Penyebab Orang Korea Gemar Sekali Makan Ayam Goreng dan Minum Bir

FYI.

This story is over 5 years old.

Kuliner Korea

Penyebab Orang Korea Gemar Sekali Makan Ayam Goreng dan Minum Bir

Chi-maek alias ayam goreng khas korea yang dimakan sambil minum bir, adalah makanan murah meriah favorit banyak orang. Sayangnya, mengelola warung ayam goreng (hof) di korea itu gampang-gampang susah.

Artikel ini pertama kali tayang di MUNCHIES

Orang Korea adalah ahlinya mengolah berbagai jenis masakan berbahan daging ayam. Entah itu direbus pakai kedelai, digoreng dengan bumbu lada pedas, direndam dalam sup, atau di-deep fry minyak mendidih. Intinya orang Semenanjung Korea tahu betul cara mengolah daging ayam. Kpiawaian ini paling kentara, begitu kita merasakan ayam goreng tradisional Korsel.

“Semua orang—tua, muda bahkan anak-anak—suka makan ayam,” kata Song Gyung-Shim, pemili Man-Man Han Chicken and Beer. "Enggak heran kalau ayam populer banget di Korea.”

Iklan

Man-Man Han Chicken and Beer hanyalah satu dari sekian ribu “hof”—atau Pub—yang secara khusus menjajakan olahan ayam dan draft beer. Di Korea, paduan ayam goreng dan bir disebut dengan satu istilah "chi-maek," sebuah kata hasil kombinasi kata bahasa Inggris “chicken” dan “maekju”, bir dalam bahasa Korea.

Pemilik warung makan chi-maek di Seoul sedang menggoreng ayam. Semua foto oleh Jo Turner.

Kombinasi ini sangat digemari oleh para pekerja kantoran, buruh kerah biru—atau artinya hampir seluruh penduduk Korea yang rela berdesak-desakan dalam kios-kios sempit untuk menikmati ayam goreng, bir lokal yang disuguhkan dalam picther tiga liter dan acar lobak.

“Biar dan ayam memang sudah berjodoh dari dulu,” kata Song. “memang dari sononya begitu.”

Menurut angka statistik yang dilansir surat kabar Korean Times, penduduk Korea Selatan makan setidaknya makan setara 12 ekor ayam per tahun. Artinya ada 600 juta ekor ayam yang disembelih oleh di seluruh penjuru Korea Selatan. Uang yang berputar dalam bisnis ini ditaksir mencapai US$4,4 miliar (setara Rp58 triliun) per tahun. Sampai saat ini, ada 289 waralaba hof yang kini beroperasi di Korea Selatan. Itupun belum mencakup restoran pribadi.

Satu ekor ayam yang dipotong dan disajikan di Fusion Sul-Sang

Ayam goreng Korea lebih ringan dari ayam goreng versi Amerika serikat, meski tetap saja saja dianggap “berbahaya” oleh Weight Watchers. Orang Korea membedakan ayam goreng bikinan mereka dengan produk keluaran waralaba asal Amerika Serikat seperti KFC dan Popeye’s. Bila ayam goreng ala Amerika lebih tebal dan punya kulit yang crispy, ayam goreng Korea biasanya lebih tipis dan tak begitu rapuh.

Iklan

Daging ayam korea juga berbeda. Biasanya lebih mungil daripada ayam negeri karbitan yang dijajakan di kios-kios KFC dan sejenisnya. Umumnya, pengunjung hanya bisa memesan ayam per ekor. Satu ekor ayam diharga sekitar Rp133 ribu sampai Rp200 ribu. Begitu sampai di meja pemesannya, ayam-ayam ini sudah terlebih dahulu dicelup dalam cairan garam dan dibaluri kecap pedas dan manis. Kalau pelanggan malas keluar dan nongkrong di hof terdekat, mereka tetap bisa mengorder panganan ini dari rumah mereka. Dalam 15 menit, pengendara motor—umumnya doyan ngebut dan agak nekat—bakal sampai ke tempatmu dalam 15 menit.

Kegilaan akan chi-maek kini menyebar ke seluruh wilayah, mendompleng populernya serial TV Korea. Tetangga Korea Selatan, Cina, contohnya kini sedang gandrung opera sabun Korea Selatan berjudul My Love from the Star, yang bercerita tentang seorang alien ganteng yang jatuh hati kepada seorang gadis Korea cantik yang doyan banget makan chi-maik. Sejauh ini, serial ini sudah diundung miliaran kali di Cina.

Warga AS Adam Rosenthal (kiri) dan lelaki asal Inggris Richard Iles (kanan) tengah menikmati bir Cass bersama ayam goreng. Kombinasi chi-maek ternyata digemari oleh warga negara asing.

Cho Song-un pernah bekerja sebagai instruktur scuba diving. Empat tahun terakhir, Song-un beralih profesi, sibuk mengelola Five Minute Chicken di Seoul.

Akibatnya, banyak wisatawan Cina yang rela datang jauh-jauh ke Korea Selatan cuma demi bisa menyantap ayam goreng dan menenggak bir. Maret tahun ini, perusahaan kosmetik Cina, Aolan International Beauty Group memberangkatkan 4.500 karyawannya dalam rangka tamasya bareng ke Inchon, yang terletak di sebelah barat Seoul. Di sana, mereka duduk di 750 meja untuk menyantap bir dan ayam goreng. Di seantero Cina, “KFC”—Korean Fried Chicken—sedang ngetren-ngetrennya. Kini, cabang KFC bisa dijumpai di seluruh Cina, Singapura bahkan New York.

Iklan

“Aku sih jarang nontin TV, tapi aku tahu semua tentang ayam goreng Korea dan bir,” kata manajer hostel Zhou Li Hang di Harbin. “Aku tahu duluan tentang ayam gorang jauh sebelum nonton My Love from the Star.”

Malangnya, glamornya kehidupan karakter perempuan utama serial itu jauh dari kenyataan pahit mengelola hof ayam. Hof ayam menyebar bak jamur di musim hujan. Namun, warung-warung ini bisa tutup kapan saja lantaran persaingan yang sengit. Mayoritas wirausahawan hof pernah mengecap pekerjaan bergaji besar di perusahaan raksasa macam Samsung dan Hyundai. Mereka umumnya dipecat setelah berusia setengah baya dan mendapatkan pesangon yang lumayan besar untuk bikin usaha sendiri.

“Banyak yang mikir kalau membuka hof itu enggak butuh skill, makanya banyak yang cepat banget tutup,” jelas pemilik sebuah warung barbekyu yang minta dirahasiakan namanya. “Ternyata, enggak segampang yang saya kira.”

Dalam esai mengenai “Hell Joseon”—diterjemahkan menjadi “Hell Korea,” tentang fenomena mandeknya perekonomian abad 21 di masyarakt abad 19—pembelot intelektual Koo Se-woong menyebut bahwa “takdir terakhir” masyarakat Korea Selatan sejatinya membuka hof ayam. Menurutnya, usaha ini dianggap sebagai “bentuk usaha paling tidak bergengsi dan menguntungkan” yang tetap dilakoni masyarakat Korea Selatan. “Entah karena tak ada pilihan kerja lain atau karena mereka dipaksa pensiun dini di usia 40'an.”

Surat kabar Korea Times memprediksi jumlah hof akan terus naik seiring masih tingginya angka pengangguran. Namun, harus diakui, beberapa orang memang menuai banyak rejeki dari usaha ini.

Iklan

Ayam Sookju di Fusion Sul-Sang.

Cho Song-un berpose dari dalam kedai ayamnya, Five Minute Chicken.

"Membuka hof tak membutuhkan skill yang rumit. Orang enggak mau keluar rumah jauh-jauh cuma buat beli ayam goreng. Jadi, membuka hof dekat wilayah pemukiman adalah keputusan paling logis,” ujar Chung Chan-Rye, pemilik restoran Fusion Sul-Sang di Ilsan, kawasan selatan Ibu Kota Seoul.

Chung mengaku dirinya dan keluarganya berhasil karena tak sekedar meniru apa yang dilakukan hof lain. Dagangannya memang sama: ayam goreng dan bir, tapi mereka membuatnya sedikit berbeda. Keputusan macam ini tergolong langka dalam lanskap pemikiran di Korea Selatan yang tak memandang sebelah barang tiruan.

“Kami berinovasi, menciptakan makanan yang berbeda dan menjaga menu kami tetap segar,” jelas Chung. “Restoran kami cuma mau menggunakan minyak premium yang bersih dan kecap nomor satu. Kebanyakan hof cuma menjajakan mou. Di sini, kami menyediakan kimchi rumahan yang disukai pelanggan.” Chung tak berbohong. Kalau ada alasan kenapa pelanggan terus makan di restoran tertentu di Korea, penyebabnya tak jauh-jauh dari kimchi.

Di sisi lain, majalah industri peternakan The Poultry Site memperkirakan penjualan daging ayam akan terus naik dalam waktu dekat. Korea Selatan dalam waktu dekat menjadi tuan rumah Olimpiade Musim Dingin 2018. Percaya atau tidak, acara olahraga itu pasti berimbas pada naiknya konsumsi ayam. “Orang Korea biasanya makan lebih banyak ayam saat pertandingan olah raga,” tulis majalah tersebut.

Keum Jeong-ja adalah seorang wanita yang ikut-ikutan mengelola hof. Perempuan ini dikarunia semangat yang kendur. Dalam pengakuannya, Jeong-ja mengatakan bahwa hofnya terletak di kawasan yang kurang strategfis untuk menjajakan ayam goreng. Jeong-ja keukueh. Kondisi yang buruk itu tak menghalangi jadi salah satu orang yang berhasil menjual ayam goreng selama 15 tahun.

“Daerah ini distrik bisnis dan bukan lingkungan yang menyenangkan,” katanya. “Tapi, aku menjajakan ayam goreng dengan cinta, semangat dan memperhatikan kebersihannya. Makanya aku sukses.”