Pendidikan

Tak Punya Solusi Soal Honorer, Mendikbud Minta Guru Maklumi Gaji Kecil Dengan Imbalan Surga

Sebelum masuk surga, gimana caranya guru honorer bertahan hidup di dunia ya? Kenapa sih negara ini terus mempertahankan sistem honorer yang zalim itu?
Tak Punya Solusi Soal Nasib Guru Honorer, Mendikbud Muhadjir Effendy Minta Guru Honorer Maklumi Gaji Kecil Dengan Imbalan Surga
Ilustrasi kegiatan belajar mengajar di Palembang, Sumatra Selatan. Foto oleh Abdul Qodir/AFP

Kalau guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa, guru honorer bisa dibilang pahlawan tanpa tanda apa-apa. Sama-sama punya tanggung jawab yang besar sebagai seorang pengajar, gaji guru honorer terhitung kecil banget dibanding guru tetap lulusan tes CPNS. Mereka juga tidak memiliki tunjangan keluarga dan dana pensiun, membuat kita jadi makin terenyuh kalau melihat slip gajinya. Kenyataan ini mendorong Mendikbud Muhadjir Effendy berusaha menghibur guru honorer bergaji kecil dengan memberi janji masuk surga.

Iklan

"Karena itu menurut saya orang yang paling beruntung itu sebetulnya guru. Karena dia mengajarkan moral dan pengetahuan ke siswanya, dan siswanya ini akan mengajarkan ke anaknya. Maka guru itu akan mendapatkan kiriman pahala," ucap Muhadjir, dikutip Detik. "Saya agak yakin, bahwa orang yang pertama masuk surga itu adalah guru. Kalau sekarang gajinya sedikit, apalagi guru honorer, nikmati saja, nanti masuk surga."

Namun potensi masuk surga ini mengandung perkecualian. Pada pidatonya saat memperingati Hari Guru Sedunia 2019 di Graha Utama Kemendikbud, Kamis kemarin (10/10), Muhadjir mengingatkan bahwa guru juga bakal masuk neraka kalau sibuk main hape dan nyuekin anak didiknya.

Semua itu memang dimaksudkan untuk bercanda, namun kita tidak bisa untuk tidak memikirkan pernyataan Muhadjir soal guru honorer ini. Apakah situasinya memang sefatalistis itu, sampai-sampai kontribusi guru honorer baru bisa dibalas nanti sesudah mati?

Profesi sebagai guru honorer memang menjadi polemik tersendiri. Kebutuhan akan tenaga pendidik yang tidak dibarengi suplai cukup dari negara membuat jabatan honorer jadi solusi sementara. Sayangnya, anggaran gaji dari kantong sendiri membuat sekolah-sekolah tidak mampu membayar jasa guru honorer secara layak. Gaji sebesar Rp150-200 ribu sebulan masih terjadi, berbeda dengan gaji guru ASN yang golongan terendahnya paling kecil digaji Rp2,5 juta. Di Pandeglang, Banten, seorang guru honorer sampai harus tinggal di toilet sekolah karena hanya dibayar Rp350 ribu per tiga bulan.

Iklan

Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) Ubaid Matraji mengatakan pemerintah masih belum serius mengurusi nasib guru honorer.

"Ini bukti buruknya tata kelola pendidikan kita," ujar Ubaid kepada Tirto. Sejak dahulu, Ubaid merasa cara paling konkret untuk menyejahterakan guru honorer adalah dengan mengangkat statusnya menjadi ASN. Hanya saja, pengangkatan macam ini perlu dibarengi dengan peningkatan kualitas karena salah satu masalah terbesar guru honorer, juga guru secara umum, ada pada kompetensi.

Menurut Wakil Sekjen Federasi Serikat Guru Seluruh Indonesia (FSGI) Satriawan Salim, kualitas guru Indonesia tidak terlalu baik meski terus naik dari tahun ke tahun. Dari hasil Uji Kompetensi Guru (UKG) 2017, rata-rata nilainya tidak mencapai nilai 70 dari maksimal 100.

Mendikbud juga merasa guru honorer harus terus memantaskan diri karena saat ini hanya ada dua jalur pengangkatan guru honorer menjadi PNS, dan dua-duanya melalui seleksi. Pertama, lewat ujian CPNS; kedua, lewat seleksi pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK). Ujian CPNS ditujukan bagi mereka yang masih memenuhi kriteria umur, sedangkan PPPK dimaksudkan kepada mereka yang di atas 35 tahun, atau yang gagal pas tes CPNS.

Tahun lalu, konsep PPPK pernah didemo ribuan guru honorer di seberang Istana Negara. Mereka menolak mengikuti tes dan minta diangkat menjadi calon pegawai negeri sipil. Hasil demo nihil, Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB) Syarifuddin bersikeras bahwa menurut UU, seleksi tetap harus dipakai demi menjaga kualitas.

“Sesuai Undang-Undang ASN, tak boleh ada lagi rekrutmen guru atau aparat sipil negara honorer karena rekrutmen ASN dilakukan melalui seleksi yang kredibel, akuntabel, dan transparan,” ujar Syarifuddin kepada Tirto.

Selain guru honorer, profesi lain yang tugasnya berat, jam kerjanya panjang, dan gajinya miris sekali adalah perawat dan bidan. Menurut Riset Ketenagaan di Bidang Kesehatan (Risnakes) 2017, masih ada sejumlah provinsi yang mematok upah minimal perawat dan bidan sebesar Rp50 ribu per bulan. Duh!