FYI.

This story is over 5 years old.

The VICE Guide to Right Now

Sarankan Korban Pemerkosaan Nikahi Pelaku, Anggota Parlemen Malaysia Dikecam

Shabudin Yahaya juga bilang bocah perempuan 9 tahun sudah siap secara "fisik dan spiritual" menikah. Publik Malaysia segera ramai-ramai menyerangnya.
Foto oleh Judhi Prasetyo via Flickr.

Anggota parlemen Malaysia bernama Shabudin Yahaya menuai kecaman publik, karena menyarankan korban pemerkosaan bersedia menikahi pelaku. Dia juga mengatakan anak perempuan usia sembilan tahun sudah siap secara "fisik dan spiritual" untuk menikah.

Komentar tersebut dilontarkan Shabudin saat rapat dengar untuk mengesahkan undang-undang pelecehan seksual terhadap anak—yang ironisnya tidak melarang pernikahan anak di bawah umur—awal pekan ini.

Iklan

"Anak-anak perempuan sudah mencapai pubertas pada usia 12 tahun," kata Shabudin kepada anggota dewan seperti dikutip Sydney Morning Herald. "Pada saat itu, tubuh mereka sudah hampir sama dengan usia 18 tahun. Jadi secara fisik dan spiritual, tidak masalah bagi mereka untuk menikah."

Shabudin juga mengatakan bahwa pernikahan antara korban dan pelaku pemerkosaan bisa menjadi solusi atas meningkatnya problem sosial tersebut. "Mungkin dengan pernikahan mereka bisa memiliki hidup yang lebih baik. Agar masa depan si korban tidak suram," kata Shabudin.

Komentar tak lazim tersebut sontak direspons dengan kecaman dari publik dan pejabat pemerintah. Sesama anggota parlemen, Siti Mariah Mahmud, mengatakan bahwa pernikahan antara korban dan pelaku pemerkosaan tak menjamin akan masa depan yang lebih baik.

Sementara itu Direktur Utama CIMB Group Nazir Razak mengecam komentar itu lewat akun Instagramnya. "Gagasan salah kaprah, dan tentu saja pelaku tidak sepatutnya menikahi korban!"

"Sangat menjijikkan jika pemerkosa, yang seharusnya didakwa, bisa lolos dari jeratan hukum hanya dengan menikahi korbannya," kata Menteri Abdul Rahman Dahlan di laman Facebook-nya.

Malaysia sendiri menghadapi masalah pelecehan anak yang tergolong tinggi. Menurut laporan kantor berita Reuters, hanya 140 dari 12,987 kasus pelecehan seksual terhadap anak yang berujung pada dakwaan selama kurun 2012 hingga Juli 2016.

Peraturan di Malaysia sendiri menetapkan batas pernikahan minimum pada usia 18 tahun. Tapi mereka yang berusia 16 tahun bisa menikah dengan izin dari pemerintah setempat.

Iklan

Pada 2014 Sekretaris Jenderal PBB merekomendasikan target khusus untuk melarang pernikahan usia anak. 116 negara termasuk Indonesia mendukung rekomendasi tersebut. Indonesia menduduki peringkat kedua di ASEAN terkait jumlah pernikahan usia anak.

Merujuk data Unicef, satu dari enam anak perempuan menikah sebelum berusia 18 tahun yang angkanya mencapai 340.000 setiap tahun.

"Sedangkan 50.000 anak perempuan lain menikah sebelum usia 15 tahun. Setiap anak-anak ini kehilangan masa kanak-kanaknya," ujar Kepala Perwakilan UNICEF Indonesia Gunilla Olsson.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, Sulawesi Barat menduduki provinsi tertinggi dalam jumlah pernikahan anak di bawah umur, disusul Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat, dan Sulawesi Tengah.

Dari segi kesehatan, pernikahan usia anak juga memiliki risiko kesehatan yang tinggi apabila terjadi kehamilan. Kondisi ibu yang belum siap untuk melahirkan menimbulkan risiko kematian tinggi. Menurut data Kementerian Kesehatan, jumlah ibu yang meninggal karena kehamilan dan persalinan pada 2013 mencapai 5.019 orang.

Di Indonesia sendiri batas minimum untuk menikah adalah 16 tahun sesuai Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan. Para pegiat HAM berusaha mengajukan uji materi untuk menaikkan batas minimum menjadi 18 tahun, sayangnya upaya tersebut kandas di tangan Mahkamah Konstitusi pada 18 Juni 2015.