FYI.

This story is over 5 years old.

Problema percintaan

Terlalu Sering Ngepoin Medsos Gebetan Malah Bikin Masalah-masalah Baru

Sebagian besar dari kita pasti pernah 'ngepo' alias nge-stalk media sosial orang lain, tapi kalau bisa jangan sampai kelewatan.
ilustrasi oleh Erin Aniker

Saya ingat kapan saya mulai menyadari kalau nge-stalk media sosial pacar bisa menyebabkan masalah dalam hubungan kami. Lima tahun yang lalu, saya sedang maraton nonton serial TV Gossip Girl sendirian saat malam minggu, sedangkan pacar saya sedang berpesta bersama teman-temannya. Saya mengecek foto-foto yang di-tag di Instagramnya karena takut dia selingkuh. Saya ingin tahu ia datang ke pesta apa, siapa teman-teman perempuannya, dan apa mungkin dia tidur dengan salah satu dari mereka?

Iklan

Saat sudah tidak ada foto yang bisa dilihat, saya lanjut mengecek foto-foto masa lalu di profilnya. Saya menemukan di mana dulu dia tinggal, dan foto rumahnya waktu masih bersama mantannya. Saya memang sudah pernah lihat foto itu sebelumnya, tapi saya tetap menelusuri profilnya dan mencari foto yang paling membuat saya sakit hati. Itu foto candid bersama mantan sewaktu mereka berada di Montreal saat musim panas. Di foto itu mereka tampak sedang tertawa lepas, terlihat sangat bahagia. Saya pun membandingkan foto itu dengan foto kami berdua. Saya penasaran foto mana yang lebih bagus. Yang mana yang tampak lebih bahagia? Siapa yang lebih cantik – saya atau mantannya?

Saya menyelami dunia maya untuk pertama kalinya pada saat saya berusia 27 tahun dan sedang memahami masa remaja. Waktu saya masih berusia 13 tahun, saya menulis di forum musik yang isinya laki-laki ABG mesum.

Saat saya masih sekolah, teman-teman saya keranjingan chatting di MSN. Kami “berkencan online” dengan teman chat kami, di rumah masing-masing. MSN sangat cocok untuk saya, karena saya bukan perempuan cantik dan populer waktu itu.

Situs chatting seperti MSN, Bebo dan MySpace adalah pilihan yang tepat bagi pecinta musik dan film seperti saya. Kami bisa saling memamerkan band dan film favorit satu sama lain. Saya juga bisa berpura-pura menyukai apa yang teman chat saya sukai. Beberapa tahun kemudian, saya berhubungan seks dengan musisi bergenre elektronik yang saya kenal dari MySpace. Kisah percintaan saya semasa remaja semuanya terjadi secara online.

Iklan

Sebelum ada media sosial, saya tidak pernah berpacaran atau memiliki gebetan. Saking seringnya nge-stalk media sosial mereka, saya sampai merasa ini telah menjadi kebiasaan baruku. Saya sampai tahu apa saja yang mereka sukai. Dulu, sih, saya menganggap ini biasa-biasa saja karena saya tidak tahu harus melakukan apa lagi. Baru sekarang saya menyadari kalau kebiasaan ini bisa menimbulkan keresahan yang tidak beralasan.

Pada saat apa kamu merasa harus membatasi kebiasaan stalkingmu? Apakah kamu juga mengecek seluruh isi Twitternya (mengapa perempuan itu membalas tweetnya terus)? Seberapa sering kamu kepoin Instagramnya? Apakah kamu mengecek siapa saja yang menyukai foto selfie-nya (kenapa perempuan itu selalu meninggalkan komentar heart-eyes emoji)? Bagaimana dengan teman-teman yang sering nge-tag foto di profilnya? Pernahkah kamu menelusuri hashtag acara pernikahan yang pernah dia datangi bersama mantannya? Boleh, lah, ya mengikuti akun instagram kantor mantannya karena siapa tahu, kan, ada foto candid perempuan itu pas sedang di kantor?

Tenang, itu hanya perumpamaan saja. Saya tidak benar-benar melakukan itu. Saya hanya ingin menggambarkan kalau terlalu sering kepo media sosial orang lain bisa sangat memalukan.

Stalking yang terlalu berlebihan dapat membuatmu mudah cemburu saat melihat pacarmu merangkul temannya atau pengin tahu segala hal tentang mantannya. Kebiasaan ini tidak hanya buruk terhadap mentalmu, tapi juga menunjukkan keresahan yang ditimbulkan karena menggali privasi seseorang tanpa izin.

Stalking yang biasa-biasa saja masih normal. Misalnya, kamu sedang punya gebetan dan kangen melihat wajahnya. Maka, wajar-wajar saja kalau kamu ingin melihat foto-foto di media sosialnya. Tidak masalah kalau kamu hanya ingin mengenalnya.

Lain ceritanya kalau kamu ingin mengetahui segala sesuatu tentang gebetanmu; terutama hal-hal pribadi yang belum mereka beri tahu kepadamu. Karena kamu sangat penasaran dengan kehidupannya, maka kamu memutuskan untuk nge-stalk media sosialnya. Kamu pun mengetahui segala sesuatu tentang gebetanmu tanpa izin dari mereka.

Apa yang kita tampilkan di media sosial biasanya sudah kita pilih dengan hati-hati. Tentunya kamu hanya akan menampilkan momen-momen bahagiamu saja, bukan? Orang-orang yang melihat pun menganggap kalau kamu baik-baik saja, tanpa tahu apa yang sebenarnya kamu rasakan. Contohnya, waktu itu saya bertemu dengan mantan setelah pindah ke London. Ia mengira kalau saya cepat move on darinya karena saya tampak bahagia di foto-foto Instagram. Yang tidak ia ketahui, saya merasa sangat sedih setelah putus dengannya.

Saya sering merasa terganggu saat tidak sengaja melihat foto mantan saya di Instagram; karena apa yang ditampilkan di foto itu, belum tentu sesuai dengan kenyataannya. Saya membatin kapan saya bisa berhenti menilai sesuatu hanya dari yang saya lihat di media sosial, tapi kalau dipikir-pikir lagi, saya sendiri tidak tahu kondisi asli mereka.