FYI.

This story is over 5 years old.

Kehidupan masa muda

2007 Adalah Tahun Terbaik Sepanjang Masa

Setelah 10 tahun berlalu, kita makin sadar kalau tahun 2007 adalah salah satu tahun terkeren sepanjang masa.
Foto dari The Cobra Snake

Artikel ini pertama kali tayang di i-D

Tahun berapa yang paling pantas dianggap sebagai tahun terpenting dalam kehidupan manusia? Ini pertanyaan yang berat bin rumit. Opsinya jawabannya ada banyak. Bisa saja tahun paling penting dalam sejarah manusia adalah tahun 1969 dengan Woodstock dan summer of love-nya. Atau kalau kamu tak enek dengan optimisme berlebih dan hidup yang penuh hura-hura, jawabannya bisa 1922, tahun yang diabadikan oleh F Scott Fitzgerald dalam The Beautiful and The Damned. Pun, kamu juga bisa bilang bahwa tahun ini adalah tahun terhebat dalam hidup.

Iklan

Gapapa kok. Bebas saja.

Saya enggak mau membuai kalian semua dengan nostalgia dan angan-angan, tapi saya, lewat tulisan ini bakal menunjukkan bahwa tak ada tahun yang lebih keren dari 2007. Sepintas, pilihan saya bakal terasa lebay dan enggak masuk akal. Secara objektif, 2007 adalah tahun yang busuk. Sepanjang 2007, bubble perumahan di Amerika Serikat pecah. Hasilnya, macetnya kredit kepemilikan rumah di Negeri Paman Sam yang kelak memicu kriris ekonomi global. Jelas, dampak krisis ekomoni global yang dirasakan jutaan penduduk dunia saat itu tak boleh dipandang sebelah mata. Hanya saja, jika kamu saat itu kebetulan tengah melakoni hidup sebagai mahasiswa kismin pada 2007, saat terjadi kekisruhan ekonomi negara raksasa macam Amerika Saat itu adalah saat yang tepat untuk menikmati hidup.

Ternyata, universitas adalah tempat menyelamatkan diri paling ideal ketika dunia sedang kisruh-kisruhnya. Saat itu, tiba-tiba semua dosen saya mengubah nasehatnya begitu mereka sadar kami bakal kesusahan menemukan pekerjaan dengan gaji yang oke. Mayoritas mahasiswa kala itu harus berdamai dengan fakta pilihan yang paling memungkinkan adalah terus kuliah sambil menunggu orang berani belanja karya seni lagi. Pilihan lainnya adalah mengambil pekerjaan paruh waktu. Kurang nyeni sih, tapi mau bagaimana lagi, mereka juga butuh makan.

Sekonyong-konyong, semua orang yang saya tahu mengganti rencana hidup lima tahun ke depannya. Orang tua kami tak lagi bertanya kenapa kami tak lantas cari kerja dan tak ada yang peduli kalau kami bermalas-malasan cari tempat magang setelah lulus. Rupanya, tahun itu mendapatkan pekerjaan yang gajinya bisa digunakan untuk bayar kostan saja sudah dianggap capaian luar biasa.

Iklan

Image via The Cobra Snake

Sesuatu yang menarik terjadi ketika sekelompok orang berumur 18-25 tahun dilepaskan dari kewajiban finansial mereka. Nihilnya tekanan mencari kerja membuat mereka harus menyalurkan energi mereka ke hal-hal lain. Ada yang belajar nge-DJ. Sebagian malah mulai terjun bikin label kecil-kecilan dan beli gitar murah. Pendeknya: tanpa kewajiban mencari kerja, mereka pesta habis-habisan berkegiatan tiap hari.

Klab malam dan party-party yang digelar pada 2007 kental dengan nuansa nihilisme. Kami dibilang tak punya masa depan. Alhasil, kami menanggapinya dengan bersikap masa bodoh. Kami pakai apa yang mau kami pakai, kami dengar apa yang mau kami dengarkan, dan kami nongkrong dengan siapapun yang mau kami ajak nongkrong.

Yang ambruk saat itu tak hanya pasar global. Ikon budaya pop saat itu juga tengah morat-marit. Paris Hilton masuk penjara sementara Lindsay Lohan sedang doyan-doyannya dicokok polisi. Britney Spears juga enggak jauh beda. dia ngambek-ngambek dalam sebuah mobil yang sedang di parkir. Saat itu, kami merasa sudah waktunya menciptakan ikon-ikon budaya kami sendiri.

Di jajaran pesohor papan atas Hollywood, ikon budaya klab bermunculan. sosok-sosok seperti Corey Kennedy dan Uffie seakan mewakili sikap masa bodo kami terhadap dunia yang sedang jumpalitan di luar sana. Dewi-dewo after-hours ini menyuguhkan impian yang lebih masuk akal: kami mungkin pengangguran tapi seenggaknya masih bisa kelihatan cool.

Iklan

Image via The Cobra Snake

Revolusi tak hanya terjadi dalam skena klab malam. 2007 adalah tahun yang keren bagi musik. Arcade Fire merilis album Neon Arcade yang keren. Kita dapat Graduation dari Kanye West dan MIA melepas Kala. Namun, rilisan yang menarik saya, yang waktu itu baru jadi hipster dadakan, adalah Cross milik Justice. Sorry saya salah, judul aslinya adalah † (ribet amat dah ngetiknya.)

Di tahun yang sama, kita juga menikmati album-album dari Radiohead, Dizzee Rascal, Ghostface Killah, The White Stripes, Of Montreal, Black Lips, Liars, Feist, Caribou, Jay-Z, Animal Collective dan LCD Soundsystem. Iya sih, album keren itu diproduksi saban tahun. Akan tetapi yang bikin 2007 spesial adalah kami bisa menikmati beragam sound berbeda dalam tiap-tiap album tadi. Akibatnya, mendengarkan album-album itu seperti menyimak ipod yang dishuffle. Seorang DJ bisa memainkan 1, 2, 3, 4 ; Pop the Glock dan Good Life dan orang-orang bakal tetap berjoget tanpa sekalipun merasa aneh.

Party-party independen nan murah mulai merongrong keberadaan party-party eksklusif di klab-klab malam malam. Pun, musik yang dimainkan mengalami pergeseran. kini, dalam tiap-tiap party, track-track yang dimainkan terdengar seperti lagu-lagu yang biasa disetel di rumah. Pilihan lagu seperti ini tak hanya menandakan bahwa party-party ini digelar oleh orang-orang yang benar-benar mengerti selera pengunjung pesta, namun playlist-playlist dalam pesta ini juga menunjukkan kalau sekat-sekat antar genre mulai luntur.

Iklan

Kini, ketika media yang mendaku dirinya sebagai media mainstream menulis tentang bintang pop sejenis Justin Beiber dan Miley Cyrus, kami menyebutnya sebagai "penipisan sekat budaya." Batas antara subkultur dan budaya arus utama kini tinggal setipis kulit bawang. Itu pun kalau masih ada. Menariknya, tendensi ini dimulai pada 2007 ketika kami mulai membongkar batas-batas subkultur.

sebelum party-party independen bermunculan, sulit sekali menjumpai pesta yang pengunjungnya sangat plural. Di 2007, anak emo, punk, pelancong gig baru, dan hipsters mulai berpesta di tempat yang sama. Lewat foto-foto party Misshapes, kalian bisa melihat hipster biasa membaur dengan para pesohor. Enggak aneh kalau kalian menemukan Kanye West, Katy Perry bahkan Madonna dalam foto itu.

Lantaran iPhone baru dipasarkan pada 2007 dan kualitas kamera ponsel masih sangat jelek banget, para pesohor tak rikuh bersenda gurau dalam party dengan pengunjung biasa. mereka toh tak khawatir foto-foto mereka muncul di website antah berantah setelah itu. Kehadiran nama-nama besar di party-party digalang orang-orang kere ini justru membuat suasananya makin magis. Bayangkan, siapapun yang datang di pesta itu bisa ngobrol dengan Madonna atau malah kencan dengan salah satu bintang opera sabun Amerika Serikat.

Sembilan tahun setelah 2007, scene-nya telah berubah. Yang dulu nganggur kini sudah dapat kerjaan dan bir harganya sudah naik jauh. Kanye West malah sering bikin pesta sendiri sekarang.

Harus saya akui kalau argumen saya mungkin jauh dari objektif. Maklum, nostalgia dan ingatan yang buram bermain di dalamnya. Yang jelas, meski party-party kecil itu sudah hilang entah ke mana karena dunia sudah jauh berubah, kita harus ingat bahwa tren keren ini terjadi di 2007, tahun paling keren sepanjang masa dan album Cross masih tetap keren sampai hari ini.