Berita

Hukuman Mati Ferdy Sambo Disambut Publik dan Dikecam Aktivis HAM

Aktivis berbagai lembaga HAM sepakat mengkritik vonis Ferdy Sambo. Penggunaan hukuman mati sudah lama dikecam, namun trennya di era Jokowi justru naik.
Ferdy Sambo
Foto: Aditya Aji/AFP

Sidang kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat akhirnya tuntas dengan dibacakannya vonis 1,5 tahun untuk terdakwa kelima, eks bharada Richard Eliezer Pudihang Lumiu. Dalam sidang tiga hari berturut-turut sejak Senin (13/2), majelis hakim PN Jakarta Selatan menjatuhkan vonis tak terduga.

Iklan

Dari lima terdakwa, empat dijatuhi vonis sangat berat dibanding tuntutan jaksa. Eks Kadiv Propam Mabes Polri dengan pangkat terakhir irjen, Ferdy Sambo, dijatuhi hukuman mati meski jaksa menuntut hukuman seumur hidup. Istri Ferdy, Putri Candrawathi, dihukum 20 tahun, dibanding tuntutan jaksa delapan tahun.  

Ajudan Sambo, eks bripka Ricky Rizal Wibowo, dituntut delapan tahun, namun divonis 13 tahun. Sedangkan sopir Sambo, Kuat Ma’ruf, dituntut delapan tahun dan divonis 15 tahun. Hanya Eliezer yang divonis jauh lebih rendah dari tuntutan. Ia dituntut 12 tahun dan divonis 1,5 tahun.

Kelimanya diputus bersalah telah melakukan pembunuhan berencana, melanggar KUHP Pasal KUHP Pasal 340 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1. Khusus Sambo, ia juga bersalah melanggar UU ITE 2016 Pasal 49 juncto Pasal 33 juncto KUHP Pasal 55 ayat 1 ke-1 karena merusak CCTV.

Lagi-lagi hanya Eliezer yang menurut hakim memiliki alasan untuk diringankan hukumannya.

“Terdakwa menyesali perbuatannya dan berjanji tidak mengulangi perbuatannya lagi dan keluarga korban Nofriansyah Yosua Hutabarat telah memaafkan perbuatan terdakwa,” Hakim Ketua Wahyu Iman Santoso mengatakan dalam sidang Rabu siang (15/2).

Dipotong masa tahanan, Eliezer bisa bebas pada Februari tahun depan.

Vonis mengejutkan ini didukung publik. Tapi hukuman mati untuk Sambo memicu keberatan dari lembaga pembela HAM.

Iklan

Komisioner Komnas HAM Hari Kurniawan menyatakan hukuman mati seharusnya sudah tidak ada lagi di Indonesia. Dengan tetap berbelasungkawa pada keluarga Brigadir Yosua, hukuman mati tidak sejalan dengan prinsip HAM.

“Hak hidup adalah hak yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun,” kata Hari dikutip Tempo. “Dalam KUHP yang baru, hukuman mati bukan lagi menjadi pidana pokok.”

“Ketika membuat KUHP yang baru, itu sebenarnya semangat menghilangkan atau menghindari hukuman mati, kenapa? Karena di konstitusi itu jelas, hak hidup adalah hak yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun,” ujar Ketua YLBHI Muhammad Isnur, dilansir Suara.

Aktivis dan mantan komisioner Komnas HAM Natalius Pigai mengingatkan Indonesia telah meratifikasi berbagai kovenan dan konvensi HAM internasional, sehingga seharusnya hukuman mati dihindari. “Hakim harusnya pertimbangkan aspek ini dengan memberikan hukuman maksimal [maximum penalty], bukan hukuman mati [death penalty],” ujar Pigai, dikutip Media Indonesia.

Iklan

Amnesty International Indonesia yang turut menolak hukuman mati Sambo menekankan reformasi Polri lebih penting ketimbang mempertahankan hukuman yang sudah ketinggalan zaman.

“Kasus ini bukanlah kasus pembunuhan di luar hukum [extrajudicial killing] pertama yang melibatkan polisi. Kasus ini seharusnya menjadi pengingat bagi pihak kepolisian untuk segera melakukan pembenahan serius secara internal,” kata Usman.

Sebanyak 144 negara di dunia telah menghapuskan regulasi maupun praktik hukuman mati. Kini tersisa 55 negara yang masih mempertahankannya, termasuk Indonesia. Tanggal 10 Oktober diperingati sebagai Hari Anti-Hukuman Mati.

Pada 2019, Imparsial melaporkan bahwa eksekusi mati (berdasarkan putusan pengadilan) paling sering terjadi di era Presiden Jokowi ketimbang presiden lain. Juga di era Jokowi, selama 2014-2019, ada 221 vonis mati baru dijatuhkan pengadilan, umumnya untuk napi narkotika.

Jika hukumannya tak berubah karena banding dan sebagainya, Sambo akan menjadi jenderal polisi pertama yang mati di depan regu tembak.

Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat tewas ditembak pada 8 Juli 2022. Tiga hari kemudian baru kasusnya terdengar oleh media. Setelah serangkaian drama, sebulan kemudian, pada 9 Agustus, atasan Yosua yang juga Kadiv Propam Mabes Polri, Irjen Ferdy Sambo, ditetapkan sebagai tersangka pembunuhan berencana. Sepuluh hari kemudian gantian istrinya yang turut menjadi tersangka.

Sebelum vonis Sambo dibacakan, beredar survei dari Indikator Politik Indonesia yang menyimpulkan masyarakat ingin Sambo dihukum mati. Menurut survei Agustus 2022 ini, sebanyak 54,9 persen responden menganggap Sambo layak dihukum mati. Lalu 26,4 persen menilai cukup dipenjara seumur hidup.