Menyambangi Dapur Umum Gratis Terbesar Di Dunia di Kuil Sikh Amritsar India
Foto utama: Sukarelawan Kuil Emas Amritsar mempersiapkan ribuan piring besi. Oleh Jenna Belhumeur.

FYI.

This story is over 5 years old.

Sikh

Menyambangi Dapur Umum Gratis Terbesar Di Dunia

Di Kuil Emas Suci Kaum Sikh Amritsar, India, nyaris setiap hari 100.000 orang makan di sana. Tak satupun diminta membayar makanan dan minuman tersebut.

Artikel ini pertama kali tayang di MUNCHIES April 2015.


Sosok lelaki muda mengenakan turban berwarna merah jambu mengangkat kedua tangan sambil duduk bersila di lantai. Sepotong roti hangat dijatuhkan di tangannya, yang lalu dia letakkan di atas baki logam di hadapannya. Di samping pemuda itu, duduk perempuan tua mengenakan kain sari berbahan saffron. Dia mengangkat tangannya dan mendapatkan perlakuan serupa. Di sekeliling mereka, yang nampak adalah pemandangan seragam. Ratusan orang duduk bersila di depan baki logam masing-masing.

Iklan

Semua orang di ruangan itu melahap makanan diantarkan oleh para sukarelawan. Isinya dal, sayur-mayur, dan pudding beras khas Asia Selatan yang disebut kheer. Itu adalah suasana khas saban jam makan siang di Kuil Emas Amritsar, India. Hampir 100.000 orang menyantap makanan di sini setiap harinya. Ajaibnya tidak satu orangpun harus membayar. Kata siapa makan siang gratis itu mustahil?

1492103420393-india2

Bocah kecil berdiri di tepian danau yang mengelilingi Kuil Emas Amritsar. Foto oleh Hán Zhang.

Tersedianya makanan cuma-cuma dalam skala sebesar ini hanya mungkin dilakukan berkat banyaknya sukarelawan dan bahan baku dalam jumlah mencengangkan: 12.000 kilo tepung, 1.500 kilo beras, 13.000 kilo kacang-kacangan, dan 2.000 kilo sayur-sayuran. Biarpun sebagian besar proses memasak dikerjakan oleh manusia, sebuah oven mekanik membantu menghasilkan 200.000 roti setiap harinya. Dapur umum raksasa ini—disebut langar—tidak pernah tutup, bahkan di larut malam ketika peziarah Kuil Emas berhenti untuk rehat sejenak.

Nyaris 500 tahun yang lalu, seorang guru Sikh yang tinggal di anak benua India memperkenalkan ide revolusioner seputar keadilan pangan. Idenya sederhana: membangun sebuah tempat yang memberi kesempatan bagi semua orang—tidak peduli agama dan status sosialnya—bisa duduk setara di lantai menyantap makanan yang sama.

Filosofi di balik dapur umum gratis ini merupakan perubahan yang radikal dari norma-norma yang biasa diterapkan di India. Kala itu hierarki kasta seseorang menentukan apa yang anda makan dan siapa yang menemani kalian makan.

Iklan
1492103453607-India3

Dua sukarelawan sedang membagikan baki besi kepada pengunjung Kuil Emas. Foto oleh Hán Zhang.

Langar dimulai oleh gagasan pria bernama Guru Nanak, penyebar ajaran Sikh pertama. Nanak menghilang di umur 30 setelah mendapatkan pencerahan. Tiga hari kemudian, dia kembali muncul menemui masyarakat, lalu mengatakan ucapan kesohor. "Tidak ada yang namanya Hindu, tidak ada yang namanya Musalman [Muslim]." Dengan kata-kata itu, dan kepercayaan bahwa semua orang setara di bawah lindungan Tuhan, agama Sikh resmi lahir.

Inti ajaran Sikh adalah kesetaraan dan kesatuan umat manusia. Hal ini terwujud dalam langar, sebuah dapur cuma-cuma berbasis komunitas. Semua orang disambut dengan tangan terbuka, tidak peduli latar belakang agama atau sosialnya. Kehadiran langar di Kuil Emas merupakan bukti nyata penolakan Sikh terhadap sistem kasta di India.

1492103481258-India4

Seorang pria sepuh bertugas memasukkan adonan tepung dalam mesin pembuat roti otomatis. Mesin ini bisa menghasilkan 25 ribu roti per jam. Foto oleh Jenna Belhumeur.

Biarpun banyak kuil Sikh lainnya di dunia juga menggalang dana untuk membuka dapur cuma-cuma, hanya langar di kompleks Kuil Emas yang ukurannya sangat besar. Ruang makan utama Langar berhiaskan pualam putih dan sepuhan emas. Langar merupakan dapur umum terbesar dan termegah sedunia. Langar dikunjungi nyaris 100.000 orang pada hari kerja. Jumlah peziarah akan melonjak jadi 150.000 orang di hari libur.

Sebagai salah satu tempat suci bagi agama Sikh, Kuil Emas sebetulnya menarik lebih banyak pengunjung dibanding obyek wisata turis ternama Taj Mahal. Setelah mengunjungi kuil, para pengunjung bergerak serentak menuju Langar. Mendekati pintu masuk ruang makan utama, ratusan sukarelawan sibuk menyiapkan makanan. Berbagai jenis makanan dan minuman di dapur umum itu tidak pernah habis. Tidak ada satupun orang pernah ditolak masuk.

Iklan
1492103529771-India5

Di pintu masuk dapur umum Kuil Emas, terpampang lukisan sosok Guru Ram Das, sang guru keempat dari 10 mahaguru terpenting ajaran Sikh. Foto oleh Hán Zhang.

Pada Abad 16, India masih menjunjung tinggi sistem kasta, menyebabkan langar dipandang sebagai ide yang radikal secara spiritual maupun sosial. Tidak hanya berfungsi sebagai alat untuk melawan kelaparan, langar sekaligus menjadi sarana reformasi sosial. Ketika India memasuki era modern, jumlah orang kaya baru dan kelas menengah meningkat pesat. Masalahnya sistem hierarki kasta masih sering diterapkan di pedesaan India.

Pemerintah India sebetulnya sudah melarang praktik diskriminasi berdasarkan kasta selama lebih dari enam dekade terakhir. Sayangnya di beberapa kawasan terpencil, kasta masih memegang peranan yang kuat bagi masyarakat. Status sosial mempengaruhi laku ibadah keagamaan, pernikahan, dan konsumsi makanan. Dalam situasi semacam itu, langar masih cukup radikal dan revolusioner keberadaannya dibanding 500 tahun yang lalu ketika pertama kali muncul.

1492103555566-India6

Sukarelawan mengoleskan ghee (semacam selai) pada tiap roti. Lebih dari 500 kg ghee disediakan tiap hari untuk menjamu tamu Kuil Emas. Foto oleh Jenna Belhumeur.

"Guru-guru Sikh berjuang menentang diskriminasi sosial dalam berbagai bentuk," kata Simran Jeet Singth, anggota senior Sikh Coalition dan kandidat S3 bidang agama di Columbia University.

Menurut Singh, karya-karya tulisan para guru Sikh membahas lugas bermacam masalah yang timbul akibat sistem kasta. Mereka menolak wacana adanya kalangan manusia yang lebih suci daripada manusia lainnya. Selain menjadi katalis terciptanya masyarakat yang lebih egalitarian di Negeri Sungai Gangga, langar Kuil emas turut berkontribusi secara nyata pada upaya manusia India Abad Pertengahan. Kelaparan saat itu sering terjadi, lantaran teknologi pertanian modern belum ditemukan.

Iklan
1492103580235-India7

Di ruang makan utama, setiap tamu duduk dalam baris yang teratur dan menerima menu seragam. Foto oleh Hán Zhang.

"Langar menciptakan tempat di mana orang bisa mendapatkan makanan secara cuma-cuma kapanpun. Ini ide yang revolusioner, karena secara tidak langsung sesama manusia bekerja sama menciptakan komunitas yang lebih sehat," kata Singh.

Sampai sekarang, masih banyak orang-orang miskin yang tinggal di luar Kuil Emas mengandalkan langar sebagai sumber makanan mereka sehari-hari. "Langar berfungsi sebagai sumber makanan dan di saat yang sama menantang ketidaksetaraan sosial yang lazim terjadi di India."

1492103608234-India8

Seorang ibu menuangkan air minum bagi putrinya. Ditemani anak-anaknya, perempuan itu menikmati jamuan ruang makan utama Kuil Emas. Foto oleh Hán Zhang.

Di India, frasa "dirimu ditentukan apa yang kau makan" benar-benar terjadi secara harfiah. Selama satu millenium, makanan di India dikonsumsi berdasarkan sistem kasta. Panganan diatur seperti rantai makanan. Orang kaya menyantap masakan aneka rupa yang enak-enak, terutama mereka yang berada di puncak piramida kasta—yaitu para brahmana dan keluarga ningrat.

Sementara rakyat jelata yang miskin dibiarkan makan seadanya. Isu makanan juga pernah menjadi pemicu terjadinya kekerasan antar etnis. Kerusuhan Hindu-Muslim di India pada dekade 1970-an lalu terjadi akibat temuan kepala babi dan kepala sapi di komplek masjid atau kuil Hindu.

Makanan bahkan masih menjadi cara orang membedakan agama satu sama lain dalam India modern. Di area perumahan mewah Kota Mumbai, banyak kompleks perumahan memasang papan pengumuman "wilayah khusus vegetarian" untuk mengusir calon pembeli atau penyewa rumah dari kasta rendah, serta pemeluk Muslim atau Kristen yang mengkonsumsi daging.

Iklan
1492103634942-India9

Salah satu penganut Sikh yang berziarah ke Kuil Emas menerima piring besi dibagikan para sukarelawan. Foto oleh Hán Zhang.

Larangan konsumsi dan pemotongan sapi di beberapa negara bagian India menjadi isu panas yang tak kunjung tuntas. Kasta dan agama menjadi faktor pemicu kekerasan. Kebanyakan pemeluk agama selain Hindu bukannya ingin mengganggu kepercayaan penduduk mayoritas. Masalahnya daging sapi harganya lebih murah dibanding asupan protein hewani lain.

Biarpun penganut Sikh tidak semuanya vegetarian, langar Kuil Emas hanya menyajikan makanan vegetarian. Para sukarelawan yang mengabdi di sini berasal dari berbagai latar belakang agama dan kondisi ekonomi berbeda-beda. Ada yang muda, tua, semuanya bekerja secara efisien, hampir seperti mesin. Sembari memotong bawang atau meratakan roti, mereka melantunkan "Wahe Guru… Wahe Guru".

Mereka semua menyanyikan pujian kepada Tuhan.

1492103675541-India10

Ribuan orang berkumpul di Langar. Siapapun itu, tak peduli apa etnis, agama, dan kelas sosialnya duduk bersama di lantai sebagai tanda kesetaraan. Foto oleh Jenna Belhumeur.

Salah satu sukarelawan di langar itu adalah Sukhdev Singh, penganut Sikh berumur 55 tahun asal California, Amerika Serikat. Dia memutuskan hijrah ke Amritsar pada 2013. Singh, berjenggot putih dan mengenakan rompi Khalsa warna biru, sering disangka salah satu penghuni kuil senior. Faktanya dia hanya satu pendatang baru, dari ratusan orang yang secara sukarela bekerja di dapur Kuil Emas setiap harinya. Kelangsungan dapur ini menghabiskan biaya operasional puluhan juta dollar. Singh mengingatkan kita betapa Guru Nanak memulai langar hanya dengan 20 rupee (Rp4.000) dibantu beberapa sukarelawan. Dengan modal cekak tersebut, penganut Sikh berhasil mempertahankan dapur umum ini sampai sekarang.

Bahkan dengan ongkos yang selangit, Singh mengatakan ada banyak donatur mengirim bantuan, sehingga mencukupi operasional dapur Kuil Emas sampai dua tahun ke depan. Bagi kelompok penyumbang dan sukarelawan tanpa nama, menjaga dapur ini terus berjalan merupakan wujud kewajiban sosial sekaligus panggilan agama.

"Hanya ada tiga ajaran utama dalam agama kami," kata Singh. "Selalu menyebut nama Tuhan, kidungkan lagu pujian, dan wajib menjadi sukarelawan bagi sesama manusia. Saya akan terus bekerja untuk sesama selama kaki saya masih bisa digunakan untuk berdiri dan berjalan."