FYI.

This story is over 5 years old.

Musik

Sidangkou, Desa di Cina Yang Memuja Saksofon dan Kenny G

Sebuah artikel keren di New York Times menyigi Sidangkou, "Ibukota saksofon" Cina dan kami langsung dibikin terpana karenanya.
foto diambil dari Noisey

Artikel ini pertama kali tayang di Noisey Sampai kapanpun, saksofon tak akan pernah hilang dari belantara musik pop. Seiring makin suburnya rupa-rupa subgenre musik pop, kita—sebagai penikmat musik pop—sepertinya sudah ikhlas menerima suara seksi sakfoson, sebuah instrumen sebelumnya banyak menerima cacian. Adalah M83 dan Kendrick Lamar yang menghidupkan keseksian suara saksofon dalam musik pop. Sayangnya, di Amerika Utara, Saksofon masih dipandang dengan sebelah mata. Kalaupun mengaku mencintai saksofon, kebanyakan penduduk Amerika Utara menyayangi instrumen itu dengan penuh kenyinyiran. Sentimen yang sama tak ditemukan di sebuah desa kecil di Cina. Dalam sebuah artikel yang super aduhai dan bikin kami menyesal tak pernah menulisnya beberapa tahun lalu, New York Times mengulas Sidangkou, sebuah desa industri berpenduduk 4.000 orang yang terletak dekat Shanghai dan Tianjin serta telah didapuk sebagai “ibukota saksofon.” dalam artikel itu disebutkan bahwa Sidangkou mulai memproduksi saksofon pada tahun ‘90an dan mengekspornya pada konsumennya di barat. Makin hari, para pekerja di Sidankgou makin piawai membuat saksofon. Malah, saking eratnya imej desa ini dengan saksofon, beberapa lagu folk Cina dan Jepang serta karya-karya Kenny G (terutama lagu langganan mall perbelanjaan di Cina "Going Home") kini secara resmi masuk sebagai bagian dari "kurikulum saksofon." Yang menarik artikel yang diterbitkan oleh New York Times itu juga dipenuhi dengan pengakuan tulus penduduk Sidangkou mengenai kekuatan saksofon. Kamu mungkin mengira ini ucapan mereka cuma bualan belaka. Sayang, tidak saudara-saudara. Berikut beberapa contohnya.

Iklan

“Suaranya bikin saya semangat dan enak didengar,” kata Wang Yuchun, Presiden salah satu perusahan produser saksofon terbesar di Sidangkou, Tianjin Shengdi Musical Instrument Co. “Saksofon sudah jadi bagian hidup kami.”

“Suara saksofon itu indah. Aku bingung kalau disuruh menjelaskannya” ujar Zhao Baiquan seorang penduduk berusia 55. “Semarah apapun aku, begitu mendengar suara saksofon, aku langsung tenang.”

“Saksofon adalah hidup dan karir saya,” Kata Pak Fu, seorang buruh pabrik. “Saksofon adalah benda pertama yang saya lihat begitu bangun. Saksofon juga jadi benda terakhir yang saya lihat sebelum tidur.”

Baiklah, kami akui gampang sekali memelesetkan atau membercandai ungkapan-ungkapan di atas. Tapi, kami sarankan kalian tak melakukan hal tercela macam itu karena cinta penduduk Sidangkou terhadap saksofon begitu murni. Lagipula, saksofon tak pernah menyakiti hati siapapun, apalagi penduduk Sidangkou (Ingat, Kenny G enggak pernah pasang stiker “This Machine Kills Fascists” di Saksofonnya!). Makanya, tak ada alasan untuk tidak merayakan keberadaan saksofon. Caranya? Coba belajar main saksofon deh atau putar album Kenny G manapun seharian. Atau kalau kalian tak mampu melakukan keduanya, kalian bisa melakukan amalan yang ringan. Seperti membaca artikel keren New York Times secara lengkap di sini.

Phil bisa kalian ajak ngobrol di Twitter.