Muncul Tren Orang Kaya Mentransfusikan Darah Remaja Supaya Awet Muda

FYI.

This story is over 5 years old.

Menghindari Kematian

Muncul Tren Orang Kaya Mentransfusikan Darah Remaja Supaya Awet Muda

Pseudosains satu ini sedang marak dilakukan, termasuk di AS, padahal belum ada bukti ilmiah yang kuat. Iming-iming awet muda bisa memicu perdagangan darah di pasar gelap.

Artikel ini pertama kali tayang di Tonic. 

Salah satu pengusaha terbesar Silicon Valley, Peter Thiel, musim panas tahun lalu tiba-tiba tertarik melakukan eksperimen memperpanjang usianya dengan transfusi darah anak muda ke dalam tubuhnya. Tindak-tanduk Thiel, yang sejak lama memang dikenal sebagai sosok aneh, segera memicu gelombang lelucon yang mengaitkannya dengan kebiasaan vampir. Tapi, di sisi lain, penelitian ilmiah yang menjadi dasar kelakuan Thiel pun disoroti banyak pihak. Benarkan memasukkan darah remaja ke dalam tubuh akan membuat kita bisa hidup lebih panjang alias awet muda?

Iklan

Awalnya, transfusi darah untuk memperpanjang usia ini diujicobakan pada hewan. Belakangan, uji coba manusia sudah dilakukan di Cina, Korea Selatan, dan Amerika Serikat. Thiel tidak sendirian. Ada organisasi bernama Ambrosia, yang berhasil merekrut 600 sukarelawan. Rata-rata yang diambil contoh darahnya adalah anak muda usia 16 hingga 25 tahun. Penelitian ini walaupun belum menunjukkan hasil positif, sudah disambut gegap gempita oleh Thiel dan jutawan lain yang bermimpi dapat selalu awet muda. Cukup banyak pakar etika mempertanyakan apakah penelitian transfusi darah untuk memperpanjang patut dilakukan. Di luar dasar ilmiah transfusi darah yang masih simpang siur, tak sedikit pula ahli memperkirakan seandainya berhasil maka tukar darah untuk awet muda akan mendorong masyarakat menuju akhir suram ala film-film distopia. Skenarionya, orang-orang miskin akan menjual darahnya (atau dipaksa) kepada kalangan kaya, mirip film Mad Max: Fury Road.

Para penyuka teori konspirasi ataupun penggila fiksi tak perlu terlalu khawatir

Intinya studi soal darah memperpanjang usia baru tahap awal. Hanya memang, muncul indikasi teknologi ini dapat diaplikasikan bagi manusia. Manusia diperkirakan bisa menjalankan sistem metabolisme paling prima jika memperoleh pasokan darah segar dari manusia yang lebih muda. Apapun nanti hasilnya, yang jelas metode ini sudah menimbulkan gonjang-ganjing di pasar gelap kesehatan. Sekarang saja, pasar gelap seperti itu sudah memicu banyak korban, terutama pasar donor organ ilegal.

Walau sekarang terkesan aneh, transfusi darah dari anak muda kepada orang tua sudah berlansung sejak lama. Pada era Renaissans di Eropa, cukup banyak berkembang paham sesat bahwa seseorang bakal panjang umur setiap menenggak darah pemuda ataupun pemudi. Sepanjang abad 17, banyak juga dokter menyarankan penyakit diobati dengan minum darah tertentu. Di abad yang sama, ilmuwan bereksperimen dengan metode transfusi, tujuannya agar nyawa pasien bisa diselamatkan. Hasilnya, eksperimen ini justru memicu jatuhnya banyak korban jiwa. Metode tersebut akhirnya banyak dilarang oleh kerajaan Eropa pada masa itu.

Iklan

Karya sastra Island of Dr. Moreau karya HG Wells, yang terbit pada 1860-an, pernah mendorong beberapa ilmuwan menggabung-gabungkan darah dan organ tikus yang berbeda-beda. Dari uji coba ganjil ini pertama kali muncul kesimpulan, transfusi darah muda bisa membuat subyek penelitian tampak lebih segar dan lebih enerjik. Penelitian ini berlanjut sepanjang kurun 1960-1970, melalui tes yang disebut parabiosis. Tentu saja peneliti tak sekadar mencari obat awet muda, melainkan ingin tahu bagaimana sebetulnya sistem kerja darah. Kendati demikian, memang ditemukan kesimpulan tak jauh beda, injeksi darah baru ke organ dalam tikus (yang sekilas menyerupai manusia), akan meningkatkan vitalitas serta mempermuda penampilannya.

Kabar paling menggembirakan para pendamba awet muda muncul di awal abad 21. Peneliti parabiosis menyatakan kesimpulan positif sudah didapatkan antara transfusi darah muda dengan peremajaan manusia berusia lanjut. Disebutkan bahwa bertambahnya usia membuat kandungan protein di plasma berkurang drastis, memicu efek keriput dan perlambatan fungsi organ. Hasil penelitian itu diharapkan bisa berkembang menjadi metode mengobati pasien lanjut usia, menghindarkan orang tua dari keharusan kemoterapi, dan banyak lagi manfaat lainnya. Tapi, yang paling ditunggu-tunggu tentu upaya sebagian peneliti mencari obat anti-penuaan paling manjur.

Dari penelitian itu pula, didapat kesimpulan bahwa transfusi darah paling bermanfaat tidak menggunakan metode parabiosis klasik (sekadar memasukkan darah baru), tapi mengisolasi lebih dulu plasma dari trombosit, karena yang dibutuhkan untuk awet muda adalah proteinnya. Alhasil, yang sebenarnya diinjeksikan kepada calon pasien adalah plasma. Perkembangan paling mengejutkan dari percobaan ini terjadi tahun lalu. Tony Wyss-Coray dari Stanford University meluncurkan Alkahest, sebuah metode transfusi plasma yang siap diujicobakan pada manusia.

Iklan

Sejauh ini, transfusi plasma sebetulnya belum terlalu menjanjikan dari sisi medis. Jangan lupa, tikus punya siklus hidup dari manusia. Sementara kesimpulan positif baru muncul dari uji coba terhadap tikus. Selain itu, ilmuwan belum tahu sebetulnya protein jenis apa yang paling bermanfaat untuk ditransfusikan kepada orang lanjut usia untuk memperpanjang umur. Dan kalaupun memang berkhasiat mempermuda pasien, berapa lama efeknya akan bertahan masih tanda tanya.

Karena itulah, Scott Carney, penulis buku The Red Market yang membahas pasar donor organ ilegal, mengingatkan otoritas terkait agar komersialisasi transfusi darah untuk tujuan awet muda wajib dilarang lebih dulu.

Dalam waktu dekat, banyak orang kaya diperkirakan akan tertarik melakukan transfusi darah anak muda untuk bermacam alasan.

Walaupun sudah diwanti-wanti, pasar bersikap berbeda. Alkahest dilaporkan sudah memperoleh pendanaan besar dari keluarga miliarder asal Cina. Konon, salah satu anggota keluarga itu, yang menderita alzheimer, berhasil mengembalikan daya ingat berkat transfusi darah dari anak muda. Tren ini pun kemudian menular ke Amerika Serikat. Beberapa klinik dilaporkan menawarkan uji coba transfusi darah untuk keluarga pasien penyakit kronis, walaupun khasiat klinisnya belum terbukti.

John Fuber, seorang petinggi perusahaan obat, mengaku khawatir melihat tren tersebut. "Beberapa klinik bahkan tidak jujur pada pasien menyebut metode ini semua belum tuntas uji cobanya," ujarnya. "Mereka sudah mengklai terapi ini punya manfaat medis."

Iklan

Ongkos transfusi darah untuk awet muda ini diperkirakan mencapai US$3.000 (setara Rp4 juta) sekali sesi. Ambrosia mengaku tawaran uji coba mereka pada manusia tidak akan mendatangka untung. Namun para pengamat skeptis, lantaran tes yang dilakukan banyak melanggar prosedur uji klinis standar. Dalam waktu dekat, banyak orang kaya diperkirakan akan tertarik melakukan transfusi darah anak muda untuk bermacam alasan.

"Saya sih belum tahu ada dokter yang bersedia melakukan uji coba semacam itu, tapi kemungkinan itu tidak tertutup," kata Fuber. Thiel konon sudah menggelontorkan dana US$10 ribu untuk transfusi plasma. Pasokan darah dari luar negeri kini menjadi incaran, terutama dari Brazil dan Bulgaria.

Langkah paling bijak adalah menunggu hasil uji coba ilmiah transfusi plasma membuahkan hasil

Namun, pasar terbesar adalah India, yang dikenal dengan komersialisasi bank darahnya. Pemerintah India sebetulnya melarang jual beli darah ke luar negeri, namun kebijakan untuk mengurangi praktik tersebut minim sekali. "Saya membayangkan orang AS yang ingin melakukan penggantian plasma tinggal datang ke salah satu rumah sakit di India dan minta dilayani transfusi," kata Carney.

Dengan segala risiko yang membayangi metode ini, termasuk penularan penyakit, cara paling bijak adalah menunggu hasil uji coba lebih pasti. Sebab, menurut Fuber, yang penting adalah dunia kedokteran memiliki lebih dulu kemampuan menentukan protein jenis apa dibutuhkan untuk memperlambat proses penuaan. "Bahkan saya membayangkan di masa mendatang kita bisa memasukkan robot ukuran nano ke dalam tubuh, mencari plasma ideal bagi proses tersebut," ujarnya. "Sekarang hal ini masih mustahil, tapi mengingat kemajuan teknologi realisasinya tinggal tunggu waktu."

Mengingat sifat manusia, agaknya transfusi plasma akan semakin diminati di masa mendatang. Apalagi bagi mereka yang sedang dalam keadaan terdesak akibat penyakit ataupun proses penuaan. Metode-metode belum terbukti bisa mendorong mereka bertindak nekat. Sebelum skenario distopian terjadi, semua pihak perlu memikirkan dilema etis dan sosial seandainya transfusi plasma terbukti bisa menjadi obat anti-penuaan. Bersiap-siap tentu saja perlu. Sebab umat manusia kini semakin serius bermain-main dengan konsep kontroversial itu: menghindari kematian.