bentrok dago elos konflik seng tanah muller bersaudara bandung
Beberapa proyektil gas air mata yang ditembakkan aparat kepolisian ke arah pemukiman warga Dago Elos. Semua foto oleh Bukbisj Candra Ismeth Bey/Project Multatuli.
Represi Aparat

Gas Air Mata Polisi di Dago Elos: ‘Kita Gak Diperlakukan Selayaknya Manusia’

Pengaduan warga Dago Elos ke polisi atas dugaan penipuan kepemilikan lahan ditolak polisi. Warga protes. Polisi menangani protes dengan cara-cara di luar nalar.
bentrok dago elos konflik seng tanah muller bersaudara bandung

Penutupan akses jalan yang dilakukan warga Dago Elos sebagai antisipasi masuknya "orang asing".

Artikel ini pertama kali terbit di Project Multatuli dan merupakan bagian dari serial #PercumaLaporPolisi. VICE menayangkannya ulang di bawah lisensi Creative Commons BY-NC-ND.

Barikade warga masih terlihat di beberapa titik masuk area permukiman warga di Dago Elos, satu hari setelah insiden bentrok dengan aparat kepolisian pada Senin malam (15/8).

Iklan

Portal-portal masih tertutup, membatasi ‘orang asing’ memasuki kawasan perkampungan. Para perempuan, ibu, dan anak-anak masih dihantui ketakutan.

Bentrok bermula dari aparat yang membubarkan dengan paksa blokade warga di jalan Dago, Bandung, Jawa Barat. Blokade yang menutup akses lalu lintas di area itu dilakukan sebagai bentuk protes laporan warga terkait penipuan kepemilikan lahan yang ditolak polisi.

Pembubaran paksa memicu perlawanan. Polisi merespons dengan menambah pasukan, dan menembakkan gas air mata ke arah kerumunan. Warga berhamburan ke berbagai penjuru permukiman.

bentrok dago elos konflik seng tanah muller bersaudara bandung

Cap tangan mural solidaritas dari para pengunjung acara diskusi “Membangun Kampung Melawan Perampasan Tanah” di Festival Kampung Kota 3, yang berlangsung di lapangan balai RW Dago Elos, Bandung.

bentrok dago elos konflik seng tanah muller bersaudara bandung

Pecahan kaca berserakan di Dago Elos pasca-bentrok dengan aparat kepolisian yang menyisir kawasan pemukiman warga.

Polisi mengejar, dengan dalih aksi warga telah berubah menjadi anarkis. Gas air mata ditembakkan ke arah permukiman. Aksi itu membuat banyak warga terluka akibat panik berusaha menyelamatkan diri dari kepulan gas air mata.

Pada malam yang mencekam itu, aparat berseragam juga dengan brutal menggedor-gedor pintu rumah, bahkan memaksa masuk mencari warga yang dituding sebagai penyebab kericuhan.

“Banyak warga yang shock khususnya ibu-ibu dan juga balita karena aksi penyisiran yang dilakukan polisi. Kondisi sekarang khususnya ibu-ibu dan anak-anak sangat ketakutan,” ujar Angga selaku Ketua Forum Dago Melawan, Selasa (16/8).

bentrok dago elos konflik seng tanah muller bersaudara bandung

Seorang ibu lanjut usia memeriksakan diri ke posko kesehatan darurat pasca-bentrokan dengan aparat kepolisian yang melakukan penyisiran masuk ke pemukiman warga Dago Elos.

Leoni (23), salah seorang warga mengungkapkan rasa kecewanya. Baginya, malam itu menjadi bukti bahwa polisi tak pernah benar-benar mengayomi.

Iklan

“Kita gak diperlakukan selayaknya manusia… speechless, sih,” kata Leoni.

“Sudah enggak percaya lagi saya dengan polisi, terlihat jelas keberpihakan mereka dengan kejadian semalam.”

Kendati peristiwa Senin malam itu meninggalkan trauma, warga Dago Elos mengatakan mereka akan tetap ‘sabubukna’ atau bertahan sampai habis, sampai hak-hak ruang hidup mereka diakui.

“Ini pembelajaran bagi kami selaku warga, memperjuangkan keadilan itu penuh dengan perjuangan seperti ini. Mau bagaimanapun ini, hal itu akan [kami] hadapi sampai hak-hak kami terpenuhi,” kata Angga, menambahkan.

bentrok dago elos konflik seng tanah muller bersaudara bandung

Anak-anak mewarnai gambar saat sesi trauma healing pasca-kericuhan pada Senin malam akibat penyisiran polisi ke permukiman warga Dago Elos. Latar belakang mural bertuliskan ‘sabubukna’ yang berarti bertahan sampai habis.

Konflik lahan di Dago Elos bermula dari tuntutan keluarga Muller, pengusaha yang mengklaim dekat dengan Ratu Wilhelmina dari Belanda, atas lahan mereka seluas 6 hektare di Dago Elos.

Mereka mengklaim kepemilikan lahan itu melalui Eigendom Verponding, yang menurut Putusan Mahkamah Agung Nomor 34 K/TUN/2007 adalah bentuk hak milik terhadap suatu tanah. Eigendom awalnya diatur dalam Pasal 570 KUHPerdata, namun bentuk kepemilikan itu telah dicabut oleh UU Pokok Agraria (UUPA) Nomor 5 Tahun 1960.

UUPA memang menuliskan bahwa pihak yang mengklaim mewarisi tanah peninggalan keluarga keturunan bisa dikonversi lalu menjadi hak milik. Namun, konversi tanah itu sejatinya hanya berlaku sampai 1980.

Iklan

Namun, keluarga Muller pada 2014, mengurus Surat Pernyataan Ahli Waris (PAW) ke Pengadilan Agama Cimahi, Jawa Barat. Oleh pengadilan, mereka mendapatkan surat penetapan ahli waris bernomor 687/pdt.p/2013.

Dokumen tersebut yang membawa keluarga Muller menggugat 335 warga yang tinggal di Kampung Cirapuhan dan Dago Elos ke Pengadilan Negeri Kota Bandung pada 2016. Keluarga Muller memberi kuasa kepada kuasa hukum dari PT Dago Inti Graha, sebuah perusahaan properti, sebagai penggugat IV.

Muller bersama PT Dago Inti Graha juga maju sampai tingkat kasasi tetapi kalah karena Mahkamah Agung menyatakan tenggat waktu konversi Eigendom Verponding telah berakhir. Mereka kemudian melakukan Peninjauan Kembali (PK). Pada tingkat itu, mereka memenangkan gugatan.

Warga Dago Elos terancam diusir. Di tengah ancaman itu, warga tetap berjuang dengan melaporkan bahwa keluarga Muller telah melakukan penipuan atas klaim lahan warga. Namun, laporan ditolak kepolisian.

bentrok dago elos konflik seng tanah muller bersaudara bandung

Seorang anak mewarnai gambar saat sesi trauma healing pasca-kericuhan pada Senin malam akibat penyisiran polisi ke permukiman warga Dago Elos.

bentrok dago elos konflik seng tanah muller bersaudara bandung

Warga menonton pagelaran Festival Kampung Kota yang diselenggarakan di Balai RW Dago Elos. Berbagai kolektif di kota Bandung bersama-sama menggelar festival untuk saling memperkuat perjuangan warga Dago Elos dan warga kota lainnya menolak penggusuran.

Protes kemarin bukan yang pertama. Ruang hidup yang terusik membuat warga semakin merapatkan barisan, menguatkan solidaritas. Dago Elos dalam beberapa tahun terakhir, menjadi episentrum bagi gerakan kolektif di Bandung.

Sekitar sebulan lalu, sejumlah anak muda di Dago Elos menggelar Festival Kampung Kota (FKK) untuk ketiga kalinya. FKK menjadi ajang kolektif warga di Bandung dan sekitarnya untuk memperkuat jaringan.

Pada festival ini, berbagai kegiatan digelar, mulai dari diskusi, pameran, nonton film bareng, panggung seni, pasar mingguan hingga pengajian. Mereka juga membentuk Aliansi Solidaritas.

Iklan
bentrok dago elos konflik seng tanah muller bersaudara bandung

Warga Dago Elos bersama kolektif solidaritas, berkumpul di tengah lapangan Balai RW Dago Elos saat pagelaran Festival Kampung Kota. Berbagai kolektif di kota Bandung bersama-sama menggelar festival untuk saling memperkuat perjuangan warga Dago Elos dan warga kota lainnya menolak penggusuran.

Ayang (44), warga Dago Elos mengatakan kehadiran Aliansi Solidaritas memberikan dampak psikologis bagi dirinya berupa rasa tenang dan tidak merasa sendirian terutama dalam menghadapi konflik yang saat ini sedang berlangsung.

“Saya sangat respek sama mereka, mereka tergerak karena hati nurani. Sebagai warga kadang saya merasa malu, mereka itu orang lain orang luar yang dan tidak ada kepentingan, mau digusur atau apa mereka nothing to lose dan selalu mendukung. Tapi kadang kami dari warga yang malah males-malesan,” ujar Ayang.

Sama seperti Ayang, bagi Leoni, Aliansi Solidaritas sudah seperti keluarga yang selalu mendukung dalam setiap keadaan. Makanya, ia merasa kehilangan saban festival berakhir.

Di kolong jembatan Pasupati, masih di dekat Dago, para anak muda juga menggelar gerakan Pasar Gratis. Bara, salah satu motor aksi Pasar Gratis mengatakan gerakan ini berangkat dari keresahan karena pandemi.

bentrok dago elos konflik seng tanah muller bersaudara bandung

Sejumlah seniman jalanan memilih pakaian layak pakai beserta barang lainnya yang digelar oleh Pasar Gratis di kolong Jembatan Layang Kopo, Kota Bandung.

bentrok dago elos konflik seng tanah muller bersaudara bandung

Lapakan cukur gratis bagi siapa pun di kolong Jembatan Pasupati saat gelaran Pasar Gratis Kota Bandung.

bentrok dago elos konflik seng tanah muller bersaudara bandung

Puluhan massa yang terdiri dari muda-mudi Banjaran, kolektif solidaritas, dan para pedagang pasar berkumpul di tengah Alun-Alun Banjaran, Kabupaten Bandung. Kegiatan tersebut dalam rangka untuk memberikan dukungan terhadap para pedagang di Pasar Banjaran yang digusur oleh pemerintah Kabupaten Bandung.

Awalnya, mereka hanya membuat dapur umum yang menyediakan makanan untuk mereka yang hidup di jalanan atau mereka yang kehilangan pekerjaan. Kemudian berkembang jadi menjajakan barang kebutuhan sehari hari dengan gratis dan siapa saja dari seluruh kalangan masyarakat bisa bergabung. Meski dibagikan gratis, Bara dan rekannya yang lain menolak menyebut aksi mereka sebagai ajang amal.

Menurutnya, ini bentuk protes terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah terkait penanganan pandemi, lingkungan, korupsi, ketenagakerjaan yang tidak berpihak pada masyarakat. “Hanya memperbesar jurang ketimpangan ekonomi kaya dan miskin,” kata Bara.

Iklan

Beberapa tempat di kota Bandung seperti di Braga, Cimahi, Taman Cikapayang, Taman Lansia menjadi titik gerakan, dan tak jarang berakhir dibubarkan aparat dan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP).

“Wah, sudah terlalu sering kalau digusur aparat atau satpol PP, mah, untungnya anak-anak malah semakin terpantik untuk terus ngelapak. Karena kami tidak merasa melanggar aturan, kami hanya bersolidaritas,” katanya.

Pasca-bentrok Senin malam, Bara mengatakan pihak aparat kepolisian kembali datang ke Dago Elos. Aparat berpakaian lengkap, seperti siap berperang, lanjut Bara.

“Padahal yang mereka lawan itu hanyalah nenek-nenek, sopir angkot, pedagang pasar,” katanya.

Bara menyaksikan banyak warga yang kesulitan bekerja setelah bentrok tersebut. Sejumlah angkutan umum rusak, lapak-lapak pedagang di pasar juga masih tercecer berantakan. Ia bersama rekan-rekannya berencana membuka Pasar Gratis pada Sabtu (19/8), untuk membantu warga.

bentrok dago elos konflik seng tanah muller bersaudara bandung

Kardus untuk donasi perjuangan warga Dago Elos di pintu masuk Festival Kampung Kota. Festival Kampung Kota merupakan festival gotong royong dari berbagai kolektif yang ada di Bandung dan sekitarnya dalam rangka memperkuat perjuangan warga Dago Elos melawan penggusuran.

“Besok rencana melapak, untuk mengumpulkan donasi serta kampanye untuk Dago Elos. dengan melapak otomatis banyak orang orang yang berkumpul, nah dengannya berkumpul kami bisa menginformasikan yang sebenarnya terjadi di Dago Elos lebih luas,” katanya.

Setelah melewati malam yang mencekam, warga perlahan berupaya menyembuhkan luka dan ketakutan.

Selasa itu, sebuah pos kesehatan darurat di depan balai RW berdiri. Sejumlah ibu-ibu mengantre untuk memeriksakan kondisi mereka. Tak jauh dari situ, sejumlah anak muda dari Aliansi Solidaritas menemani anak-anak Dago Elos mewarnai dan menggambar untuk mengurangi dampak trauma dan stres.

Iklan
bentrok dago elos konflik seng tanah muller bersaudara bandung

Warga melakukan pendataan orang yang hilang ataupun ditangkap oleh aparat kepolisian pasca-bentrok Senin malam.

Beberapa anak muda Aliansi Solidaritas juga mendata warga yang hilang pasca-bentrok dan siapa saja yang ditangkap oleh aparat kepolisian. Sebagian lainnya tertidur pulas kelelahan di balai RW dengan alas seadanya.

Pada Jumat, tim advokasi warga dari Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia (PBHI) Jawa Barat menyatakan kepolisian telah membebaskan ketujuh warga serta meninjau laporan warga atas klaim kepemilikan lahan keluarga Muller.

Editor: Ronna Nirmala, Adrian Mulya

Ayang dan Leoni adalah nama samaran untuk alasan keamanan.