Fashion

Banyak Pecinta Fesyen Terobsesi Tas Kulit, Hermès Bangun Peternakan Buaya Terbesar

Peternakan di Australia itu diklaim akan memanen kulit buaya secara "etis", sanggup menampung sekitar 50.000 buaya.
Gavin Butler
Melbourne, AU
tas kulit buaya
Tas kulit buaya Hermès (Kiri - foto oleh Edward Berthelot/Getty Images) dan stok kulit buaya milik pabrik Hermès di wilayah Pantin, Paris (Kanan - foto oleh Kasia Wandycz/Paris Match via Getty Images).

Label mode Prancis Hermès baru saja membeli bekas pertanian hortikultura di dekat Darwin, ibu kota negara bagian Teritori Utara. Lahan itu rencananya akan diubah menjadi peternakan pabrik buaya terbesar di Australia.

Fasilitas tersebut diharapkan dapat membudidayakan sekitar 50.000 ekor buaya muara untuk diambil kulit dan dagingnya. Pembangunan ini diproyeksikan akan menghabiskan dana sebesar 40 juta Dolar Australia (Rp409 miliar). ABC melansir jumlah buaya yang dibudidayakan di Teritori Utara diharapkan dapat meningkat hingga 50 persen pada kapasitas produksi puncak.

Iklan

Berlokasi di Lambells Lagoon, bekas perkebunan melon dan pisang itu diakuisisi melalui perusahaan asing PRI Farming yang sejumlah eksekutifnya memiliki koneksi dengan Hermès. Direktur PRI Mick Burns dijuluki sebagai “rajanya peternakan buaya” di Teritori Utara.

Fasilitas itu nantinya akan dibangun ala Jurassic Park lengkap dengan laboratorium inkubator telur, tempat penetasan, grower pen, finishing pen, lahan peternakan, gudang dan tempat penyimpanan pakan yang dibekukan. Kurang lebih ada 30 orang yang akan dipekerjakan selama produksi penuh.

Australia memimpin industri perdagangan buaya muara di dunia, dan Teritori Utara merupakan penghasil buaya terbesar di Negeri Kanguru. Lebih dari 24.600 kulit buaya diekspor dari sana sepanjang 2018-2019. Ernst & Young (EY) memperkirakan pada 2017, industri peternakan buaya di negara bagian tersebut—termasuk pertanian dan pariwisatanya—meraup keuntungan sebesar AUD107 juta atau setara Rp1,1 triliun.

Menurut laporan EY, standar kualitas peternakannya yang mengesankan “mendorong label fesyen high-end seperti Hermès dan Louis Vuitton untuk membeli peternakan di Teritori Utara agar tidak pernah kehabisan pasokan [kulit buaya]”.

Kedua label Prancis itu memiliki atau mengelola sebagian besar peternakan buaya di Teritori Utara. Geoff McClure adalah konsultan peternakan buaya yang telah aktif di industri sejak 1980-an. Kepada ABC, McClure mengungkapkan Hermès membeli peternakan pertamanya 10 tahun lalu, yang kemudian mendorong Louis Vuitton untuk melakukan hal serupa “agar pasar Australia tidak dikuasai sepenuhnya oleh Hermès.”

Iklan

“Stok kulitnya takkan pernah habis jika mereka membeli peternakan. Alhasil, mereka memiliki faktor penambah nilai,” tutur McClure, dikutip dari ABC.

“Mereka membudidayakan buaya sesuai dengan standarnya masing-masing — standarnya sangat tinggi dan tidak boleh ada kulit yang cacat. Kulit buaya akan melalui proses penyamakan untuk menghasilkan produk fesyen berkualitas tinggi.”

Hermès sempat menuai kontroversi di masa lalu. Label tersebut dituduh menerapkan metode produksi kulit yang tidak etis. Hasil investigasi People for the Ethical Treatment of Animals (PETA) pada 2019 mengklaim buaya dan aligator di peternakan Amerika Serikat dan Zimbabwe dikuliti hidup-hidup. Hermès tidak menyangkal tuduhan itu, tapi menyebut insidennya “ketidakteraturan terisolasi”.

Beberapa bulan lalu, Hermès memecahkan rekor lelang harga termahal sepanjang masa untuk sebuah tas Birkin yang terbuat dari kulit buaya Niloticus putih. Tas itu dilelang senilai 300.000 Dolar AS (Rp4,2 miliar).

Peternakan buaya di Teritori Utara diklaim bakal memproduksi kulit dengan cara yang etis.

Follow Gavin di Twitter.