FYI.

This story is over 5 years old.

Psikologi Sosial

Kata Penelitian, Tipe Orang yang Kamu Benci Dipengaruhi Tingkat Kecerdasanmu

Mau IQ-nya tinggi atau tidak, semua orang suka berprasangka. Bedanya, kata penelitian ini, mereka yang kemampuan kognitifnya rendah amat benci etnis dan agama lain, serta menolak LGBTQ.
Penelitian: Kebencian pada seseorang ditentukan tingkat kecerdasanmu
Foto ilustrasi oleh Paul Edmondson via Stocksy 

Di masa lalu, berbagai penelitian psikologi cenderung menyimpulkan orang dengan kemampuan kognitif rendah lebih suka berprasangka. Rupanya, bukan cuma mereka yang terbiasa berburuk sangka. Baru-baru ini, sejumlah peneliti menemukan fakta lain, kalau individu dengan tingkat kecerdasan tinggi dan rendah mengekspresikan tingkat prasangka yang sama. Hanya saja, tipe orang yang tidak mereka sukai itu berbeda.

Iklan

Pakar psikologi sosial Mark Brandt dan Jarret Crawford menganalisis 5.914 responden dalam penelitiannya yang diberi judul " Answering Unresolved Questions About the Relationship Between Cognitive Ability and Prejudice." Dengan menghilangkan penilaian apakah prasangka tertentu dibenarkan atau tidak, mereka mengukur jumlah prasangka yang muncul dalam kelompok peserta dengan kecerdasan tinggi dan rendah. Peneliti menakar kemampuan kognitif peserta dengan memberikan tes kemampuan verbal yang dianggap berkorelasi dengan IQ seseorang.

Brandt dan Crawford mencontoh beberapa temuan psikolog sebelumnya yang menunjukkan kalau orang dengan kemampuan kognitif rendah cenderung berprasangka buruk terhadap kelompok liberal dan yang “low choice” (tidak punya banyak pilihan) dalam status mereka. Misalnya seperti kelompok yang ditentukan berdasarkan ras, jenis kelamin, atau orientasi seksual. Menurut penelitian mereka, orang cerdas memiliki kecenderungan sebaliknya. Dengan kata lain, peserta yang lebih pintar cenderung berprasangka terhadap kelompok konservatif. Kelompok orang yang “high choice” (punya banyak pilihan) dalam asosiasi mereka.

"Orang tidak menyukai karakter yang berbeda dari mereka," kata Brandt dan Crawford saat diwawancarai oleh Broadly. "Mereka membuat pandangannya menjadi yang paling benar dengan mengesampingkan pendapat orang lain." Artinya, kamu melihat dunia sesuai dengan yang kamu yakini. Kamu akan memperkuat pandanganmu dengan menganggap kalau kamu paling benar, sedangkan yang lain salah.

Iklan

Ada temuan terpolarisasi lainnya dalam penelitian ini. Brandt dan Crawford menemukan indikasi kalau orang yang kurang cerdas secara IQ membenci mereka yang tidak punya banyak pilihan. Misalnya, orang dari etnis berbeda atau kelompok LGBTQ. Hal ini sangat mencolok melihat kasus banyak orang konservatif (dan berpendidikan rendah) di Amerika bersikap intoleran terhadap transgender dan orang Amerika yang Muslim. Jumlah kekerasan yang dilakukan polisi pun tinggi.

Brandt dan Crawford mengutip penelitian terdahulu bahwa orang yang kemampuan kognitifnya rendah sering, "membeda-bedakan" kelompok individu yang tidak sama dengan mereka dengan “batasan yang jelas."

"Batasan jelas ini membuat mereka merasa kalau kelompok lawan itu jauh dari mereka. Artinya, mereka tidak akan mengancam," demikian kesimpulan tim peneliti. Kedua peneliti ini menyinggung adaya batasan psikologis ini membuat rencana bodoh Donald Trump membangun tembok perbatasan AS-Meksiko bisa memperoleh dukungan riil. Batasannya dulu hanya ada di pikiran orang-orang yang tidak cerdas, tapi ternyata sekarang bisa mewujud dalam kenyataan.

Kelompok konservatif di Amerika yang mendukung rencana ini merendahkan mereka yang “low choice”. Dalam hal ini, orang Meksiko masuk ke dalam kelompok yang tidak punya pilihan. “Di sisi lain, mereka yang kemampuan kognitifnya tinggi tidak menyukai kelompok high-choice,” seperti konservatif. "Mereka marah dengan kelompok yang menurut mereka harus mengubah cara berpikirnya," kata peneliti.

Artikel ini pertama kali tayang di Broadly