FYI.

This story is over 5 years old.

Tinder

Malu Kepergok Pakai Tinder App-nya Dikasih Folder Khusus? Haha, Kamu Tak Sendirian

Ini kasus unik, rupanya 53 persen pengguna Tinder sedunia merasa malu pakai aplikasi kencan. Padahal di luar sana banyak pasangan jadian berkat Tinder.
Foto ilustrasi oleh Shutterstock

Kalian mungkin pernah mengalami skenario kayak gini: Kawanmu tiba-tiba nanya, “Kalian pertamanya ketemu di mana sih?” Itulah komentarnya melihatmu bawa gandengan baru. Tak lama setelah itu, pasanganmu ngasih kode pakai muka nyebelin, sambil ngomong “udah kasih tahu aja…” Sementara kamu harus mikir seribu kali, sebelum akhirnya ngomong dengan suara lirih dan cepat, “kamiketemuditinder.”

Tentu saja, kamu mengaku sambil mengalihkan pandangan dan begitu pandanganmu balik ke kawanmu, kamu merasa perlu membela diri secara berlebihan atas keputusan memakai aplikasi kencan buat nyari pasangan. “Waktu itu iseng aja, udah lama enggak pake. Lagian aku udah pake tinder satu atau dua kali. Habis itu gue hapus deh tindernya. Ya gitu deh. Biar lo tahu aja.” Begitulah. Padahal konsep kencan online sudah populer sejak Tom Hanks dan Meg Ryan membintangi You've Got Mail 19 tahun lalu. Nyatanya kencan online masih punya semacam imej jelek. Malah, kalau bisa hal-hal yang berhubungan dengan kencan online sangat dihindari dalam segala macam percakapan—kecuali mungkin sama sohib dekat dan orang-orang terpercaya. Kecenderungan macam ini tergambar jelas dalam jajak pendapat YouGov yang diikuti 1.104 responden. Survei tersebut menyimpulkan 53 persen generasi millenial malu mengakui kalau mereka ketemu teman kencan atau pasangan berkat dicomblangin Tinder. Lucunya, generasi millenials—setidaknya mereka yang ikut polling ini—ternyata lumayan munafik. Buktinya, 50 persen di antaranya mengaku rutin menggunakan aplikasi kencan online. Responden juga menyebut ada kasta di antara aplikasi (dan website) kencan online. Tinder dan Bumble dianggap paling kurang cool oleh peserta jajak pendapat. Kesimpulan ini datang dari rating yang diberikan oleh peserta jajak pendapat. Sementara eHarmony (belum masuk pasar Indonesia) mendapatkan skor 49+, Tinder cuma dapat rating 6+. Nasib serupa menimpa Bumble. Meski aplikasi ini mengusung keseteraan gender, rating yang didapat Buble cuma 6+. Perbedaan persepsi tajam ini terjadi karena, menurut lembaga yang menggelar jajak pendapat, eHarmony dipandang lebih bermartabat. Aplikasi ini dirancang untuk mereka yang mencari hubungan monogami jangka panjang. Tinder, sebaliknya, terkesan dibuat bagi mereka yang sekadar mengincar cinta satu malam. Lucunya, meski mendapatkan penerimaan berbeda, Tinder tak lantas kalah populer dibandingkan eHarmony. Setidaknya 92 persen peserta jajak pendapat pernah mendengar keberadaan eHarmony, sementara 91 persen peserta juga mengaku tahu (atau memakai) Tinder. Lalu apa kesimpulannya? Intinya sih begini: mulai sekarang tak usahlah malu kalau kamu jadian gara-gara Tinder, sampai app itu kamu pasang di folder khusus biar enggak ketahuan sama orang lain. Sebab, di luar sana juga banyak kejadian seperti yang kamu alami—jadian atau jalan berkat aplikasi kencan online—cuma kita terlalu malu saja mengakuinya.