FYI.

This story is over 5 years old.

Google Searchlight

Keajaiban 24 jam di Warmo, Warteg Legendaris Ibu Kota

Warteg di Tebet ini telah menjadi merek dagang tersendiri karena didatangi warga biasa sampai presiden. Sampai-sampai sang pemilik dituduh menggunakan pesugihan.

Di Jakarta, kota yang memiliki lebih dari 30 ribu warteg, Warmo adalah raja diraja. Warmo sudah menjadi merek dagang tersendiri—warung sempit nan remang yang menawarkan makanan sangat lezat dan selalu ramai selama 24 jam—sampai-sampai sang pemilik dituduh menggunakan pesugihan.

Makanan yang dijajakan Warmo mendongkrak sajian warteg melampui sekadar cap "makanan pinggir jalan." Anda boleh menjajal sendiri jika tak percaya.

Iklan

Kalau punya waktu senggang, sambangilah salah satu restoran kelas atas di daerah elit macam Menteng. Sudah?

Lalu, coba sesudahnya mampir ke bangunan pojok perempatan yang mempertemukan Jalan Tebet Timur dan Jalan Tebet Raya. Di bangunan kecil ini, pengunjung duduk di bangku kayu panjang yang nampak berumur. Tentunya, jangan lupa nikmati sepiring makanan yang kamu lezat di Warmo. Bandingkan saja sensasinya.

Ini yang mungkin terjadi: Seketika anda sadar makanan yang anda pesan di kafe mentereng di Menteng tadi nikmat. Namun, kelezatannya cuma remeh temeh di hadapan sajian Warmo yang adikodrati. Inilah kesimpulan saya sebagai seorang bule, tepatnya warga negara Amerika Serikat, yang cukup lama bermukim di Jakarta.

Pak Warmo membuka warteg legendaris ini pada tahun 1970 di salah satu persimpangan ramai bilangan Tebet. Kala itu, Tebet merupakan kawasan pemukiman terencana pertama di Jakarta. Sekarang, berselang puluhan tahun, kawasan pemukiman di sana berubah menjadi jalan-jalan sempit yang susah dibedakan namanya. Keruwetan ini memicu munculnya pemukiman kumuh di tengah-tengah wilayah yang awalnya diniatkan menjadi kawasan mentereng.

Di luar dugaan, keruwetan Tebet merupakan wilayah sempurna untuk warteg 24 jam seperti Warmo. Tebet adalah rumah bagi tukang makan yang tak kenal waktu, pengamen yang berisik, hingga pengunjung dari luar kota yang jauh-jauh datang sekadar menjajal salah satu dari 40 menu yang ditawarkan Warmo. Buat segala rupa manusia di Tebet, warteg Warmo selalu terbuka. Lagipula, memang tak ada pintu di Warmo.

Iklan

Di Warmo segala sajian dimasak oleh satu orang juru masak yang mengolah makanan dalam jumlah besar antara pukul 4 pagi sampai 11 siang. Setelah itu makanan dibiarkan hingga semua kuahnya begitu meresap di bawah sengatan matahari tropis yang panas.

"Di sini enak," ujar Robert, salah satu pelanggan, menjelaskan alasannya menyempatkan makan di Warmo. Padahal warteg lain tentu mudah ditemukan di seantero Jakarta. "Kita bisa lihat mereka memasak makanannya, jadi bisalah kita pastikan higienis apa engga. Memang tempatnya biasa saja, tapi orang dari kelas bawah sampai kelas atas datang ke sini."

Warmo memang benar-benar tenar. Di dindingnya terdapat foto-foto para pesohor yang pernah mampir. Misalnya saja, raja dangdut Rhoma Irama, perancang busana Ivan Gunawan, hingga, siapa lagi kalau bukan Presiden Joko Widodo saat menyempatkan makan siang di sela-sela kampanye.

Warmo menawarkan begitu banyak hidangan, sehingga hampir mustahil untuk ditentukan mana yang lebih enak. Cuma, sebagai panduan untuk anda-anda yang belum pernah ke sana, Warmo dikenal karena perkedelnya, ayam rica-rica, paru goreng, dan tentunya tempe goreng yang lezat.

"Tiap kali gue nongkrong sama temen-temen, gue selalu bilang "ke Warmo yuk!" Robert melanjutkan ceritanya. "Dulu sih ada banyak tempe di sini. Sampai numpuk gitu. Kami nyebutnya tempe embat—karena kamu bisa makan sembunyi-sembunyi. Makan lima, ngakunya tiga. Gitulah"

Iklan

Seorang lelaki paruh baya ikut nimbrung. Dia mengaku sering menyempatkan makan di Warmo sejak kecil.

Kelezatan santapan di Warmo akhirnya mengundang desas-desus. Toh, ini tetap saja 'cuma' warteg. Apa bedanya dari puluhan ribu warteg lain di Ibu Kota?

Konon, Pak Warmo menggunakan jampi-jampi penglaris. Rumor lainnya menyatakan bangunan Warmo pernah terbakar sampai rata dengan tanah, namun kembali berdiri seperti sediakala dalam sekejap.

"Kata orang sih kalau sering kena musibah, keberuntungan kita bakal bertambah," kata salah satu pelanggan lain.

Ada juga orang yang bilang para pegawai Warmo membakar lilin yang dijampi-jampi agar rasa hidangan Warmo terasa sedap. Desas-desus yang sama menyebutkan bahwa pengaruh lilin ini cuma bekerja di dalam Warmo. Makanan yang dibungkus dan dibawa pulang dari warteg ini rasanya akan biasa saja.

Jelas, ini desas-desus yang menggelikan. Meski demikian, beredarnya rumor ini makin memperkuat kesan seenak apa hidangan di Warmo. Biar tak mati penasaran, saya iseng menanyakan tentang rumor ini kepada salah satu pegawai Warmo.

Pertanyaan saya dibalas gelak tawa. Biar orang saja yang menentukan, begitu balasnya. Jadi, kalau bukan sihir, lalu apa yang bikin makanan di Warmo begitu nikmat?

"Maksud saya, makanan di sini enak karena kami menggunakan resep khusus," imbuh sang pegawai.

Budi Santoso, pengunjung yang saya temui di Warmo, mengatakan perkara kelezatan ini membawa masalah. Saking lezatnya sajian Warmo, dia kadang sengaja memilih warteg atau restoran lain untuk makan.

"Pedesnya [warmo] pas buat gue," katanya. "Badan gue jadi chubby gara-gara makanan di sini."