FYI.

This story is over 5 years old.

Fashion

Taktik Penuh Canda Melebur Ikon Internasional dan Lokal ala Kamengski

Sulaiman Said, desainer asal Jakarta di balik brand Kamengski, rileks menghadirkan desain ekletik penuh rasa main-main walau terancam gugatan hak intelektual sekalipun.

Sulaiman Said, pria asal Jakarta di balik label clothing Kamengski, tidak pernah terlalu serius memandang hidup.

Semangat itu dia tegaskan lewat tagline "IN FUN WE TRUST" bio akun Instagram pribadinya yang berhasil menggaet 79,3 ribu followers. Semangat bermain-main itu pula yang coba dia tularkan pada banyak orang lewat bermacam karya kreatif, mulai dari kaos, hoodie, tas, hingga papan skate cruiser.

Iklan

Brand Kamengski dikenal berkat permainan jargon dan juga parodi logo yang cerdas. Referensi budaya pop Indonesia enteng saja dikawinsilangkan dengan ikon-ikon khas dari brand internasional. Salah satu contohnya adalah Stussy Susanti (gabungan antara logo Stussy dengan nama pemain bulu tangkis legendaris Indonesia: Susi Susanti). Produk itu meledak, terjual habis hanya dalam dua hari. Kali lain, dia pernah membuat desain hoodie dan tas bertuliskan 'Robeek', yang tentu saja meminjam konsep logo perusahaan apparel olahraga asal Inggris.

Di mata Said, desain-desain di bawah bendera Kamengski selalu berangkat dari semangat bercanda bersama kawan-kawan nongkrong ketika menanggapi hal-hal serius. Said ingin karyanya selalu menyenangkan, tak peduli laku atau tidak. Jika desainnya mengundang tawa, sudah cukup. Itulah prinsip utamanya saat menjalankan semua lini bisnisnya. "Gue santai, supaya semuanya seimbang dan engga maksa," ujarnya.

Stussy Susanti, parodi nama pebulu tangkis legendaris Indonesia. Foto: Instagram Kamengski

Tentu saja, selucu apapun desain itu, tidak akan muncul tawa jika pemilik logo yang asli ternyata tak bisa menerima gagasan parodinya. Ketika ditanya pernahkah dia khawatir akan dituntut atas pelanggaran merek dagang atau hak intelektual suatu hari nanti, Said hanya tertawa. Tidak banyak hal yang bisa membuat Said khawatir. Jika cepat mengkhawatirkan segala sesuatu, maka nama Kamengski sejak awal tidak akan dipilih. 'Kamengski' menurut Said, diambil dari nama seniornya dulu di kampus Institut Kesenian Jakarta, yang tak sengaja berpapasan di jalan.

Iklan

Bagi Said, yang terpenting adalah menyampaikan pesan brandnya ke konsumen, "Gue engga pernah ngabisin duit buat bikin marketing gimmick. Yang penting produk Kamengksi nyampe ke orang-orang yang percaya dengan brand ini. Sisanya gue percayain aja ke mereka, biasanya nyebar dari mulut ke mulut dan mereka engga disuruh juga langsung upload foto-foto produk kita ke sosmed."

Walaupun nyeleneh, sosok yang baru tahun lalu banyak meramaikan jagat desain di Internet Indonesia ini sudah mulai menuai hasil positif. Kamengski diajak berkolaborasi bersama band-band kondang Tanah Air seperti Superglad, Black Teeth, The Adams dan Rumah Sakit.Popularitas Kamengski di sosmed mendatangkan banyak tawaran kerja sama dari vendor. Banyak vendor rela dibayar setelah produk akhirnya terjual. Tahun lalu dia memulai produksi senilai Rp200 juta dan membayarnya lunas setelah mendapat cukup pemasukan lewat penjualan lewat satu bazaar. Namun sadar bahayanya jika sampai terlena, Said menghentikan bentuk kerja sama semacam itu agar tidak rentan terjebak utang.

Said di ruang kerjanya. Foto oleh penulis

Walau slogan Said adalah 'FUN', tapi untuk urusan kerja keras mengembangkan brand dia terhitung sangt ortodoks. Kamengski tidak dirancang sebagai clothing line yang ingin tampil mewah atau bahkan 'sok keren'. Said sadar betul jebakan kesuksesan di awal banyak dialami retail fashion di Jakarta dan Bandung. Para desainer maupun retailer terlena melihat nominal yang besar di akun bank mereka ketika produk perdana sukses, berfoya-foya, sebelum akhirnya tidak sanggup membayar hutang ketika dikejar vendor.

Said hanya pernah meminjam uang ketika merintis Kamengski. Uang pinjaman bank itu dia gunakan membeli mesin DTG (direct to garment). Uniknya, sekarang mesin ini tidak banyak digunakan, hanya teronggok di pojokan kantor karena Said terlalu malas menjualnya kembali. Apapun itu, untuk desainer muda sepertinya fakta bahwa bisnisnya tidak mencatatkan beban utang sangat dia banggakan. "Mungkin bisnis gue kelihatannya lambat, tapi gue nyimpen setiap desain yang gue bikin. Jadi bisnisnya jalan terus."

Said dan tas dengan desain mangkok ayam yang kesohor.

Dalam rangka mengembangkan bisnisnya, Said menyewa sebuah kantor. Dia memperkerjakan tim berisi lima orang lima individu untuk membantu operasional label Kamengski.

Tahun ini, selain memproduksi beberapa desain kolaborasi dan mendirikan perusahaan agensinya sendiri, Kamengski akan turut berpartisipasi dalam Art Event Design Festa yang akan dilangsungkan di Tokyo pada tanggal 27 dan 28 Mei 2017. Kini dia tengah menciptakan beberapa produk ikonik yang diharapkan akan terjual dengan baik agar dia kelak bisa berbelanja di Jepang. Partisipasi Said dalam festival ini bukanlah untuk mempromosikan brandnya, tapi hanya sekedar untuk mengisi dompet demi kepentingan belanja dan melunasi biaya perjalanan. Artinya, ketika sampai di titik ini dalam waktu kurang dari dua tahun, Said meyakini semuanya tetap hasil kerja keras. Jenis kerja keras di balik upaya bersenang-senang tentunya. "Kalau mau yang instan mah bikin Indomie aja sana," ujarnya.