Pendidikan Tinggi

Skema Nadiem Ringankan UKT Mahasiswa PTN dan PTS Terus Direspons Unjuk Rasa

Di atas kertas, diskon UKT mencapai 50 persen berkat aturan mendikbud. Tapi penerima manfaat terbesar mahasiswa semester akhir dan pemegang Kartu Indonesia Pintar. Mahasiswa PTS mengeluh.
Kebijakan Mendikud Nadiem Makarim Soal Keringanan UKT Belum Memuaskan Mahasiswa PTN PTS
Foto hanya ilustrasi, diambil dari momen unjuk rasa depan DPR RI pada 24 September 2019. Foto oleh Adek Berry/AFP

Selama tiga bulan terakhir, perang digemakan mahasiswa dari berbagai kampus demi turunnya besaran Uang Kuliah Tunggal (UKT). Selain demonstrasi, termasuk yang dilakukan Aliansi Mahasiswa Jakarta Bersatu di depan Gedung Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pada Kamis (2/7) sore, desakan menurunkan UKT dilakukan gerilya lewat tagar-tagar media sosial.

Mendikbud Nadiem Makarim pada 19 Juni lalu sebenarnya sempat mengeluarkan peraturan menteri, yang intinya menetapkan potongan UKT dan skema bantuan lain agar mahasiswa yang tidak mampu lebih ringan biaya semesternya.

Iklan

Namun, Permendikbud Nomo 25 Tahun 2020 itu dianggap aktivis mahasiswa belum memadai, khususnya bagi mereka yang kuliah di kampus swasta sementara orang tuanya terdampak efek pandemi Covid-19. Merujuk tuntutan Aliansi Mahasiswa Jakarta Bersatu, pengurangan UKT hingga 50 persen harus berlaku rata untuk semua jenjang dan status kampus baik negeri maupun swasta.

"Kita dapat edaran dari Bapak Nadiem Makarim, PTS 400 ribuan mahasiswa dapat bantuan. Itu pun Rp1 triliun untuk seluruh Indonesia. Kita bakal kebagian berapa teman-teman kalau misalkan dibagi-bagi itu Rp1 triliun. Apakah cukup untuk PTS Rp1 triliun?" seru salah satu orator dalam unjuk rasa yang diikuti ratusan massa di depan Kemendikbud kemarin, dikutip Detik.com.

Aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) menjadi salah satu motor yang menggerakkan kampanye pengurangan UKT sejak Mei 2020. Salah satu strateginya, dengan mengorbitkan tagar-tagar di medsos. Beberapa di antaranya yang sempat memuncaki trending topic di Twitter semisal yang mengkritik Institut Pertanian Bogor sebagai #InstitutPalingBorjuis, atau tagar #GunungDjatiMenggugat yang dilancarkan aktivis UIN Bandung. Nadiem pun tak luput dari kritik seputar UKT, setelah tagar #MendikbudDicariMahasiswa viral pada awal Juni lalu. Demo virtual serupa soal UKT terpantau muncul dari kampus-kampus Ponorogo, Malang, Makassar, Medan, Semarang, hingga Yogyakarta.

Iklan

BEM SI mengklaim pengurangan nominal UKT amat krusial, lantaran merujuk survei mereka, sebanyak 83,4 persen mahasiswa memiliki orang tua yang pemasukan bulanannya terdampak pandemi. Sementara 76,9 persen mahasiswa belum memiliki kepastian apakah mampu membayar biaya kulaih pada semester selanjutnya.Sementara, merujuk laporan CNN Indonesia, 50 persen mahasiswa perguruan tinggi swasta dilaporkan kesulitan membayar uang kuliah akibat pandemi.

Dalam keterangan tertulis merespons gelombang unjuk rasa lapangan dan demo virtual yang masih terus bergema, Nizam selaku Pelaksana Tugas Dirjen Pendidikan Tinggi Kemendikbud berjanji akan terus mengoptimalkan bantuan bagi mahasiswa yang tidak mampu. Namun untuk sementara, skema Permendikbud 25 Tahun 2020 masih menjadi acuan utama.

"Meskipun anggaran Kemendikbud harus dipotong Rp4,99 triliun untuk mitigasi pandemi, anggaran untuk beasiswa dan bantuan untuk PTS tetap dijaga," kata Nizam pada Jumat (3/7), seperti dikutip Tribunnews.

Merujuk skema yang ditawarkan mendikbud, UKT akan terpangkas 50 persen bagi mahasiswa yang cuti, tidak sedang mengambil SKS karena menanti kelulusan, atau mahasiswa semester 9 (S1) dan semester 7 (D3) yang mengambil mata kuliah kurang dari enam SKS.

Selain kelompok tersebut, potongan UKT bisa didapatkan memakai Kartu Indonesia Pintar bagi mahasiswa yang masuk semester ganjil dari keluarga kurang mampu. Lewat skema KIP, Kemendikbud memperkirakan ada 410 ribu mahasiswa dari perguruan tinggi negeri maupun swasta diringankan biaya kuliahnya. "Bantuan ini mungkin tidak bisa menutupi semua kebutuhan. Namun dengan semangat gotong royong, kita semua bisa melewati pandemi ini," imbuh Nizam.

Iklan

Di luar itu, pemerintah pusat meminta semua rektorat bisa berinisiati menerbitkan kebijakan UKT khusus sesuai kemampuan mahasiswa selama pandemi. Nadiem menegaskan perlunya kelonggaran macam itu dalam pernyataan saat telekonferensi pada 2 Juni lalu. "Masing-masing universitas itu boleh dan bisa menyesuaikan UKT secara eksplisit untuk keluarga yang mengalami kendala finansial akibat pandemi Covid-19," ujar mendikbud.

Pengamat pendidikan Darmaningtyas, saat diwawancarai Kompas.com, menilai pemerintah sebaiknya mendorong semua kampus memaksimalkan dana dari Biaya Operasional Pendidikan (BOP) sehingga UKT bisa dihapus penuh selama satu semester ke depan. Kebijakan ini, menurut Darmaningtyas, terutama perlu diupayakan kampus-kampus berstatus negeri. "Yang dipersoalkan [mahasiswa] kan pasti yang akan masuk bulan Juli atau semester ganjil. Karena kuliahnya juga tidak jelas ya lebih baik dibebaskan," ujarnya.

Aliansi Mahasiswa Jakarta Bersatu berkukuh akan terus menggelar unjuk rasa di depan Gedung Kemendikbud sampai bisa bertemu Nadiem. Demonstrasi menuntut pengurangan UKT selama pandemi tak jarang berakhir dramatis. Seperti yang terjadi di Universitas Islam Batik Solo, demo mahasiswa direspons rektor Pramono Hadi yang memutuskan mundur dari jabatannya serta melepas baju, untuk ikut memperjuangkan aspirasi massa terhadap yayasan.

Saga menuntut pengurangan UKT belum akan selesai dalam waktu dekat.