Kenapa Sih Orang-Orang Peduli Sama Record Store Day?

FYI.

This story is over 5 years old.

record store day

Kenapa Sih Orang-Orang Peduli Sama Record Store Day?

Di Indonesia, ajang pertemuan (dan konsumsi) pencinta rilisan fisik sedang berkembang beberapa tahun terakhir. Tapi di Barat, mulai banyak yang menganggap RSD tak ada manfaatnya.

Artikel ini pertama kali tayang di THUMP.

Biarpun masih tergolong cukup populer sebagai ajang temu (dan konsumsi) pencinta rilisan fisik di Indonesia, relevansi Record Store Day di negara-negara Barat mulai dipertanyakan.

Tahun 2007, segerombolan pekerja toko musik yang terinspirasi oleh Free Comic Book Day—sebuah inisiatif membagikan buku komik secara cuma-cuma ke para penggemar berat—memutuskan bahwa dunia membutuhkan satu hari khusus untuk merayakan keistimewaan toko-toko musik di manapun. Tentu saja pada masa itu, ide Record Store Day sangat mengagumkan. Kapan lagi kita sebagai budak kapitalisme bisa mempromosikan pentingnya retailer independen melawan korporasi-korporasi besar?

Iklan

Namun seiring waktu, keadaan berubah. Record Store Day berhenti menjadi sebuah pertemuan yang komunal antara pembeli dan penjual dan berubah menjadi event komersial raksasa, didanai pihak-pihak korporat yang juga mengendalikan industri musik. Revival vinyl dan kaset muncul dan menghilang dalam sebuah siklus tanpa henti. Major label segera mengendus tren ini, lalu memakai Record Store Day sebagai alasan untuk menjual rilisan berkualitas seadanya ke konsumer rilisan fisik yang antusias. Ini tidak baik atau buruk, tapi faktanya begitu.

Lucunya, RSD seringkali membuat orang bereaksi ekstrem. Ada yang membenci RSD dan harus mengatur nafas setiap kali mendengar tentang event ini, namun banyak juga yang kerap orgasme membayangkan ratusan vinyl 'limited' dijual secara serentak. Mari kita telaah kenapa acara yang tidak membutuhkan otak untuk berputar ini bisa menimbulkan respon yang sangat kuat dari banyak orang.

RSD adalah modus untuk menjual vinyl. Vinyl dicetak di pabrik percetakan piringan hitam. Dan hanya ada kurang dari 200 pabrik di dunia, namun tahun lalu lebih dari 3 juta vinyl terjual di Inggris. Akibat dari kenaikan permintaan vinyl, produksi menjadi sulit. Label-label kecil—yang memang selalu menjual musik dalam format vinyl dari dulu—harus menunggu lebih lama untuk menunggu produk mereka siap. Para pembenci RSD mengatakan bahwa Record Store Day ikut bertanggung jawab atas hal ini. Sebelum anda bisa menikmati vinyl rilisan band obscure favorit anda dirilis, kita harus menunggu berbagai versi reissue rilisan khusus RSD dicetak.

Iklan

Masalahnya, bagi banyak orang, vinyl didalih-dalih sebagai format musik terbaik dan terpenting di satu dunia, tanpa cacat. Entah anda pendengar Aphex Twin, Allman Brothers atau Arvo part, kita semua diharuskan percaya bahwa vinyl adalah satu-satunya cara sejati untuk mendengarkan musik (jangan lupa pakai tagar #onlyanalogisreal).

Vinyl telah bertransformasi dari sekedar metode distribusi musik menjadi sebuah obyek yang disucikan. Dan ketika orang lain mengkritik sesuatu yang kita anggap penting dan saklek—tulisan seseorang, makanan tertentu atau piringan hitam—kita menjadi defensive dan tergugah untuk membuktikan bahwa hobi kita layak dihormati. Kini, seseorang bisa menjadikan imej record collector sebagai kepribadian utamanya. Mungkin bentuk kesetiaan lebay terhadap piringan hitam inilah yang membuat RSD menarik respon yang kuat dari berbagai orang.

Tak bisa dipungkiri bahwa kini vinyl telah diasosiasikan dengan elitisme format musik yang sesungguhnya tidak menyumbang sesuatu yang berarti ke dunia musik. Ketika seorang DJ memainkan musik ke penonton, mestinya format apa yang digunakan tidak penting. Masalahnya, vinyl—sekedar lempengan plastik—telah dianggap sebagai semacam "holy grail" di mata banyak orang.

Bagi mereka penggemar musik yang anti RSD, ada semacam ketakukan bahwa format musik favorit mereka akan menjadi populer dan dimiliki oleh orang-orang yang "tidak begitu peduli" terhadap musik. Apa iya musik segitu penting dan seriusnya? Musik itu hanya sekedar distraksi dari dunia yang kerap membosankan.

Intinya, baik pemuja maupun pembenci RSD itu sama-sama menyebalkan. Tapi kenapa juga anda mesti segitu pedulinya?

Follow Josh di Twitter.