malaysia ketika acara ibadah massal malah jadi ajang penularan Covid-19. Pada 28 Februari kemarin, sebuah tablig akbar tetap digelar di Masjid Sri Petaling dan diikuti 16 ribu orang, padahal waktu itu virus corona udah masuk Malaysia. Hasilnya? 12 orang Indonesia dan 38 orang Brunei yang ikut kegiatan itu positif Covid-19. Saat ini pemerintah Singapura dan Filipina sedang memantau warga negaranya yang ikutan acara itu. Ngeselinnya, panitia yang ngerjain acara ini adalah orang-orang yang sama dengan panitia yang ngerjain ijtima’ ulama di Gowa. Mau contoh yang bisa lebih menyadarkan kalau penularan virus corona enggak main-main? Lihat Korea Selatan, salah satu negara terdampak paling parah virus corona. Ketika virus ini baru terdeteksi, pasien kasus 01 sampai kasus 30 udah bisa dilokalisir dan mestinya enggak bikin negara ini kena wabah. Tapi, kemudian ada pasien kasus 31 yang ketika dia sakit dan disuruh dokter untuk melakukan tes, dia malah makan siang sama temannya di hotel terus berangkat ke gereja. Sehari setelah ia beribadah di gereja, ia baru menjalani tes Covid-19 yang hasilnya positif. Dari tracing kontak dengan si pasien, otoritas kesehatan Korsel menemukan 1.200 orang yang menunjukkan gejala flu. Ratusan di antaranya kemudian divonis positif Covid-19. Fakta kayak gini sekaligus ditujukan kepada mantan Panglima TNI Gatot Nurmantyo yang mengaitkan imbauan social distancing dengan sentimen Islam di unggahan Instagramnya. Gatot sampai menyatakan kalau orang di Cina yang komunis aja sampai belajar wudu dan ikut salat jamaah. Dia juga menuduh di Indonesia, ada pihak yang menggaungkan fobia kepada masjid.

Iklan

Tolong deh siapa pun kalian, bantu share postingan ini ke doi.

Terus bantu kasih tahu ke doi, daripada gabut mending Instagramnya dipakai buat galang donasi buat penanganan virus corona aja. Padahal dai kondang Abdullah Gymnastiar alias Aa' Gym juga sudah mengajak umat Islam di Indonesia untuk sementara menggiatkan salat di rumah masing-masing dulu sampai pandemi berakhir. Keputusan itu, kata Aa' Gym, sejalan dengan fatwa dari Majelis Ulama Indonesia.

"Menyimak begitu banyak polemik tentang salat di rumah, Aa pimpinan Daarut Tauhiid dan seluruh jajaran Daarut Tauhiid untuk sepenuhnya mengikuti Fatwa Majelis Ulama Indonesia," kata Aa Gym seperti dikutip Detik. "Kita memiliki majelis ulama yang memiliki otoritas keilmuan untuk menjaga kemaslahatan umat Islam di Indonesia, juga bangsa ini. Oleh karena itu, tidak usah bingung dengan broadcast dari orang-orang yang tidak jelas keilmuannya, tidak jelas tanggungjawabnya."

Sebab, dalam situasi seperti ini, rasa peduli yang tinggi pada kemanusiaan adalah bahasa religius universal yang lebih mungkin membantu kita melalui cobaan bernama Pandemi Corona.