FYI.

This story is over 5 years old.

Kencan

Millennials Cenderung Tak Setia Pada Pasangan Atas Alasan Mencari Jati Diri

Penelitian sosiologis terbaru menemukan data bila banyak anak muda di bawah 30 tahun berselingkuh dalam rangka "pengembangan diri."

Artikel ini pertama kali tayang di Broadly.

Sebuah penelitian terbit baru-baru ini di Journal of Sex Research. Hasil penelitian mengindikasikan bagi sebagian anak muda, berselingkuh adalah efek samping proses menjadi dewasa dan bagian dari pencarian jati diri. Penelitian-penelitian dari University of Tennessee itu tertarik untuk memahami lebih baik alasan anak muda berselingkuh. Dalam penelitian dengan metode campuran ini, mereka mengumpulkan 104 orang dewasa yang rata-rata berusia 22 tahun, sebagian besarnya heteroseksual, dan menurut laporan berselingkuh selama enam bulan terakhir. Sebelum memulai survey tersebut, peserta diharuskan membaca satu paragraf yang mengungkapkan betapa umumnya perselingkuhan supaya mereka merasa nyaman menceritakan perselingkuhan mereka. Mereka kemudian membeberkan detail-detail pengalaman romantis mereka saat ini dan dulu, menawarkan pengakuan tertulis soal alasan mereka intim dengan orang-orang selain pasangan mereka, dan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang menentukan tingkat keakraban dengan orang tua mereka. Mayoritas responden (76 orang) melaporkan berselingkuh atas beberapa alasan: Contohnya, banyak yang mengaku merasa kebutuhan intim mereka—dicirikan dengan komunikasi buruk, tidak ada percikan, atau merasa tidak dicintai—tidak dipenuhi oleh pasangan mereka. Yang lainnya menyebutkan kesepian, rasa bosan, atau kurangnya ketertarikan. Di sisi lain, sejumlah responden yang lebih sedikit (23) berkata alasan mereka berselingkuh berkaitan dengan identitas dan otonomi mereka. Satu subjek, sebagai contoh, menulis tentang pacarnya yang kesulitan menerima identitasnya sebagai biseksual. Selain itu, 65 responden menyalahkan alkohol, ketertarikan dengan orang baru, dan keseruan melakukan sesuatu yang terlarang, sebagai alasan mereka berselingkuh. Seorang perempuan berusia 23 tahun melaporkan: "Saya tidak siap berkomitmen, dan lebih mencari sesuatu yang lebih seru dan menantang. Punya pacar yang konsisten dan bikin nyaman, enggak cocok buat saya. Lebih seru intim dengan seseorang seperti itu kalau sedang berpergian keluar negeri." Setelah menganalisis lebih lanjut hasil temuannya dengan kacamata fase pengembangan kepribadian, salah satu peneliti menulis: "Proses pendewasaan seringkali dianggap sebagai waktu mengeksplorasi dan bereksperimen, sangat mungkin responden usia muda berselingkuh untuk memenuhi kebutuhan perkembangan mereka menuju kemandirian sekaligus melancarkan perkembangan mereka sebagai individu." Meski begitu, penelitian ini juga mencatat bahwa teori perkembangan hanya menjelaskan kemungkinan alasan anak muda berselingkuh. Penelitian tersebut mencatat bahwa "ada 65 peristiwa perselingkuhan yang tidak bisa dikategorikan sebagai kebutuhan perkembangan." Faktor-faktor lain, seperti alkohol atau kontenks sosial, juga berperan penting dalam kasus-kasus tersebut. Penelitian ini juga mengidentifikasi dua gaya berhubungan berbeda, yang mungkin memicu alasan berselingkuh: Orang-orang yang secara umum menghindari terlalu dekat dengan orang lain, cenderung berpikir pasangannya tidak memenuhi kebutuhan intimnya. Sementara orang-orang yang khawatir kehilangan kedekatan dalam hubungan berpikir pasangan mereka kurang memberikan jarak. Jerika Norona, Staf Bidang Penanganan Psikologi di San Francisco VA Medical Center, merupakan pemimpin penelitian ini. Perselingkuhan maupun pengalaman diselingkuhi menyakitkan bagi semua pihak yang terlibat. Itulah mengapa penting sekali memahami alasan anak muda berselingkuh. "Proses pendewasaan adalah tingkatan perkembangan di mana anak muda mencari tahu banyak hal. Rasanya penting bagi kita mempertimbangkan konteks perkembangan usia saat perselingkuhan terjadi," ujarnya saat dihubungi Broadlu. "Dengan begini, intervensi kita bisa secara khusus menyasar hal tersebut dan mempertimbangkan pengalaman anak muda sebagai individu dan pasangan." Norona menyarankan anak muda mempetimbangkan apa yang mereka inginkan dalam hubungan, sebelum hubungan tersebut terlanjur terlalu dalam. "Hal ini bisa membantu menggabungkan tujuan masing-masing individu. Kalau dirasa tidak pas, mereka mencoba beradaptasi dan berdiskusi soal cara-cara memenuhi kebutuhan kedua pihak." Kalau semua upaya itu masih juga tak berhasil, mereka tinggal putus. "Karena putus biasa banget zaman sekarang."